7. Break

2120 Kata
Tiga hari sudah Nada berbaring di atas tempat tidurnya karena ulahnya sendiri. Nada ditemukan pingsan oleh Kevand yang baru saja pulang mengantar sang kakak. Saat ini, Nada hanya bisa bersin-bersin sambil mengeluh bosan dan ingin pergi ke sekolah saja. Karena, di rumah begitu membosankan. "Rasain! Makanya hujan-hujanan terus!" ledek Kevand yang masih menggunakan seragam sekolah dan langsung berkunjung ke rumah Nada. Nada yang tengah kesulitan bernapas itu melirik sengit ke arah Kevand. "Eits, santai dong! Orang sakit nggak boleh marah-marah. Ntar gak sembuh-sembuh." "Jahat banget omongannya." Nada mencebik. "By the way, Iel apa kabar?" "Orang sakit malah nanyain orang." Selama tidak masuk sekolah, Nada masih tetap menanyakan kabar Iel lewat Kevand. Gadis itu seakan melupakan kejadian yang membuat dirinya sakit berhari-hari. "Ya kan pengen tau. Dia bilang nggak bisa jengukin gue." "Tadi sempet ngobrol sih. Katanya besok mau lepas gips." "Pulangnya sama siapa?" "Ya mana gue tau. Pertanyaan lo lama-lama ngelunjak ya!" Kevand mengambil satu buah jeruk dengan santainya. "Ih itu kan punya gue!" protes Nada yang hanya dibalas tak acuh oleh sang sahabat. Kevand setiap hari mengunjungi Nada. Bahkan, ia selalu tak berganti seragam terlebih dahulu. Ia harus tahu perkembangan Nada setiap harinya. Memang agak berlebihan karena Nada hanya demam dan flu saja. Selain itu, Kevand juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat Nada hujan-hujanan dengan mata sembab yang Kevand yakini kalau sahabatnya itu habis menangis. Bukan hanya efek kedinginan biasa. Tetapi, sampai saat ini, Nada belum juga menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Kevand. Nada takut kalau dirinya akan dipaksa putus oleh Kevand seperti dirinya yang memaksa sang sahabat putus dengan Mikha yang berselingkuh. Sementara, Nada sendiri tidak tahu apakah Iel memang berselingkuh seperti yang Mikha lakukan atau ini hanya sebuah kesalahpahaman semata? "Nad, lo masih belum mau cerita sama gue?" tanya Kevand. "Apa lagi yang belum gue ceritain, sih? Kayaknya, gue udah cerita semua." "Gue nggak yakin." "Lo nyuruh gue jangan suka nuduh orang. Lo malah nuduh gue. Bagus lo begitu?" "Gue tanya sekali lagi, deh. Biar afdol." Kevand masih bersikukuh dengan pertanyaannya. "Oke! Gue ini cari makan karena mama pulang telat. Nah, karena gue mau jalan, ya udah gue keluar aja. Sekalian jajan yang lain. Gue kira, cuaca bakal baik-baik aja. Ternyata, malah hujan. Gue udah neduh gak reda juga. Akhirnya gue terobos aja. Udah. Ini. Jelas?" Nada menatap sengit ke arah Kevand karena sang sahabat masih tampak tak percaya dengan apa yang ia ceritakan. "Jangan sampe gue kasih ingus, ya lo!" Nada hendak melempar tisu yang tengah digunakan untuk menyumpal hidungnya kalau saja Kevand tidak meminta ampun. "Iyaaa gue percaya. Jorok banget sih, lo! Jauh-jauh!" Kevand mengibaskan tangannya. "Ngapain gue yang harus jauh-jauh? Kan lo yang ke sini?" Kevand hanya tertawa dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hari ini emang pulang telat, ya?" tanya Nada. "Nggak. Biasa aja." "Tumben aja lo ke sini satu jam dari bel pulang. Padahal, jarak sekolah ke rumah nggak sejauh itu." "Kepo lo!" "Ih Kevand punya pacar, ya? Kok gak cerita?" Aksi menggoda Kevand harus terhenti karena ponsel Nada berbunyi. Menandakan sebuah pesan masuk. Iel : Hai, Nad. Gimana hari ini? Udah enakan? Cepat sembuh, ya. Maaf aku nggak bisa jenguk. Nada tersenyum sendiri sampai wajahnya memerah. Hal itu membuat Kevand menatap sang sahabat dengan heran. "Lo nggak kesambet kan, Nad?" "Ha? Nggak." Nada segera menyimpan ponselnya setelah mengetikkan balasan untuk sang kekasih. "Gue tebak pasti ada chat dari Iel. Benar apa benar?" Nada malah menenggelamkan wajahnya pada boneka besar yang berada di ujung tempat tidurnya. "Idih dasar bulol!" ledek Kevand sambil melempar boneka milik Nada yang lain dan mengenai kaki Nada. Gadis itu tidak terima dan membalas apa yang Kevand lakukan. Jadilah, mereka saling melempar boneka yang membuat benda tersebut berserakan di lantai. "Oh, Kevand! Boneka gue jadi berantakan, kan! Beresin!" perintah Nada. "Lah? Lo juga yang ikut. Masa gue doang yang beresin?" "Kan gue lagi sakit, Kevand!" Nada memberikan alasan. Hal itu tak ayal membuat keduanya kembali berargumen. Meskipun, pada akhirnya Kevand juga lah yang merapikan boneka-boneka milik Nada. "Wah rapi banget. Bisa kai beresin terus kamar gue." "Ngelunjak! Mau gue berantakin lagi?" "Ya berantakin aja. Kan, lo juga ini yang beresin." Kevand hanya bisa membuang napas kasar karena kejahilan Nada. "Oh iya, ada tugas, nih." Kevand mengambil catatan dari dalam tasnya. "Gue sakit, Kevand. Malah dikasih tugas. Nggak berperikemanusiaan banget lo jadi temen gue!" "Ya kan ntar juga sembuh. Jangan banyak alasan deh, lo. Nih ya buku gue. Sekarang, gue mau balik dulu. Mandi, ganti baju biar ganteng." "Idih geli banget gue. Ya udah sono! Makasih ya." "Hmmm..." *** Nada sudah masuk sekolah karena kondisinya sudah membaik. Ia tetap menggunakan masker karena masih agak batuk. Tidak ingin menyebarkan virus di dalam kelasnya. Satu yang ia tuju saat pertama kali masuk sekolah tentu saja adalah Iel. Kekasihnya itu sudah melepas gipsnya dan sudah terlihat kembali normal. "Hai, Iel." sapa Nada. "Nad. Syukurlah kamu sudah sembuh. Aku bawain ini buat kamu. Maaf karena nggak bisa jenguk soalnya aku ada terapi." Iel menyerahkan sekotak macaron kepada Nada yang membuat gadis itu tersenyum senang. "Makasih, Iel." Nada segera bergegas menuju tempat duduknya sambil tak henti-hentinya menatap macaron yang Iel berikan untuknya. "Masih batuk nggak boleh banyak makan yang manis-manis." celetuk Kevand yang entah sejak kapan berdiri di depan bangku Nada. "Ngomong aja kalo lo kepengen!" "Tepat sekali. Bagi gue juga, ya." Kevand menunjukkan jajaran giginya yang rapi. "Sayangnya, gue nggak mau berbagi. Karena ini dari Iel." Nada berbisik di akhir kalimat. "Iel nggak suka kali kalo lo pelit." "Bodo amat nggak peduli! Lo sana deh hush!" Nada membuat gerakan mengusir agak Kevand beranjak dari hadapannya. Nada tidak ingin diganggu saat hatinya tengah berbunga-bunga. Meski begitu, sepulang sekolah Nada tetap saja memakan macaron yang diberikan Iel berdua dengan Kevand. Ya, saat ini mereka tengah berada di rumah pohon. "Udah lama banget ya kita nggak ke sini?" Nada memulai pembicaraan. "Lama tapi nggak banget. Hiperbola lo!" "Ya tapi gue ngerasanya lama banget. Terakhir ke sini kapan, ya? Lupa gue." "Yang dicariin Iel. Sebelum cowok lo masuk rumah sakit." "Oh iya!" Mengingat Iel, Nada langsung mengecek ponselnya. Siapa tahu, kali ini kekasihnya mengirim pesan juga dan ia tidak memperhatikannya. "Cie, nggak dichat, ya?" goda Kevand. "Kurang asem! Tapi iya sih nggak." Hari ini mereka pergi ke rumah pohon karena esok akhir pekan dan mereka bebas tugas. Jadi, bisa bersantai terlebih dahulu. Sebenarnya, usulan ini sempat ditolak Kevand karena khawatir dengan kondisi Nada. Tetapi, sahabatnya itu meyakinkan kalau dirinya sudah baik-baik saja dan tidak masalah untuk sekedar pergi ke rumah pohon mereka. Toh, tidak membuat dirinya kelelahan juga. "Kok kayak mendung, ya?" Kevand melihat ke arah langit. Jangan sampai, kejadian yang Nada alami terjadi kembali hari ini. Bisa-bisa, Nada kembali sakit kalau terkena hujan karena Kevand hanya membawa sepeda motor. "Cuaca labil banget deh kayak remaja." gerutu Nada yang sebenarnya masih betah berada di sana. "Betul, orangtua!" balas Kevand yang tak lupa mengejek Nada. "Heh! Nggak gitu, ya." "Lo, sih. Sok-sokan ngomong kayak remaja. Lah kita juga kan remaja." "Ya!" Nada merapikan tasnya dan bergegas terlebih dahulu dan membiarkan Kevand turun belakangan. "Gue kayak lupa sesuatu tapi apa, ya?" "Kita nggak ada tugas." "Bukan. Bukan tugas juga." "Ada barang ketinggalan di kelas?" "Nada sempat terdiam sebelum kemudian memeriksa tasnya untuk memastikan pertanyaan Kevand." "Aman." "Ya apa? Berarti nggak ada yang ketinggalan, dong." "Nggak tau, lah. Ayo balik aja. Takut keburu hujan." "Dasar remaja!" kekeh Kevand sambil memarkirkan sepeda motornya. Nada masih memikirkan apa yang sebenarnya ia lupakan. Tetapi, sampai rumah pun ia tak menemukan jawabannya. Sampai, ia melirik kalender yang berada di atas nakasnya. Lalu, melihat tanggal yang dilingkari oleh spidol berwarna merah. "Oh ya ampun ternyata ini. Besok banget, ya? Kok bisa lupa, sih? Aduh, mana belum beli apa-apa." monolog Nada yang mulai gusar. Ia mempertimbangkan apakah harus bertanya kepada Kevand atau tidak. Di tengah kekalutannya, Nada melihat nama Iel terpampang di layar ponselnya. Bukan menelepon. Hanya mengirimkan pesan. Iel : Nad, sudah tidur belum? Besok jam 7 malam aku tunggu di cafe xxx, ya. Selamat tidur <3 Nada semakin gusar karena belum tahu harus membeli apa untuk Iel nanti. Mau tidak mau, ia kembali merepotkan Kevand esok harinya untuk membeli kado apa yang cocok untuk kekasihnya. Malam ini, Nada benar-benar tidak bisa tidur dibuatnya. Mungkin, karena memikirkan kado apa yang akan ia berikan atau karena hal lain juga. *** "Udah, ini aja, deh." Kevand menunjuk kemeja hitam yang berada di tangannya. "Si Iel kan orangnya simpel. Terus sering kemejaan juga." "Tapi, kalo dia punya banyak gimana?" "Kebanyakan mikir, lo. Kalo nggak nerima saran gue, mending lo sendiri, deh. Ini udah hampir sore, Nad. Ntar lo telat tau rasa!" Nada mencebik meski akhirnya mengambil kemeja tersebut. Namun, bukannya menyetujui, Nada malah mengembalikan kemeja tersebut. "Beli yang lain aja." Kevand dengan segala kesabarannya hanya bisa membuang napas kasar karena ulah sang sahabat. Setalah menjelajahi beberapa toko, akhirnya Nada menemukan kado yang pas untuk ia berikan kepada Iel. "Nih remaja mau anniv pacaran aja ribet, ya." komentar Kevand. "Yang pacarannya nggak nyampe anniv nggak diajak!" balas Nada mengejek. "Jangan suka ngeledek orang. Nanti kena azab." Waktu berjalan begitu cepat dan hal itu membuat Nada semakin gugup. Gadis itu berkali-kali mematut dirinya di depan cermin untuk memastikan apakah sudah cocok atau belum. Riasannya sudah sesuai atau belum. Sampai, Kevand menggedor pintu kamarnya agar Nada segera berangkat. "Nada cepet! Lama banget sih, lo." "Iya, bentar lagi!" "Bentar terus dari setengah jam yang lalu. Macet tau rasa, lo." "Iya ini udah. Cerewet banget. Ikhlas gak sih nganterin gue?" balas Nada yang sudah keluar dari dalam kamarnya. Sepertinya, untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Karena, ban mobil Kevand mengalami kebocoran di tengah jalan. Nada berusaha menghubungi Iel tapi tak ada jawaban. Ia juga mencoba mencari kendaraan dan baru menemukannya setengah jam kemudian itupun ban mobil Kevand juga sudah diganti. "Nad sorry ya jadi telat." "Ini kan nggak sengaja. Gue juga nggak nyangka bakal gini. Ya udah lah. Yang penting kita udah bisa jalan lagi." Benar, ini memang bukan kesalahan Kevand. Jadi, Nada tak bisa menyalahkan sang sahabat begitu saja. Pukul tujuh lebih empat puluh lima menit, Nada baru sampai di kafe yang Iel beritahu. Saat masuk, ia menyisir pandangannya ke sekeliling tempat itu tapi tak menemukan Iel sama sekali. "Apa Iel pulang, ya?" Bahu Nada turun dengan lemas. Namun, seorang waitress memanggilnya. "Nada, ya? Ditunggu di atas." tunjuknya ke arah tangga yang menghubungkan ke lantai dua yang terbuka. "Oh baik. Terima kasih." Nada segera berlari menaiki tangga. Ia bisa melihat sang kekasih duduk di sana sambil memainkan ponselnya. Ya, hanya ada Iel di sana. "Iel." panggil Nada sambil mengatur napasnya. "Sorry aku terlambat." "Duduk, Nad." Iel masih dengan wajah tenangnya. "Iel, aku beneran minta maaf." "Makan dulu." Iel masih belum merespon permintaan maaf Nada. Daripada tak kunjung selesai, Nada memilih menyantap makanan di hadapannya meski perasaannya tak karuan. "Iel, happy anniversary." Nada menyerahkan kado yang sudah ia persiapkan. "Hmm..." "Iel pasti marah, kan? Aku juga nggak expect kalo ban mobil Kevand bakal bocor di tengah jalan. Jadi---" "Kamu tergantung banget sama Kevand, ya? Sampai-sampai, harus sama dia terus? Kalau kamu memang keberatan berangkat sendiri, kamu bisa hubungi aku, Nad. Aku yang bakal jemput kamu." "Sorry." Nada hanya bisa mengatakan itu. "Nad, sebenarnya pacarmu siapa, sih? Aku atau Kevand?" Nada yang semula menunduk, kini mengangkat kepalanya. "Kita udah pernah bahas ini, Iel." "Teman, teman, sahabat kecil atau apalah itu. Jangan-jangan, yang bikin Kevand putus itu memang kamu?" "Kamu keterlaluan, Iel. Kenapa kamu bisa sampai berpikir sejauh itu? Aku sama Kevand memang bersahabat. Sebatas itu!" Nada melakukan pembelaan. "Let's break up, Nad." Nada tidak percaya dengan apa yang didengarnya saat ini. Iel memutuskannya? Dengan alasan yang sama sekali tidak masuk akal seperti ini. "Aku nggak bisa kayak gini terus, Nad." Air mata Nada sudah jatuh tanpa bisa ditahan. Tetapi, ia mengusapnya dengan cepat. Karena, ia masih belum menyampaikan keberatan yang ada di hatinya. Ia masih membiarkan Iel bicara terlebih dahulu. "Kita udahan aja ya, Nad." "Iel dengerin aku. Pertama, Kevand putus karena Mikha selingkuh. Itu jelas. Bukan aku yang jadi penyebabnya. Kedua, orang yang memang benar, tidak akan menuduh orang lain seperti ini. Aku kira, selama ini kamu percaya sama aku. Sama kayak aku yang terus percaya sama kamu biarpun aku..." Nada menjeda ucapannya karena dadanya terasa sesak saat akan mengatakan apa yang sempat ia lihat malam itu. "Kamu tau apa yang bikin aku sakit? Kamu, Iel. Kamu! Tapi aku masih mencoba percaya kalau apa yang aku lihat itu salah. Aku membela Kevand dan menyuruhnya putus karena dia diselingkuhi. Mungkin, kalau aku bilang sama Kevand tentang apa yang aku lihat malam itu, Kevand juga bakal nyuruh aku putusin kamu. So, let's break up. Aku nggak doain kamu bahagia sama selingkuhan kamu." Setelah mengatakan itu, Nada segera bergegas dari sana. Meninggalkan Iel yang tengah mencerna apa yang Nada katakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN