Lembaran baru

1545 Kata
Salsa sedang menghirup udara segar di rumah Rania, sungguh menyayangkan Rania harus meninggalkan kampung halaman yang sejuk ini dan tinggal di kota. "Lo ko mau sih dan betah tinggal di kota, padahal di kampung pebih sejuk." ucap Salsa sambil menoleh ke arah Rania. "Sejuk tuh kalau lo baru satu hari tinggal disini, coba aja lo tinggal di sini sebulan dua bulan. Kampung ini jadi panas, kita cantik dikit di gosipin, ningkah dikit gosipin, apapun yang lo lakuin bakalan jadi bahan omongan orang." jelas Rania sambil terkekeh. "Lo, jadi pulang sekarang?" tanya Rania, dia pun menoleh ke arah Salsa yang menikmati hamparan sawah di depannya. "Jadi, nanti siang. Fotoin gue dong, gue mau pasang ke Instagram." titah Salsa. Rania pun menerima hp Salsa lalu menjepret beberapa fose Salsa. *** "Hati-hati di jalan." Rania melambaikan tangannya saat Salsa sudah masuk kedalam mobil taksi onlinenya. "Iya, lo juga jaga diri ya. Ambu, appa. Salsa pulang ya." ucapnya sedikit teriak. "Hati-hati Nak." Mobil Salsa pun kini sudah melaju semakin jatuh, Rania tersenyum. Di kampung ini, di tempat ini dia akan memulai lembaran baru,memulai hidup baru, membuat cerita baru. Bahkan Rania benar-benar tak membawa uang sepeser pun selain uang sisa kerja di kafe beberapa bulan lalu yang tak pernah dia pakai. "Ayo Nak, kita masuk." ajak Ambu Siti. "Iya Ambu." jawabnya, Rania langsung memeluk ibunya dengan sangat erat, masalalu kemarin yang sangat mengerikan harus di hapus. "Ambu, Appa mau ke sawah dulu. Mana bekalnya?" tanyanya. "Oh iya Appa, pulangnya jangan sore-sore." "Siap Ambu." Setelah kepergian Appa-nya, kini tinggal Rania dan Ibunya. Rania kini sedang tiduran di paha sang Ibu, menatap atap rumahnya yang sudah kokoh meskipun tak besar rumah yang mereka huni tapi sekarang sudah layak di huni. "Ran, tadi Bu Ida nanyain kamu." ucapnya membuka suara. "Mau apa tanya Rania?" tanyanya balik, dia baru saja kemarin datang ke sini. Untuk apa menanyainya. "Kamukan sekolah di kota, kata Bu Ida kamu mau gak jadi guru TK di kampung sebelah." jelasnya. Kening Rania mengerut, tentu saja dia bingung karena dia kuliah di bantu dengan cara haram. Apa dia bisa mengajar anak-anak yang polos. "Tapi kan Rania kuliahnya cuman setengah jalan Bu." lirihnya, "Di coba dulu aja atuh teh, siapa tau emang rezeki kamu. Kalau kamu mau nanti Ibu ngomong sama Bu Ida." ucapnya. Rania pun terdiam, "Sudahlah, nanti ibu ngomong sama Bu Ida kalau kamu mau." ucapnya. Rania pun hanya mengangguk, mungkin ini jalan terbaik untuk memulai kehidupan barunya. *** Ke esoknya Rania pun langsung di ajak Bu Ida ke kampung sebelah untuk melihat tempat Rania akan bekerja nanti. Rania tersenyum melihat anak-anak yang sedang berlarian, mereka begitu bahagia tanpa beban. Andai Rania tau kalau menjadi anak-anak begitu menyenangkan, dia tak ingin menjadi dewasa. "Assalamualaikum." "Walaikumsalam Bu Ida. Masuk Bu," Mereka pun kini masuk ke salah satu ruangan, yang Rania yakini kalau ini ruangan guru. "Bu Ifa, kenalkan ini Rania. Beliau yang akan mengantikan Bu Ifa selama cuti nanti." ucapnya. "Masyaallah, Alhamdulillah Bu Ida sudah dapat penganti Saya. Saya sudah ingin istirahat, perut buncit Saya benar-benar membuat gerak Saya terbatas. Kapan Bu Ida, Rania siap mengajar?" tanyanya. "Rania kapan kamu siap untuk mengajar?" tanya Bu Ida. "Insyaallah besok kalau Bu Ida dan Bu Ifa tidak keberatan." "Tentu saja tidak, Alhamdulillah kalau begitu." sahut Bu Ifa. Mereka pun lanjut dengan ngobrol-ngobrol biasa, Rania begitu senang karena warga kampung sekarang tidak seanarkis dulu. Mungkin sekarang orang-orang lebih senang diam di dalam rumah dari pada berkeliaran di luar. Setelah selesai Rania pun pamit pulang lebih dulu, dia ingin berjalan-jalan sejenak sebelum memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Untung saja dia mempunyai motor sehingga Rania tak perlu jalan kaki, suasana perkampungan yang begitu asri. Rania berhenti di jalan dimana sawah-sawah berhamparan begitu indah. Langit begitu cerah, tatapan Rania kosong. Hatinya sakit mengingat kebodohannya dulu yang begitu mudah dia memberikan kehormatan, bahkan setelah berpisah bukannya bertaubat. Dia malah semakin menggila sehingga benar-benar menghancurkan hidupnya, tanpa sadar air mata Rania menetes. Kejadian kemarin benar-benar menyisakan trauma yang mendalam untuknya. Bahkan saat sendiri Rania selalu ketakutan dan menangis tiba-tiba, seperti sekarang. Dia jadi tiba-tiba panik, Rania langsung kembali menyalakan motornya. Karena rasa takut yang tiba-tiba datang, Rania membawa motor tidak hati-hati dan hampir saja menabrak orang. "Astaghfirullah." Motor Rania pun langsung oleng dan terjatuh. Orang yang hampir Rania tabrak pun langsung berlari ke arah Rania. "Mbak, mbak gapapa?" tanyanya khawatir. Rania masih diam, dalam hatinya terus beristighfar. Dia pun hanya menggelengkan kepalanya. Rania masih diam di aspal saat motornya di bantu untuk kembali bangun. "Mbak beneran gapapa?" tanyanya lagi. "Maaf Mas, Saya tadi gak enak badan. Maaf ya udah mau nabrak Mas." ucap Rania tulus. "Tidak apa-apa Mbak." jawabnya. "Rania pun kembali menyalakan motornya, tak lupa dia kembali meminta maaf sebelum pergi. Sesampainya di rumah Rania langsung masuk ke dalam kamarnya, Siti yang sedang di dapur melihat heran ke arah anaknya. Tentu saja Siti tau bagaimana Rania dulu selalu di bully karena mereka orang tak mampu. "Ikbal, bawakan teh hangat buat Teteh kamu." titah Siti. "Iya Ambu." jawabnya. Ikbal pun membawa teh manis hangat untuk Kakaknya, dia mengetuk pintu. tok tok ceklek.. "Teh, ini teh manis dari Ambu." ucapnya sambil menyodorkan teh manis hangat untuk Rania. Rania pun tersenyum menerima teh manis tersebut. "Makasih ya Bal." "Iya Teh." Rania pun kembali masuk ke dalam kamarnya setelah menerima teh manis tersebut. Rania duduk di sisi ranjang, dia menghela nafas saat mulai merasakan sakit akibat bared yang di rasakan. Rania pun keluar dari dalam kamarnya. "Ambu." panggilnya. "Iya, aya naon Teh." sahutnya. "Ambu, Aya obat merah teu?" tanya Rania. "Astaghfirullah, Teteh kunaon emang?" tanyanya panik. "Tadi di jalan teu ngahaja labuh." sahutnya. "Astaghfirullah, sakedeng Ambu ambil hela." Rania pun sudah duduk di matras yang ada di sana, duduk di samping Ikbal yang sedang menonton tv. Rania tersenyum senang karena adiknya tak merasakan kejamnya pembullyan. "Gimana sekolah kamu Bal?" tanyanya. "Alhamdulillah lancar Teh, " jawabnya. "Mau lanjut SMA kemana?" tanyanya lagi. Ikbal pun terdiam, dia yang sedang menonton tv pun langsung menundukkan kepalanya. "Ikbal mau kerja aja Teh." jawabnya lirih. "Arek naon kerja, capek! mending sekolah." ucap Rania marah. "Ikbal gak mau nyusahin Teteh, Appa sama Ambu. Biaya masuk SMA teh mahal." jawabnya masih lirih. "Astaghfirullah, Teteh kan udah mau kerja lagi sekarang. Kamu harus tetap sekolah, kamu jangan ikut-ikutan bodoh jiga Teteh. Buru kamu arek daftar kamana, teteh masih boga tabungan." ucap Rania tak sabaran, tapi Ikbal masih saja menggelengkan kepalanya. Dia tak tega melihat bagaimana banting tulang, Ayah dan Ibunya. "Teteh iye obat merahna." ucap Siti yang baru saja datang. "Nuhun Ambu, ari Ambu tos dimana atuh meni lila?" tanya Rania sambil meneteskan obat merah di atas kampas. "Meser hela, pan Ambu mah tara miara obat merah kitu." jawabnya dengan logat sundanya. Rania pun mengangguk sambil mengobati lukanya yang ternyata cukup dalam. "Astaghfirullah Teteh, ning meni kiye." pekik Siti khawatir, tentu saja membuat Ikbal ikut melihat luka di Kaki kakaknya. "Iya, kena batu jiga na teh." sahut Rania, dia meringis saat sang ibu mengobati lukanya . "Ari luka kiye mah, kumaha isukan kamu arek ngajar atuh Teh." ucap Siti masih khawatir. "Rania bisa ko Ambu, ini mah luka kecil " jawabnya. "Kecil naon, iye lamun di bawa ka dokter mah mantak di jait." omelnya, Rania pun tersenyum. Dia rindu memont ini, ternyata di sudah lama tak merasakan kebersamaan mereka ini saking Rania terobsesi menjadi kaya. *** Rania menatap baju-bajunya yang tergeletak begitu saja, begitunya dia tak punya baju yang lebih sopan karena dulu dia selalu berpenampilan seksi agar bisa menarik perhatian laki-laki hidung belang. Rania tersenyum miris betapa hidupnya dulu begitu bebas, dia pun mengambil celana bahan dan tangtop. Dia juga mengambil cardigan untuk menutupi tubuh terbitkannya. "Sepertinya ini cukup sopan, sepulang nanti aku harus membeli beberapa baju." gumamnya, Rania pun mengambil tasnya dan kunci motor. "Mau berangkat sekarang?" tanya Siti yang sudah siap dengan baju tani-nya. "Iya Ambi, udah siang. Rania berangkat dulu ya." pamitnya tak lupa mengucapkan salam. Rania menyalakan motor, udara pagi ini begitu sejuk untuknya yang setiap hari menghirup polusi. Rania tersenyum melihat anak-anak SD yang tertawa bahagia saat berangkat ke sekolah . Dia menelusuri jalan yang kiri-kanannya sesawahan. Sesampainya di tempat tujuan dia langsung melepaskan helmnya. "Assalamualaikum Ibu-ibu." sapa Rania pada Ibu-ibu yang mengantarkan anaknya sekola. "Walaikumsalam, ini Bu guru baru ya?" ucap salah satu wali murid. "Iya Bu, nama Saya Rania." "Masyaallah cantik banget ya Bu-ibu." ucapnya yang di sahuti yang lain karena Rania memang sangat cantik, dan tubuhnya pun cukup tinggi. Sangat cocok untuk jadi model, itu kenapa dia sangat mudah mendapatkan uang di kota dengan fisiknya yang mendekati sempurna ini. Rania pun sudah masuk ke dalam kelas, dia yang tak pernah bergelut dengan anak kecil kini harus sabar saat anak-anak tak mau membaca iqro dan terus saja berjalan-jalan keluar kelas. Tarik nafas, keluarkan tarik lagi. "Anak-anak ayo masuk, siapa dulu yang baca iqro Ibu akan kasih hadiah untuk kalian." teriak Rania, anak-anak yang masih di luar pun langsung berlari ke dalam dengan antusias. Mereka duduk dengan rapi dan langsung menyodorkan iqro kepada guru-guru yang ada di dalam. "A' Ba ta." "Bu guru mana hadiah aku." rengeknya. "Iya nanti ya setelah baca iqro." anak kecil itu pun begitu antusias, dia langsung mengikuti Rania membaca iqro. Hampir saja Rania menjatuhkan air matanya, dia seperti belajar lagi. Allah sedang memberi hidayah padanya lewat anak-anak ini. 'Ya Allah, semoga aku Istiqomah dalam membuka lembaran baru ini'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN