Erlangga sudah tertidur lelap karena pengaruh obat yang diberikan Dokter. Qiana masih belum pulang, ia masih duduk di samping Erlangga dan menatapnya lembut. Perlahan, Qiana mengusap lembut kening Erlangga. “Kadang saya heran, kenapa saya punya anak seperti kamu!” Kata-kata itu terngiang lagi di telianga Qiana. Entah kenapa sakit sekali rasanya ia mendengar perkataan Ayahnya Erlangga. Aku sudah tak tahan lagi, Lang .... Entah kenapa air matanya berlinang ketika menatap wajah tampan itu. Apa hati lo nggak sakit, Lang? Bahkan gue yang bukan anaknya sudah begini sakitnya. Qiana menggenggam hangat tangan kiri cowok itu. Aku janji, aku akan mengubah semuanya, tidur nyenyak, Lang. Qiana menyimpan tangan cowok itu dengan hati-hati. Lantas ia berdiri dari duduknya dan beranjak pergi.