Crash

1053 Kata
Setelah menyelesaikan meetingnya, Leonard segera pergi keruangannya. Ia pandangi wajahnya disebuah cermin yang berada digenggaman wajahnya. Ia coba untuk tersenyum sinis, tersenyum manis, untuk menatap dalam juga tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi putihnya yang rata. "Perasaan gue gak jelek kok. Tapi emang lumayan banyak juga wanita yang ngedeketin gue. Tapi apa Lyora sama seperti mereka? Gue gak suka kalau nanti Lyora remehin atau bentak gue sama hal nya seperti Mama yang melakukan hal itu ke gue!" Monolog Leonard seraya ia letakan dengan kasar cermin itu. Kembali ia pandangi wajahnya yang kini tengah menatap sinis juga tatapan mata yang tajam. "Jadi kayak gini ya ekspressi gue waktu gue ketemu atau bicara sama setiap wanita. Serem juga ya gue. Tapi kenapa mereka masih berusaha untuk kejar gue!" lanjutnya lagi. "Berarti gak akan sulit dong nanti malam buat gue ngedeketin Lyora. Aduh Leooooon! Kenapa harus juga lo harus turunin harga diri lo demi wanitaaa! Andai menikah bukan suatu persyaratan! Gak mungkin gue ngelakuin hal konyol ini!" umpat Leonard seraya kembali meletakan cerminnya. Dengan segera Leonard beranjak dari posisi duduknya dan pergi ke sebuah boutique untuk membeli suit baru agar penampilannya malam nanti semakin terlihat keren. Dan Lyora akan jatuh hati kepadanya. Satu, dua, tiga suit sekaligus yang Leonard beli kali ini. Dan kini ia segera ia hubungi hair stylis langganannya untuk memake over rambutnya agar terlihat lebih cool juga menawan. Agar penampilannya semakin paripurna malam ini. "Wah Mas Leon kelihatan makin ganteng Mas," puji Rico. Yakni hair stylis langganannya. "Oh ya, ini sudah cocok?" tannya Leonard seraya memandangi wajahnya dikaca rias. "Sudah kok Mas. Malahan cocok banget," pujinya lagi. Yang membuat Leonard tersenyum-senyum sendiri dikala memandanginya. Karena memang malam ini ia terlihat semakin manly juga tampan. *** Lyora mulai terlihat pucat karena mulai merasa kelelahan. Hari pertama kembali kekampus setelah ia sakit membuat kondisi tubuhnya cukup lemas juga sedikit sulit untuk menyesuaikan dirinya. Beruntung ini adalah mata kuliah terakhir Lyora. Sehingga ia dapat dengan segera kembali pulang dan beristirahat. Setelah pelajaran selesai dengan bersemangat Lyora mulai membenahi semua buku pelajaran juga perlengkapan belajarnya. Baru saja Lyora menginjakan kakinya keluar kelas, ada seseorang yang memanggilnya. "Lyora tunggu," panggil Bu Fara. Yakni dosen Lyora yang baru saja selesai mengajarnya. Dengam segera Lyora pun membalikan tubuhnya seraya tersenyum kepada Bu Fara. "Iya Bu. Ada apa ya?" Bu Fara tak menjawabnya dan hanya mengeluarkan sebuah surat dari tas yang dijinjingnya. "Ini Lho Ra. Saya ingin menyampaikan surat dari kampus yang diamanatkan ke saya untuk kamu," jelas Bu Fara seraya memberikan sebuah surat itu. Lyora mulai menatap nanar kearah Bu Fara seraya tersenyum getir. "Oh iya Bu. Terimakasih banyak ya Bu," "Iya Lyora, Sama-sama. Jaga kesehatan ya Lyora. Jangan sampai kamu sakit dan semakin merusak jadwal kuliah kamu. Saya duluan ya," ucap Bu Fara. "Baik Bu hati-hati. Terimakasih Bu Fara," jawab Lyora seraya mulai membaca isi surat yang baru saja ia terima. Baru saja membaca judulnya, sudah membuat Lyora tak mampu untuk menahan airmata yang kini kembali menganak sungai dipipi mulusnya. Sebab memang benar. Jika surat yang baru saja Lyora baca adalah sebuah tagihan biaya kuliahnya. Sehingga membuat dadanya menyesak seketika. Sebab memang ia tak punya uang untuk segera melunasi semua hutang-hutangnya dikampus. Sedangkan jika tidak dengan segera Lyora melunasi segalanya. Maka ancamannya Lyora akan segera di drop out dari kampusnya. Andai beasiswa itu tak dicabut. M,ungkin keadaannya tak akan sesulit ini. Hutang biaya kuliahnya kini mulai memasuki angka puluhan juta. Sedangkan ia tak bisa melunasinya dengan sekejap lewat bantuan sang Oma yang takkan pernah memberinya pinjaman dalam bentuk apapun itu. Gajinya selama bekerja pun sudah habis untuk melunasi biaya sebelumnya juga kebutuhannya sehari-hari. "Gue harus gimana sekarang. Gue gak mau mimpi gue berhenti sampai disini. Gue gak mau ngecewain Mama dan Papa. Hiks..hiks.. gak mungkin kan kalau gue harus minta tolong ke Oma yang setengah mati bencinya sama gue. Hiks..hiks.. Gak mungkin juga kalau gue harus minta bantuan Bu Kinan yang jelas-jelas udah terlalu sering gue repotin disetiap masalah yang ada. Hiks..hiks.." monolog Lyora yang tengah dirundung keputus asaan didalam hidupnya. Lyora berjalan gontai menuruni anak tangga kampus dengam pikiran yang melayang entah kemana. Tangisnya pun semakin pecah mengingat setiap makian sang Oma yang begitu menusuk hati. Sehingga tak memungkinkan jika ia harus meminta pertolongan kepada sang Oma. Ia bagai kehilangan arah juga tujuan dalam hidupnya kini. Hanya sebuah kepasrahan yang mendominasi dirinya. Lyora terus saja berjalan menatap kosong kearah depan. Kini baru saja Lyora tiba didepan kampusnya yang memang mulai cukup minim penerangannya. Hingga tak ia sadari jika saat ini ada sebuah batu yang cukup besar tepat dihadapannya. Brukkk... Awh... "Oh My God!" pekik Leon yang dengan segera menghentikan laju mobilnya. Semua buku pelajaran serta isi dari paper bag yang Lyora bawa berserakan kemana-mana. Dan pada saat itu juga waktunya bersamaan dengan kedatangan mobil Leonard yang melintas dihadapannya. Hingga kini buku-buku serta barang-barang milik Lyora terlindas begitu saja. Dan tanah merah membuat semuanya kotor saat ini. Dengan segera Lyora pun berjongkok memunguti semua barang-barangnya yang berserakan dimana-mana. "Astaghfirullah buku gue, ya ampun flashdisk gue. Flashdisk gue dimana ini. Oh My God semua bahan skripsi gue ada disana.. hiks..hiks.." isak Lyora seraya terus berusaha untuk mencari. Kini Leon mulai menghampirinya seraya ikut berjongkok disamping Lyora. "Lyora sorry saya gak sengaja," ucap Leon tak enak hati. Namun Lyora tak mengindahkannya seraya terus berusaha mencari flashdisk yang paling berharga dalam hidupnya. Sebab memang masa depannya ada disana. Yakni bahan skripsi yang sudah sejak lama ia susun dengan rapi. "Lyora please maafkan saya ya. Karena tadi saya benar-benar gak lihat kalau ada kamu disana," jelas Leonard lagi yang mulai merasa panik sebab tangis Lyora yang semakin pecah. Hingga kini Lyora mulai menemukan flashdisk yang sejak tadi ia cari. Namun sayang flasdisk itu pecah karena lindasan ban mobil Leon. Membuat Lyora semakin merasa putus asa juga amarahnya meningkat berkali-kali lipat saat ini. Lyora alihkan pandangannya kearah sumber suara seraya menatap tajam kearahnya dengan wajah yang basah. "Jadi Bapak yang sudah tabrak saya! Bapak nyetir gak pakai mata ya Pak! Bapak tahu gak, semua barang saya kotor dan rusak karena kecerobohan Bapak! Bahkan masa depan saya juga Bapak hancurkan hingga seperti ini!" maki Lora dengan nada tinggi juga penuh amarah. Hingga Leonard membulatkan kedua bola matanya. Menatap tak kalah tajam kearah Lyora seraya merapatkan bibirnya. *** To be continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN