Beautiful Wound | 5

856 Kata
Deringan ponsel di atas meja, membuat seorang  pria yang sibuk melamun memandang objek di depannya tersentak, ia segera mengambil ponselnya dan senyum seindah pelangi itu langsung tercetak di wajah tampannya saat melihat id caller sang penelpon.                   “Hallo sayang,”                   “Aksa, kau tidak lupa’kan jika hari ini aku mengajakmu makan siang, dan aku ingin membawamu pada seseorang.” Ujar suara di seberang sana yang terlihat begitu ceria. Pria itu tersenyum sebelum membalasnya.                   “Tentu saja aku mengingatnya sayang, baru saja aku akan bersiap, apa kau perlu aku jemput?”                   “Tidak perlu, kau pergilah lebih dulu, aku masih harus menyelesaikan urusanku, aku tidak tega membiarkannya menunggu terlalu lama.”                   “Baiklah. Aku benar-benar penasaran siapa orang itu.”                   Setelah sambungannya terputus ia segera mengambil jas dan kunci mobil yang terletak di meja kerjanya dan segera menuju cafe yang dimaksud gadisnya itu. Gadisnya? Ia tersenyum mengejek dirinya,  bagaimana bisa ia menjadi pria sebrengsek ini, masih memikirkan gadis lain saat ia sudah memiliki kekasih dan bahkan mereka hampir bertunangan.   ***                   Rania menikmati waktu bersantainya sebelum ia memulai hari pertamanya bekerja, ia bersenandung kecil mengikuti alunan musik yang ada di cafe itu, ia benar-benar menikmati waktunya bersantai, sampai tubuhnya menegang saat melihat orang yang baru saja memasuki cafe itu, kini ia terlihat semakin tampan dan dewasa dengan setelah jas kantornya, tubuh atletisnya terlihat sempurna dan ia sudah berubah menjadi sosok pria dewasa yang dikagumi para wanita dengan wajah tampannya yang bagaikan dewa-dewa Yunani.                   “Rania,” Satu kata berhasil lolos dari bibir pria itu, satu kata yang mewakili bagaimana perasaannya yang meluap-luap melihat gadis itu kembali dengan selamat, dengan langkah panjang-panjang ia menghampiri gadis yang begitu dirindukannya selama ini.                   “Maaf.” Hanya itu yang mampu terucap dari bibir Rania, ia mengambil tasnya dan segera pergi, ia belum siap dengan kenyataan, kenyataan jika perasaannya pada Aksa masih sama seperti tujuh tahun yang lalu, kenyataan jika Aksa mencintai saudaranya, ia belum siap dengan itu semua, ia perlu menata hatinya dan mempersiapkan diri menerima kenyataan itu, dan saat ia sudah bisa menerimanya, ia akan menemui Aksa dengan senyuman.                   “Maafkan aku. Kebodohanku adalah terlambat menyadari perasaanku padamu, karena kebodohanku yang selalu menekan perasaanku demi menjaga persahabatan kita. Aku mencintaimu Kirania.” Aksa harus menelan kekecewaan saat melihat Rania pergi melewatinya begitu saja, gadis itu bahkan  enggan menatapnya, satu kata yang gadis itu ucapkan membuatnya tersadar akan kesalahannya di masa lalu, ia telah menyakiti gadis itu dan kini yang bisa ia lakukan hanya menatap nanar gadis yang perlahan-lahan menghilang dari jarak pandangnya, gadis yang begitu ia rindukan sejak lima tahun lalu, yang tiba-tiba menghilang setelah kata-kata tajam itu terucap dari mulutnya, yang menimbulkan goresan luka untuk Rania.                             Gadis itu keluar dari cafe dengan punggung bergetar, perasaan bodoh yang masih dengan lancang  menggerogoti hatinya, mencintai pria yang mencintai saudaranya. Sedangkan sosok pria yang kini terlihat semakin  dewasa dan matang itu hanya bisa menatap kepergian punggung sahabatnya, sahabat yang ia cintai, tapi bodohnya perasaan itu terlambat ia sadari, hingga keadaan menjadi tidak terkendali, bahkan ia tidak bisa mengendalikan hatinya setelah kepergian Rania, hingga akhirnya ia harus menempuh jalan yang salah karena kebodohannya.                   “Sa, apa kau menunggu lama?” Suara seorang gadis memenuhi gendang telinga Aksa, membuatnya tersadar dan segera merubah ekspresinya. Ia berbalik dan menatap seorang gadis yang memiliki wajah yang sama dengan gadis yang baru saja keluar cafe itu.                   “Di mana Rania, aku memintanya untuk datang juga.” Kirana memandang ke seluruh penjuru cafe, retinanya mencari keberadaan saudara kembarnya.                   “Sepertinya dia baru saja mendapat telepon penting,  dan  setelahnya ia pergi dengan terburu-buru.” Ujar Aksa tersenyum, senyum miris lebih tepatnya. Telepon penting? Bahkan gadis itu tidak menerima  telepon tadi, lebih tepatnya gadis itu menghindar untuk bertemu dengannya.                   “Benarkah? Ck anak itu, baru sehari di Jakarta, tapi sudah disibukkan dengan pekerjaan.” Ujar Kirana  merangkul lengan Aksa dan mengajak pria itu duduk.                   “Apa yang ingin kau bicarakan Ki.... sayang.” Lidah Aksa terasa kelu mengucapkan kata terakhir itu, selama tujuh tahun ini semuanya telah berubah, hanya satu yang masih sama seperti dulu bagi Aksa, hatinya yang selalu terukir nama Rania di sana , ia menempatkan nama Rania di tempat paling tinggi di hatinya. Namun karena keadaanlah yang membuat ia harus mengorbankan perasaannya.                   “Aahh... apa kau melupakan sesuatu? Aku ingin membicarakan tentang pertunangan kita, Aksa. Dua bulan lagi, jangan bilang kau lupa dengan itu. Ck.” Aksa tersenyum tipis, dan menggenggam tangan Kirana.                   “Mana mungkin aku melupakannya sayang. Aku hanya tidak menyangka kau menyiapkannya secepat ini.”                   “Ck. Tentu saja kita harus menyiapkannya jauh-jauh hari, ini hanya sekali seumur hidup. Maka dari itu aku harus mempersiapkannya dengan baik.” Kirana tak henti-hentinya tersenyum, membuat Aksa ikut menyunggingkan senyum manisnya walau hatinya menangis perih.                   “Aku menyerahkan semuanya padamu sayang. Apapun yang kau inginkan aku akan menurutinya.” Aksa mengusap lembut tangan Kirana dan tersenyum tulus seperti biasanya, ia tidak menyangka  jika hubungannya dengan Kirana akan sampai sejauh ini.                   “Baiklah. Tapi untuk cincin pertunangan aku ingin kita memilihnya bersama.” Aksa hanya mengangguk dan lagi-lagi memberikan senyumnya pada gadis di depannya kini, sebelum seorang pelayan datang membawa buku menu dan bertanya untuk pesanan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN