Ania pergi ke sekolah dengan keadaan tidak bersemangat, pikirannya bercabang menjadi beberapa bagian akhir-akhir ini dan itu semakin membuat hidupnya semakin berat. Dia bersyukur Elly telah masuk.
Jadi, dia tidak lagi pergi menyendiri di rooptop ataupun di taman. Ania duduk di dekat jendela, dia sedang memperhatikan guru yang sedang menerangkan di depan kelas. Tiba-tiba perasaannya mendadak gelisah, dia merasa seperti di perhatikan.
Gadis itu melihat sekeliling kelas dan tidak mendapati seorang pun yang menatapnya, dia melirik ke halaman sekolah dan matanya melebar begitu mendapati seseroang dengan pakaian hitam sedang melambaikan tangan kepadanya. Keterkejutannya tidak sampai di situ, dia dapat melihat dengan sangat jelas benda yang dipegang orang itu, sebuah pisau.
Dia terlalu fokus memperhatikan sampai tidak sadar kalau namanya di panggil. Ania tersadar begitu Elly menepuk bahunya.
“Ania Felicya!” ucap guru itu setengah bereriak.
“Yes, sir!”
“Perhatikan bukumu, atau kau kukeluarkan dari pelajaranku!” bentaknya kesal.
Ania mengangguk pelan, lalu memperhatikan buku yang ada di hadapannya. Sudut matanya melirik tempat dimana seseorang tadi berdiri namun, tempat itu telah kosong. Dia mendesah pelan, sepertinya akan ada sesuatu yang buruk akan terjadi batinnya frustasi.
Ketika jam kelas pertama selesai, Elly menyentuh lengan Ania, “Sebenarnya apa yang kau perhatikan di luar tadi?”
“Tidak ada, aku hanya sedang banyak pikiran.” jawabnya berbohong. Dia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Elly.
Ania tidak ingin melibatkan Elly dalam permasalahan yang sedang dihadapinya, Elly tidak ada sangkut pautnya dengan terror dan semua yang dia alami.
“Benarkah? Sepertinya tadi aku melihat seseorang yang melambai padamu.”
Ania menoleh cepat ke arah Elly, “Ah, mungkin kau salah lihat.”
Baru saja Elly ingin berbicara namun, sirine tanda kebakaran berbunyi membuat siswa yang ada di kelas itu panik. Mereka semakin panik begitu mendapati pintu kelas terkunci dari luar.
“Berhenti! Jangan berteriak!” bentak Daniel marah.
Seketika kelas itu langsung hening, membuat sirine semakin jelas terdengar. “Jangan panik! Kembali ke tempat duduk kalian masing-masing!” kali ini Devan yang memberi perintah dan langsung di turuti oleh semua siswa yang panik tadi.
Ania berdiri menyentakkan kursi membuat siswa di kelas itu kembali terkejut, sekilas dia melihat bayangan hitam berjalan di luar kelas. Kebetulan pintu ruang kelas mereka terbuat dari kaca, hanya sedikit diburamkan agar aktivitas di dalam ruangan tidak terlalu terlihat.
Dia berjalan menuju pintu membuat siswa lainnya memandang Ania penasaran.
“Ada apa?!” Ania tidak memperdulikan pertanyaan Daniel. Dia terus maju hingga tubuhnya hanya berjarak beberapa senti dari pintu.
Tepat di balik pintu, Ania dengan jelas melihat seseorang berpakaian hitam berdiri tepat sejajar dengannya. Daniel yang berada tidak jauh dari posisinya berdiri juga meliat sosok itu. Tiba-tiba cairan merah di siram ke arah Ania dan mengakibatkan masuk ke sela-sela pintu.
Suasana kembali berubah menjadi riuh, beberapa siswa perempuan berteriak histeris dan beberapa ada yang jatuh hingga tidak sadarkan diri. Sementara Ania hanya menatap sosok itu dengan kemarahan yang sudah mencapai ubun-ubun.
“Masuklah! Jangan memakai cara pengecut seperti ini!” ucap Ania menantang.
Suara Ania terdengar aneh, dingin sampai membuat beberapa orang yang merinding ketika mendengarnya.
Sepertinya ucapan Ania berhasil, mereka mendengar suara penyangga pintu yang di buka. Sebuah pisau melesat cepat ke arah Ania yang langsung di tangkap gadis itu menggunakan satu tangannya.
Dia melempar pisau itu ke pojok kelas tanpa menoleh sedikitpun. Tatapan gadis itu tajam, mematikan bagi orang yang ditatapnya. Daniel menginstruksikan yang lain untuk mundur ke belakang kelas.
Banyak yang sedang memegang ponsel untuk menghubungi petugas keamanan tetapi sinyal di kelas itu tiba-tiba hilang.
“Kalian tidak akan bisa menghubungi siapapun, tidak ada yang akan mendengar dan semua orang sedang sibuk.” ucap sosok itu licik menggunakan alat perubah suara.
Ania maju satu langkah, “Apa kau inginkan?!”
Sosok itu tertawa, membuat Daniel semakin marah. “Yang aku inginkan?” sosok itu melangkah menuju mendekat ke arah Ania. “kau!”
“Kau sudah cukup lama dibebaskan, sekarang waktumu untuk kembali. Jika kau tidak menyetujuinya, maka aku akan membawamu secara paksa.” bisik sosok itu pelan.
Saat itu dia menyadari bahwa sosok yang tersembunyi di balik pakaian hitam ini adalah seorang laki-laki. Jantung Ania berdetak cepat, hingga terasa sakit. “Aku tidak akan pernah kembali! Selamanya!”
Ania mengambil sebuah pistol yang selalu ia bawa untuk berjaga-jaga, sebelum itu dia mengeluarkan dua bola kecil yang ketika ia melemparnya mengeluarkan asap putih yang mengakibatkan semua orang jatuh tertidur selain dia dan laki-laki di depannya. Dia memanfaatkan asap itu untuk bersembunyi.
Sirine masih berbunyi nyaring dan itu sangat menguntungkan bagi Ania karena tembakannya tidak akan terdengar. Dia menendang meja hingga membuat sebuah penghalang di depannya. Suara tembakan menggema di kela itu membuat Ania khawatir jika ada yang tertembak.
Dia berdiri lalu membalas tembakan laki-laki yang masih menggunakan masker lengkap dengan topi hitam membuat Ania sangat sulit mengenalinya. Meja yang digunakan Ania untuk berlindung hancur berkeping-keping ketika terkena rentatan peluru.
Ania menunggu saat yang tepat hingga sosok itu terlihat lengah, dia membalas dengan dua kali tembakan dan tepat mengenai perut dan paha atas laki-laki yang kini sedang mencarinya.
“Kau tidak akan pernah bisa lari dariku, Ania!”
Tunggu! Aku benar-benar mengenali suara ini batin Ania terkejut.
Ania keluar dari tempat persembunyianya dengan menggenggam erat pistolnya. Mereka berdua bertatapan dalam diam, dia mengambil gerakan cepat lalu bersalto dan menendang kepala laki-laki itu membuat topi yang melekat di kepalanya terlepas begitu saja.
Darah segar keluar dari pelipisnya membuat Ania menyeringai senang, “Aku lebih suka bertarung seperti ini!” ungkap Ania lalu menyimpan kembali pistol di balik seragamnya.
Sebuah tembakan di lesatkan, peluru itu hampir mengenai kepalanya namun sepersekian detik sebelum menembus kepalanya dia menghindar tetapi, tembakan beruntun berikutnya tidak bisa Ania hindari, sbeuah goresan vertikal tercetak jelas di bahu dan pelipisnya.
“Menyerahlah dan aku akan membawamu pulang secara baik-baik!” bentak laki-laki itu, dia mulai kehabisan waktu.
Ania berdecih, “Pulang?! Tempat itu bagaikan neraka bagiku, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi!”
Dia maju menyerang laki-laki itu kembali dengan gerakan salto tetapi, lelaki itu sudah membaca gerakan Ania dan dengan gerakan cepat menendang perutnya hingga tubuh Ania terpertal menabrak dinding.
“Kau tidak akan bisa melawanku, gadis bodoh!” ucapnya lalu membidik Ania yang tengah berusaha berdiri.
Ania hanya menatap laki-laki itu datar, “Berhenti beberbicara! Sebelum aku mematahkan tulang lehermu!”
Dia berlari menerjang laki-laki itu hingga membuat keduanya terhuyung kebelakang. Ania membuka masker dan hanya terkekeh dingin ketika tahu siapa sebenarnya sosok di misterius itu. Tidak menunggu waktu lama, dia menyikut kepala Ania membuat suara tulang berderak menambah suasana mengerikan di ruang kelas.
Ania langsung membalas dengan gerakan lebih cepat, melancarkan tendangan kanannya ke perut penyusup itu. Tendangan keras membuatnya terpental ke belakang menghantam papan tulis dengan sangat keras, membuat membuat dinding kelas itu bergertar.
Dia tidak berhenti di situ, Ania kembali maju dan memberi pukulan keras yang menargetkan tempat-tempat vital dan langsung membuat penyusup itu kesakitan.
“Katakan kepada siapapun yang menyuruhmu, aku tidak akan pernah kembali begitupun dengan Ren!” ucapnya sebelum memukul titik vital terakhir.
Teriakan kesakitan menggema, membuat adrenalin Ania semakin meningkat. Ia bersusah payah menahan keinginan yang sudah lama ia tahan namun kembali muncul dan dia tidak kuat menahannya ketika mendengar laki-laki itu bereriak kesakitan.
Ania menyeringai kejam, tatapan matanya terlihat sangat menyiratkan dendam. Gadis itu menjelma menjadi sosok yang senang dengan rasa sakit. Ketika merasa tersudut laki-laki itu mengeluarkan dua buah granat tangan, dengan cepat dia menarik kuncinya dan melemparkan keduanya ke arah Ania lalu berjalan keluar dari dalam kelas dengan langkah tertatih.
Sebuah cahaya berpendar kecil di bagian belakang lehernya menyala berwarna merah darah yang menandakan seseroang itu sedang dalam kondisi teluka parah. Beberapa detik setelah dia keluar, ledakan keras yang berasal dari kelas itu menambah suasana mencekam di sekolah itu.
....
Suara ledakan keras membuat Daniel terbangun, dia melihat sosok gadis yang kini sedang berdiri tepat di depan jendela yang rusak parah. Kepalanya terasa pusing ketika mencoba berdiri.
“Apa yang baru saja terjadi?” tanyanya dengan suara serak.
Dia terkejut begitu melihat banyak tetesan darah di lantai. Daniel mendekat begitu Ania tidak menjawab pertanyaannya. Melihat kepalan tangan Ania, dia tahu jika gadis itu tengah menahan emosinya.
“Kau baik-baik saja?” tanyanya kembali.
Dia menoleh melihat teman kelasnya yang masih baring tidak sadarkan diri, apa yang baru saja kau lakukan hingga membuat kelas hancur berantakan seperti ini? tanya Daniel dalam hati, dia penasaran untuk menanyakannya kepada Ania karena gadis itu lah penyebab mereka semua tidak sadarkan diri sampai dia terbangun akibat ledakan keras tapi sekarang waktu yang tidak tepat untuk bertanya.
Ania menghela napas kasar, “Seorang tadi membawa dua granat dan melemparnya ke dalam kelas. Aku hanya berhasil menyelamatkan satu buah yang ku lempar di halaman dan satu lagi meledak tepat di depan jendela kelas ini.”
Daniel kehilangan sikap arrogant dan dinginnya ketika berbicara kepada Ania. Padahal dulu dia tidak pernah bersikap seperti ini pada siapapun. “Tenang saja, aku akan melaporkannya pada pihak keamanan dan menangkap penyusup itu.”
Dia terkejut begitu Ania berbalik menghadapnya, di wajahnya banyak serpihan kaca yang membuat wajahnya penuh luka dan darah. “Tidak ada satupun orang yang bisa menangkapnya, dia sangat gesit dan juga licik.”
“Kau mengenalnya?”
Ania menatap tepat ke mata Daniel, “Entahlah. Aku tidak ingin membahas orang itu lagi.”
“Kau terluka!” bentak Daniel begitu Ania akan keluar.
Ania mendengus geli, “Aku tahu,” balasnya lalu melepas cekalan Daniel tetapi, Daniel kembali memegang lengannya.
“Ikut dengaku!” Daniel membawa Ania keluar, menuju UKS yang berada di lantai yang sama dengan kelasnya.
Dengan teliti Daniel mengambil serpihan kaca di wajah Ania, dia begitu serius hingga lupa menarik napas dalam waktu yang cukup lama. Wajah mereka berdua sangat dekat hingga dia merasa gugup, bahkan jari-jarinya mati rasa begitu menyusup ke dalam sela-sela rambut Ania untuk memegang kepala gadis itu.
Sementara Ania terus menatap Daniel, dia bersusah payah menahan tawa begitu melihat wajah lelaki di depannya bersemu merah. Dia tidak menyangka wajah Daniel bisa memerah, kali ini dia melihat sisi yang berbeda lagi dari Daniel.
He is cute!
“Nah selesai. Tidak buruk bukan?”
Ania melihat wajahnya di sebuah cermin lalu menatap Daniel datar, “Kau membuatku terlihat seperti mummy!”
“Setidaknya kau berterimah kasih, bisa saja kau terkena tetanus karena infeksi!” dengus Daniel lalu menjauh dari hadapan Ania.
Dia mendekat ke jendela dan melihat halaman sekolah masih di penuhi siswa dan beberapa polisi telah datang untuk mengamankan lokasi diikuti para wartawan yang datang untuk meliput. Daniel melihat ke arah lain dan betapa terkejutnya dia melihat seseorang tadi kini menatapnya tajam dari seberang gedung.
Daniel melirik Ania yang sedang memperbaiki letak plaster di wajahnya. Dia menutup horden dengan sekali sentakan membuat Ania kaget.
“Ada apa?”
Daniel tersenyum tipis, “Tidak ada apa-apa.”
Dia tahu gadis di hadapannya ini sama misteriusnya dengan sosok tadi dan begitu pula Ren tetapi, apa yang dia rasakan pada Ania tidak mungkin salah. Sekarang hanya menunggu dia mengakui, apakah rasa itu akan membuatnya tergerak untuk melindungi gadis ini atau menjauhinya.