Oma tiba dirumah tepat pukul tujuh malam. Lyora sudah menunggunya diruang makan agar mereka bisa makan bersama disana. Sebab malam ini sudah banyak Lyora masakan menu makanan kesukaan Oma. Berharap jika Oma tak lagi marah padanya juga memperbaiki hubungan mereka agar tak lagi ada kesalah pahaman. Meski Lyora tahu jika tak akan semudah itu Oma akan memaafkannya.
"Assalamu'alaikum," salam Oma. Seperti biasa dengan tatapan yang sinis.
"Wa'alaikumussalam Oma," jawab Lyora dengan senyuman manisnya seraya menyalaminya takzim.
"Bagaimana keadaan kamu sekarang? Besok sudah bisa masuk kerja kan?"
"Alhamdulillah sudah jauh lebih baik Oma. Iya Oma, sepertinya besok Lyora sudah bisa kembali bekerja. Karena Lyora juga sudah gak enak sama Bu Kinan,"
Oma tak berkata apa-apa seraya berlalu begitu saja. Namun Lyora mencegahnya dengan memegang satu lengannya dengan erat.
"Oma tunggu,"
"Kamu ini apa-apaan sih! Oma capek kepengin istirahat!" bentak Oma.
"Kita makan sama-sama ya Oma, aku udah masakin makanan kesukaan Oma,"
"Maaf ya. Oma gak sudi makan satu meja dengan seorang perempuan yang durhaka seperti kamu. Lebih baik kamu minta sama Nila untuk antar makanannya kekamar Oma. Karena Oma sudah sangat muak lihat wajah kamu!" caci Oma sarkas seraya berlalu begitu saja. Meninggalkan Lyora yang kini kembali menitihkan airmatanya.
Lagi-lagi jantung hati Lyora seakan tertombak seketika. Setiap cacian Oma selalu saja membuatnya bagaikan sebuah sampah yang memang sudah kehilangan fungsinya. Sebab dimana pun ia berada, Oma tetap membencinya. Seberapa pun kerasnya Lyora mencoba untuk meminta maaf, tak satu pun cara yang Oma indahkan bahkan selalu saja hinaan yang Oma katakan kepada Lyora sesuka hatinya. Hingga ia rasa memang sudah tak ada lagi sebuah cara yang mampu membuat keadaan hubungan keluarganya dapat kembali harmonis, nyaman, indah juga penuh dengan kebahagiaan. Dan kini, Lyora putuskan untuk segera menyiapkan makan malam untuk Oma dan meminta Bi Nila untuk segera mengantarkan kekamar Oma.
Lyora hanya mengaduk-aduk makan malamnya tanpa ia suap sekali pun kedalam mulutnya. Sebab seketika nafsu makannya telah menghilang setelah Oma mencacinya dengan nada tinggi. Tatapan Lyora kosong kesembarang arah dengan segala pikiran yang begitu tak karuan. Sebab sudah begitu lelah rasanya ia coba berbagai cara untuk memperbaiki hubungannya dengan sang Oma. Lyora sempat berpikir jika ia memang harus segera pergi dari rumah Omanya namun ia tak pernah punya tujuan kemana ia harus pergi. Dan jika ia harus menikah pun ia tak punya kekasih hati yang dapat menyayangi juga mencintainya dengan setulus hati.
Akhirnya, Lyora tinggalkan begitu saja makan malam miliknya seraya ia masuki kamarnya. Lyora hempaskan tubuhnya diatas ranjang dan kembali terisak disana. Meratapi setiap kepedihan yang ada juga kembali mengingat setiap moment terburuk dalam hidupnya. Dikala sang Oma selalu saja bersikap kasar juga tak pernah memiliki kasih sayang yang sebenarnya kepada dirinya.
***
Kali ini Leonard kembali mengajak Andy untuk berdiskusi di sebuah caffe. Karena kali ini ia ingin benar-benar serius untuk mencari calon istri yang dapat segera ia nikahi dalam waktu dekat ini. Disamping ia sudah tak punya banyak waktu. Juga ia yang sudah muak dengan setiap tekanan yang Mamanya berikan. Setibanya disana Leonard segera menduduki kursi yang telah direservasi oleh Andy. Dan Leonard segera memesankan secangkir kopi untuk Andy.
"Selamat malam Pak Leon, saya mohon maaf ya Pak saya sedikit telat," ucap Andy yang baru saja datang.
"Gak apa-apa Leon. Saya juga baru saja datang. Silahkan duduk," pinta Leonard.
Setelah menduduki kursinya tak lama kemudian pelayan datang menyajikan dua cangkir kopi dihadapan mereka. Mereka mulai menyesap kopi mereka dan kini Leonard yang lebih dulu angkat bicara.
"Andy,"
"Iya Pak,"
"Sebenarnya saya mengajak kamu bertemu saya disini karena saya ingin meminta bantuan kamu untuk mencarikan istri untuk saya," jelas Leonard yang membuat kedua pupil Andy membulat. Sebab yang Andy tahu Leonard memang begitu anti dengan perempuan. Namun saat ini secara tiba-tiba ia meminta dicarikan istri.
"Saya gak salah dengar kan Pak?" tanya Andy mencoba memastikan.
"Iya tidak. Saya ingin menikah, lebih tepatnya saya dipaksa menikah dengan Mama saya. Tapi saya gak pernah dekat sama perempuan apalagi punya pacar. Saya juga gak mau sembarangan menikah. Jadi posisi saya saat ini benar-benar sedang sangat terhimpit Ndy," jelas Leonard dengan ekspressi wajah yang terlihat frustrasi. Dan Andy paham betul seperti apa perasaan atasannya saat ini.
"Saya juga jadi bingung Pak kalau begini. Tapi, Pak setahu saya banyak sekali wanita cantik yang mengagumi Bapak. Apa sebaiknya Bapak memilih salah satu dari mereka saja ya Pak?"
Leon menggeleng kuat dengan ekspressi penolakan. "Enggak Ndy saya gak bisa. Karena sebenarnya yang mereka sukai itu jabatan dan kekayaan saya. Bukan pure diri saya. Karena saya tahu betul akan hal itu,"
Andy menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menautkan kedua alisnya, "Lalu sebaiknya bagaimana ya Pak. Karena jujur saya gak pernah tahu seperti apa wanita kriterianya Pak Leon,"
"Sebenarnya saya pernah merasa nyaman ketika dekat dengan seorang wanita Ndy. Tapi saya gak yakin jika wanita itu masih single dan juga bersedia menikah dengan saya," ungkap Leonard malu-malu. Hingga kini kedua pipinya mulai memerah.
"Oh ya? Siapa itu Pak Leon? Pasti perempuan itu sangat spesial ya Pak," tanya Andy dengan penuh rasa penasaran. Sebab selama ini Leonard begitu dingin juga angkuh kepada setiap wanita.
Dan kini, Leonard masih saja terdiam dan enggan untuk menjawabnya. Sebab ia sedang merasa sangat malu saat ini. Karena memang untuk pertama kalinya ia merasakan hal itu kepada wanita. Andy yang mulai mengerti pun tak memaksakan untuk bertanya lebih jauh. Namun Andy mulai menebak siapa perempuan yang tengah Leonard bicarakan saat ini.
"Sepertinya saya tahu deh Pak siapa perempuan yang Bapak maksud kali ini," ucapan Andy sontak membuat Leonard terkesiap dan kini ia mulai menatap Andy.
"Maksud kamu?" tanya Leonard dengan kedua alis yang saling bertautan.
"Apa benar perempuan yang Pak Leon maksudkan itu Mbak Lyora Pak?" Andy bertanya balik dengan hati-hati juga tersenyum manis padanya.
Uhuk..uhuk..uhuk..uhuk..
Pertanyaan Andy membuat Leonard yang tengah menyesap kopinya kini tersedak seketika.
"Aduh Pak Leon, tebakan saya salah ya Pak? Saya mohon maaf ya Pak," ucap Andy tak enak hati seraya memberikan segelas air mineral yang telah tersedia kepada Leonard.
Leonard tak menjawabnya dan dengan segera meminum dengan perlahan air mineral miliknya. Berusaha menenangkan diri juga bersikap biasa saja. Sebab ia merasa sedang begitu gugup saat ini.
***
To be continue