"Ryota mendorong Krystal ke kolam?" Esma langsung pergi keluar setelah mendengar laporan dari pelayan.
Nadine, Nia dan Ardi juga langsung mengikuti. Mereka dibuat tidak percaya, karena meskipun Ryota anak yang ekspresif dan aktif sejak kecil, tapi juga yang memiliki EQ paling tinggi, selalu perhatian dengan sekitarnya.
Elliot menyaksikan segalanya dari lantai dua kamarnya. Tidak ada ekspresi apapun di wajahnya, bahkan saat semua pelayan panik. Tatapannya hanya tertuju pada seseorang yang masih berada di pinggir kolam. Dia bisa melihat senyum puas di wajah sepupunya itu.
"Kamu sangat tidak masuk akal!" Krystal memarahi penuh emosi, mengusap wajahnya yang basah. Matanya memerah berkaca-kaca melihat Ryota yang juga sedang menatapnya.
"Nona, naik dulu!" Pak Lim hendak membantu Krystal naik, tapi gadis itu menepis tangannya. Dan memilih untuk naik sendiri.
Ryota yang masih di dalam air hanya diam memandangi adiknya yang terlihat sangat marah. Dia pun merasa bersalah, tidak menyangka mereka akan jatuh ke kolam.
"Aku membencimu!" Krystal mengatakannya dengan keras tepat di depan wajah Mark.
Mark tampak tenang, dia senang melihat kemarahan gadis itu. Air masih terus menetes dari tubuhnya, benar-benar terlihat menyedihkan.
"Krystal!" Esma melihat cucunya itu sudah basah kuyup, sedangkan Ryota masih di dalam air. "Apakah kamu terluka, nak?"
"Pak Lim minta pelayan membawakan air hangat!" pintanya, setelah mengambil handuk dari tangan pelayan dan membungkus tubuh basah cucunya.
"Aku akan ke kamar!" Krystal benar-benar berusaha menahan tangis. Dia tidak akan membiarkan Mark melihat dia semakin menyedihkan.
Pak Lim menyuruh pelayan mengikuti langkah Krystal. Dia mulai menjelaskan kejadian yang dia tahu pada nyonya Esma. Sayangnya dia hanya tahu kalau Krystal bertengkar dengan Ryota. Bagaimana keduanya bisa jatuh ke kolam, tidak ada yang mengetahui. Saat mereka bertengkar, tidak ada pelayan yang berani tinggal untuk melihat, mereka langsung mencoba mencarinya.
"Naiklah, sayang!" Nadine melihat ekspresi bersalah di wajah putranya. Dia meminta pelayan memberikan handuk.
Mengabaikan tatapan tajam dari sang nenek, Ryota sudah naik dan mengeluarkan ponselnya untuk melihat apakah itu masih menyala atau tidak.
"Apa yang kalian permasalahkan? Kenapa sampai membuat adikmu jatuh ke air?" Esma tahu keduanya bisa berenang, tapi dalam keadaan seperti itu, hal buruk bisa saja terjadi. Dia tidak bisa melihat cucunya hampir menangis seperti tadi.
"Ibu, bukan hanya Krystal yang jatuh, Ryota juga!" Nia mengingatkan ibunya, karena merasa tidak adil jika keponakan laki-lakinya di salahkan begitu saja.
Ardi menyenggol lengan istrinya, dia merasa semuanya tidak sesederhana itu. Karena putranya sedang berdiri di tepi kolam. Dia curiga putranya terlibat.
Mark merasakan tatapan papanya, dia hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu. Tapi dengan senyum sangat lebar.
Ryota sendiri tidak berniat menjelaskan, dia melihat ke arah bangunan di sisi lain kolam. Itu adalah kamar Krystal, dia sedikit khawatir saat mendengar suara Krystal sedikit bergetar tadi. Gadis itu akan baik-baik saja kan?
Kemudian tatapannya beralih pada Mark. Laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya, itu sangat kejam. Jika dia tidak mencoba menahan Krystal, bisa jadi gadis itu mengalami cidera serius. Meskipun pada akhirnya mereka sama-sama jatuh ke kolam.
"Apa? Kamu ditanyai oleh nenek. Cepat jawab! Atau aku yang harus menjelaskan?" Mark tersenyum miring mendapatkan tatapan tajam dari Ryota.
"Ganti bajumu, temui nenek setelah ini!" Esma sudah hidup lebih lama dari semua orang di sana. Dia bisa merasakan kalau situasinya salah. Kebungkaman Ryota juga membuktikan dia tidak mungkin salah menilai karakter anak itu.
Ryota beranjak pergi bersama Nadine. Dia masih tidak mau bicara. Dia mengerti, mamanya pasti ingin mendengar apa yang sebenarnya terjadi. Tapi mengingat mamanya tidak menyukai Krystal, dia memilih untuk tidak mengatakan apapun.
Semua orang akan pergi, tapi Esma menghentikan Nia dan Ardi. Melihat ke punggung Mark yang sudah melangkah meninggalkan tempat itu.
"Tanyakan pada Mark. Ibu gak mau hal seperti ini terjadi lagi. Semuanya adalah cucuku, membimbing mereka adalah tugas kita sebagai orang yang lebih tua. Anak-anak masih jauh dari kata bijak, apa yang terjadi hari ini adalah kelalaian kita!"
Nia tidak setuju dengan ibunya, kenapa harus menanyai putranya? Sudah pasti Krystal yang membuat ulah. Sebelumnya para saudara akur, bahkan jika mereka tidak terlalu akrab. Hanya ketika Krystal tiba, anak-anak mulai bertengkar.
"Iya Bu. Nanti aku akan menelepon setelah menanyainya!" Ardi tentu ingin tahu yang sebenarnya. Meskipun menganggap ini hanya pertengkaran kecil antara anak-anak, bukan berarti dia akan diam saja.
"Kita akan pulang? Tapi aku masih ingin makan malam bersama ibuku!" Nia belum mau pulang, dia bahkan baru beberapa jam di sini.
Ardi meninggalkan Nia, karena tahu istrinya pasti akan mengikutinya. Meskipun Nia banyak mengeluh, tapi istrinya itu cukup penurut. Nia juga sosok ibu yang baik, anak-anak pun tidak pernah gagal dalam nilai dan tidak pernah melanggar batasannya.
Esma melihat bagaimana putrinya yang tampak kesal itu mengikuti langkah Ardi. Dia bersyukur, memiliki menantu yang sabar dengan sikap kekanakan Nia.
_
Ryota sudah berganti pakaian, dia juga langsung menemui nenek di ruang baca neneknya. Ada pak Lim yang sedang membantu neneknya mengambilkan buku di rak. Neneknya adalah pecinta buku, tidak heran di usia tuanya, ingatannya masih kuat dan masih sangat berwawasan luas.
"Duduklah, minum teh jahe. Apakah kamu terluka?" Esma tadi terlalu gugup dengan keadaan Krystal, hingga lupa menanyakan keadaan Ryota.
Ryota minum dengan patuh, dia berinisiatif menjelaskan kejadian yang sebenarnya, sebelum neneknya bertanya.
"Naik motor sangat berbahaya. Nenek tahu, ada banyak kendaraan di jalanan Jakarta, bagaimana jika ada orang ceroboh? Aku tidak bisa diam saja, tapi Krystal sangat keras kepala!" Ryota mengatakan alasan awal dari perselisihan sore ini.
"Nenek yang salah. Karena tidak bisa menghentikannya, melihat bagaimana bahagianya anak itu bercerita tentang idolanya yang juga naik motor yang sama dengannya, membuat nenek lupa tentang resiko tersebut!"
Ryota mengerutkan keningnya, "Nenek, itu hanya alasannya. Krystal suka main-main, tapi naik motor bukan hal main-main. Lebih baik jika ada sopir mengantar jemputnya!"
Melihat bagaimana Ryota sangat kekeh dengan pendapatnya, pak Lim memiliki sedikit pendapat. Dia melihat pada nyonya Esma, dan merasakan kebimbangannya. Di satu sisi tidak ingin membuat Krystal kecewa dan sisi lainnya, Ryota juga hanya mengkhawatirkan keselamatan Krystal.
"Nona muda belum terbiasa ada orang yang perhatian padanya, selama ini ibunya selalu sibuk bekerja. Dia tidak banyak dilarang dalam melakukan sesuatu. Dan juga, sebelumnya nona ingin ikut ke mobil tuan muda, tapi mendapatkan penolakan. Naik motor hanya salah satu bentuk protes, nona ingin menunjukkan dia baik-baik saja sendiri. Juga, nona terlihat bahagia menaiki motornya. Senyumnya sangat lebar, bahkan saat wajahnya menunjukkan kelelahan!"
Esma dan Ryota takjub dengan pendapat pak Lim. Keduanya mendengarkan dengan penuh pertimbangan.
"Pak Lim sepertinya sudah mengenal gadis itu dengan baik!" Ryota sedikit iri, dia tidak suka bagaimana orang lain membantah pendapatnya dengan bagitu baik.
Esma menunjukkan rasa hormat pada pak Lim, karena membantunya menganalis semuanya.
"Jadi, kalian tadi bertengkar tentang masalah naik motor, kemudian tidak sengaja terpeleset?" Esma tahu Ryota menutupi sesuatu.
Ryota mengangguk, dia tidak ingin memperpanjang masalah. Meskipun dia belum menerima keberadaan Krystal sepenuhnya, dia tidak ingin neneknya salah paham dan berpikir dia membenci gadis itu.
"Jika sudah cukup tenang, temui adikmu. Dia masih baru di sini, pasti terkejut saat kamu memarahinya. Coba katakan pendapatmu dengan cara yang lebih baik. Seperti yang dikatakan pak Lim, Krystal tidak terbiasa dengan banyak perhatian di sekitarnya. Kita adalah keluarganya, kita akan menjaganya dan menunjukkan kehangatan keluarga Martin!"
"Iya, Nek!" Ryota menunduk, dia kembali membayangkan saat Krystal jatuh ke kolam. Tangannya terkepal erat.
_
"Krystal, bolehkah aku masuk?"
Krystal mengenali suara orang di luar. Dia membuka pintu, melihat kakaknya datang membawa bungkusan.
"Apakah kamu sedang belajar?" Lionel masuk ke dalam, melihat ada buku-buku di atas tempat tidur.
Krystal naik ke tempat tidur, membereskan buku-buku tersebut. "Mencari tugas yang diminta guru, aku lupa tugas itu di buku mana!"
"Hubungi temanmu, tanyakan padanya!" Lionel meletakkan bungkusan yang dibawanya, melihat buku-buku itu.
"Aku belum terlalu akrab dengan mereka. Malas untuk menanyakannya! Aneh, jika tiba-tiba aku bertanya begitu aja!"
Krystal memikirkan Mikha yang masih marah padanya.
Lionel kemudian mengeluarkan sesuatu dari bungkusannya. Hal tersebut berhasil menarik perhatian Krystal. Gadis itu menerima hamburger yang dia berikan.
"Kamu belum makan kan, ini sangat enak. Masih sedikit hangat kan?"
"Hem, enak! Kakak memesannya?"
"Iya, khusus untukmu!"
Lionel menepuk kepala adiknya, dia tidak melihat kemarahan di wajah cantik itu, tidak seperti yang dia pikirkan sebelumnya. Ternyata dia hanya berpikir berlebihan.
"Aku mendengarnya, kamu bertengkar dengan Ryota dan membuatmu jatuh. Aku akan menegurnya, apakah itu akan membuatmu merasa lebih baik?"
Krystal melihat kakaknya, dia mengerti Lionel berusaha menghiburnya. "Bukan dia yang membuatku jatuh. Itu Mark!"
"Hah?" Lionel tidak mengerti, bagaimana bisa berubah jadi Mark? Bukankah Krystal bertengkar dengan Ryota.
"Mark mendorongku, dan Ryota mencoba menahan, tapi karena kami berada tepat di tepian, jadi jatuh bersama. Meskipun bukan dia yang membuatku jatuh, tapi Ryota adalah pemicunya. Laki-laki itu suka memarahiku di manapun, bahkan di sekolah!" Krystal mengeluhkan bagaimana sikap Ryota yang selalu saja membuatnya kesal.
Lionel memiliki tebakan dibenaknya, tapi dia tidak melanjutkan untuk bertanya lebih jauh. Mark sangat menyukai Lavanya, jadi pasti akan sangat tidak puas dengan keberadaan Krystal yang tiba-tiba.
Mereka masih mengobrol hingga larut malam. Bahkan Lionel juga membantu Krystal dengan tugas kecilnya. Gadis itu tidak begitu bagus dalam bidang akademik.
Di sisi kolam renang, Ryota cukup dekat dengan kamar Krystal. Dia bisa mendengar tawa gadis itu, dan ada juga obrolan yang tidak terdengar jelas. Sepertinya gadis itu sudah baik-baik saja.