9. Canggung

1210 Kata
Rania terbangun di tempat yang masih begitu asing untuknya. Gadis itu lantas duduk, menutup wajahnya dengan telapak tangan karena sinar mentari yang sudah cukup terik membuatnya merasa silau. Turun dari ranjang, Rania keluar dari kamar Egi usai merapikan tempat tidur yang dia gunakan semalam. Rania penasaran apakah pria itu baik-baik saja tidur di luar. Rania merasa bersalah karena membuat tuan rumah yang sesungguhnya harus tidur di ruang tengah, sementara dirinya menempati kamar dan ranjang pria itu. Rania menyusuri apartemen Egi yang lumayan luas tersebut. Netranya merasa termanjakan karena ruangan demi ruangan di apartemen pria tersebut begitu bersih dan rapi. Namun serapi apa pun itu, bagi seorang Rania selalu memiliki celah. Gadis itu mengusap meja di ruang tengah, lalu menipiskan bibir saat debu halus menempel di kulitnya. Rania merasa, dia bisa bersih-bersih di rumah Egi. Pria itu telah membebaskannya dari Kate dan juga Amora, maka dia harus berterima kasih padanya dengan cara apa pun. "Kau sudah bangun?" Rania terlonjak kaget mendengar suara itu di belakangnya. Saat menoleh, dia menemukan Egi yang berdiri menjulang tinggi menatapnya. "Ah. Iya, aku baru saja bangun dan hendak melakukan sesuatu," jawab Rania agak gugup. Egi terkekeh ringan. "Hei, santai saja. Jangan merasa tegang seperti itu," pungkasnya. Menyadari bahwa Rania masih sangat canggung berada di dekatnya. "Aku baru saja hendak membangunkanmu tadi. Kupikir, kau harus sarapan sebelum aku pergi keluar." "Kau akan pergi?" Egi mengangguk kecil. "Ya. Aku bukan pengangguran asal kau tahu," ucap Egi, disisipi nada canda di dalamnya, agar Rania tidak begitu kaku. "Ada beberapa urusan di luar. Mungkin aku akan kembali sore nanti." Rania mengangguk pelan. "Baiklah," tandasnya kemudian. Egi menggiring Rania menuju meja makan. Beberapa lembar roti yang telah dipanggang telah tersuguh di sana. Tiga botol selai yang sepertinya adalah selai kacang, selai stroberi, dan juga selai blue berry tersaji di tengah-tengah meja. Keduanya menikmati sarapan dengan khidmat. Tidak terdengar suara apa pun selain dari suara piring dan juga pisau dan garpu yang beradu. Egi memiliki sesuatu tersendiri yang dia pikirkan sejak semalaman, sementara Rania merasa bingung dan canggung harus mengatakan apa. Bagaimana pun, mereka baru saja saling mengenal. Rania belum terbiasa dengan kehadiran Egi di sisinya. "Biar aku saja," pungkas Rania. Akhirnya gadis itu bersuara saat sarapan selesai dan Egi hendak membereskan meja makan. "Kau sudah dengan susah payah membuat sarapan tadi, jadi biar aku yang merapikan meja makan. Aku juga akan membersihkan rumah sementara kau pergi keluar." Egi mengerutkan kening. "Membersihkan rumah?" tanyanya pelan. Lantas kedua matanya menyisir pandang ke sekeliling. Egi merasa bahwa rumahnya sudah sangat rapi dan bersih, lantas apa yang perlu dibersihkan? Menyadari apa yang dipikirkan oleh Egi, Rania berdeham. "Itu, aku akan membersihkan apa pun yang perlu aku bersihkan," jelasnya akhirnya. Egi masih tidak mengerti, tetapi pria itu hanya mengangguk dan membiarkan Rania melakukan pekerjaan yang katanya ingin dia lakukan. Sementara dirinya memutuskan untuk mengganti pakaian. *** Egi menghentikan mobil di sebuah rumah sakit terbesar di Jakarta. Pria itu lalu keluar sambil membuka ponselnya dan menghubungi seseorang. Dia belum tahu harus pergi ke ruangan mana. "Ve, aku sudah di rumah sakit," ucap Egi pada Venus di seberang sana. "Oh, saat ini Rere masih ditindak, Gi. Kami semua menunggu di depan ruang operasi," balas Venus. Meski berusaha terdengar tenang, tetapi deru napas yang tak teratur dari wanita itu menunjukkan bahwa dia juga panik. Tadi sebelum hendak pergi ke kantor, Egi justru mendapat kabar bahwa Rere dilarikan ke rumah sakit karena pendarahan. Menurut informasi yang dia terima dari Venus, Rere akhirnya harus melahirkan secara sesar di usia kandungannya yang baru saja tujuh bulan. Maka dari itu Egi langsung mengubah arah kepergiannya menjadi ke rumah sakit. Setelah mendapatkan informasi di mana Rere saat ini, Egi lekas berterima kasih pada Venus dan menutup sambungan telepon. Pria itu lalu berjalan cepat, bertanya pada resepsionis di mana letak ruang operasi dan melanjutkan langkah sesuai dengan arahan yang diberikan oleh resepsionis tersebut. "Ve!" panggil Egi, melihat Venus yang berdiri mondar-mandir di depan ruang operasi. Egi berjalan semakin mendekat dan menemukan bukan hanya Venus di sana. Renata dan Roy, orang tuanya, juga rampak duduk di kursi tunggu. Sementara Calvin terlihat berdiri di pintu kaca yang tertutup. Terlihat sangat jelas bahwa pria itu begitu cemas. "Sudah berapa lama?" Egi tanya. Saat ini, hanya Venus sepertinya yang bisa dia ajak bicara. Kondisi Calvin sama sekali tidak memungkinkan. Venus menggeleng. "Sudah lebih dari dua jam," balas Venus, melirik Calvin yang terlihat begitu lemas. "Aku kurang tahu pasti apa yang terjadi sampai Rere akhirnya harus melahirkan dengan segera. Tapi menurut Calvin, sejak pukul dua dini hari tadi, Rere terus kesakitan. Jam lima, Calvin membawanya ke IGD dan beberapa saat setelah itu dokter menyarankan agar Rere harus dioperasi." Egi hanya terdiam, tetapi tangannya mendadak terasa begitu dingin dan sedikit gemetar. Egi tahu bahwa ada sesuatu yang cukup fatal sehingga dokter menyarankan untuk operasi. Ini akan menjadi sesuatu yang traumatis bagi saudaranya, Calvin. Sama seperti apa yang pernah Egi alami. Sekali lagi, Egi melirik keluarganya. Jelas dari sorot dan raut wajah mereka bahwa mereka begitu khawatir dengan keadaan Rere. "Aku akan membeli makanan dan minuman ke bawah. Kalian semua pasti belum sempat sarapan," ucap Egi akhirnya. Meski mungkin mereka semua tidak berselera makan dalam situasi seperti ini, terutama Calvin, tetapi Egi tidak bisa mengabaikannya. Setidaknya salah satu dari mereka harus tetap waras dan kuat agar bisa menguatkan yang lainnya juga. Sesedih dan sekhawatir apa pun, mereka harus mengisi perut, pikir Egi. *** Sementara itu, di apartemen, Rania sibuk membersihkan ruangan demi ruangan di rumah Egi. Meski kata orang sudah bersih, bagi Rania yang amat gila kebersihan, semuanya masih kurang. Rania mengelap debu di setiap kusen, meja, dan semua tempat sampai ke tempat tersembunyi. Memastikan rumah Egi bersih dan kinclong, terbebas dari debu. Saat membersihkan laci lemari di kamar Egi, Rania menemukan beberapa pas foto yang disimpan secara tertelungkup. Ketika dia membaliknya, saat itu pula Rania dapat melihat wajah tampan Egi yang bersanding dengan wanita berwajah Eropa sedang berangkulan mesra. Bahkan di foto lainnya Rania melihat saat Egi dan wanita tersebut berlibur di pantai. Egi dengan celana pendek berwarna merah menggendong wanita itu yang hanya memakai pakaian dalam berwarna biru muda. "Apa perempuan cantik ini kekasihnya?" monolog Rania. Kembali melihat foto-foto lainnya. "Mereka berdua terlihat saling mencintai," komentarnya lagi. Tersenyum melihat betapa manisnya momen kebersamaan Egi dan wanita di dalam foto. Saat Rania masih menatap foto-foto di tangannya, tiba-tiba saja suara bel berbunyi. Sontak saja Rania merasa begitu terkejut sehingga menjatuhkan pas foto di tangannya. "Astaga!" pekik Rania. Seketika berjongkok melihat kaca pas foto tersebut yang pecah berserakan di lantai. "Apa yang harus aku lakukan?" tandasnya panik. Suara bel terus berbunyi, seolah orang di luar tak sabar menunggu. Rania menjadi bingung, siapa gerangan orang yang berkunjung ke rumah Egi di saat seharusnya kenalan Egi tahu bahwa Egi bekerja di jam seperti ini. "Apa itu Kak Egi?" gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. "Tapi, jika itu dia, bukankah seharusnya dia langsung masuk? Tapi jika bukan, lantas siapa?" Rania menatap pecahan kaca dari pas foto yang dia pecahkan. Dia harus merapikan itu semua, tetapi pada akhirnya dia memilih untuk meninggalkan sementara kekacauan yang dia perbuat. Menarik napas dalam-dalam, Rania menghampiri pintu dan membukanya. Sesaat, Rania seketika mengerutkan kening saat dia membuka pintu dan menemukan seseorang berdiri di sana, di depan unit apartemen Egi. "Siapa?" tanya Rania. Wajah bingung gadis itu masih begitu kentara. ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN