Peri plaster

1992 Kata
Arsyla memandang gadis cantik di sebelahnya. Keringat itu tidak benar-benar melenyapkan cahaya dari wajahnya. Sungguh, dia belum pernah melihat seseorang yang sudah terlihat sangat berantakan dan penuh keringat, masih begitu seksi dan menarik. Menimbulkan perasaan iri, tidak adil untuknya. "Pelatih memuji permainanmu. Dan sepertinya dia juga mengenalmu. Sangat sulit untuk tidak mencegahmu masuk tim sekarang!" Arsyla melihat pada teman-temannya yang mulai meninggalkan lapangan. Membalas lambaian tangan mereka. Krystal menoleh, dia juga memperhatikan interaksi ketua tim basket itu dengan anggota lainnya. "Kamu bisa mempertahankan anggotamu. Tapi artinya kalian akan kehilangan kesempatan besar!" Arsyla tertawa dengan bagaimana Krystal selalu bangga dan sangat percaya diri. "Bukankah kamu agak terlalu melebihkan dirimu sendiri?" "Tidak kak Arsy, aku mengatakan yang sebenarnya. Tim kalian terlalu lambat, aku yakin pelatih juga pernah mengatakan hal yang sama padamu. Jika kamu tidak bisa menukar salah satunya, aku tidak merugi. Basket hanya salah satu hobi yang kuasai, ada hal lainnya dimana aku juga masih yang terbaik!" Krystal menyeringai, tapi kali ini bukan kesombongan yang ditunjukkan, itu hanya tatapan menggoda. Arsyla dibuat tidak bisa berkata-kata. Dari mana kepercayaan seperti itu bisa didapatkan. Meskipun apa yang dikatakan Krystal bukan sekedar bualan, tapi tidak ada yang akan begitu sombong di depannya selain gadis itu. "Kamu terlihat keren saat naik motor!" Arsyla melihat Krystal mengeluarkan jaket kulit dari tasnya yang mengembung. "Aku tahu!" Krystal mengedipkan mata, sambil menenteng jaket itu, kemudian berjalan pergi. Dia mengganti bajunya dengan cepat, tapi tidak mengganti celana. Karena tidak mau berlama-lama menanggapi rasa penasaran Arsyla. Dia hanya memiliki sedikit teman di kelasnya, tapi ada banyak kakak kelas yang ingin berteman dengannya. Dia bisa merasakan, jika Arsyla menjadi salah satu pengagumnya. Tidak boleh, Arsyla adalah mata-mata Ryota. Dia tidak boleh terlalu dekat dengan kapten tim basket putri itu. Hari ini Arsyla tiba-tiba mengatakan, jika Ryota adalah teman dekatnya. Dan mengatakan kalau Ryota ingin dia mengawasinya. Apa yang maksud laki-laki itu ingin menyuruh orang mengawasinya? Saat Arsyla bertanya tentang apa hubungannya dengan Ryota, dia mengatakan kalau mereka adalah musuh. Arsyla tampak kaget dan tidak percaya. Kekesalannya pada Ryota semakin meningkat. Dia pikir karena usia mereka yang hanya terpaut satu tahun, mereka akan mudah akur, tapi ternyata tidak. Mereka selalu berlawanan. Saat mencapai ujung lorong, dia melihat hanya ada satu mobil dan motor miliknya yang tersisa. Mobil itu tentu milik Arsyla. Di sekolah ini, ada kolam renang, tapi hanya klub renang putra yang menggunakannya. Selain klub basket, klub lainnya aktif di luar sekolah. Karena area yang terbatas. Banyak anak yang memilih melakukan kegiatan pembelajaran lainnya di luar sekolah, sehingga sekolah sudah sepi di sore hari. Seperti sekarang ini. Karenanya, dia tiba-tiba ingat tentang kejadian siang tadi di ruang musik. Memutar langkahnya, dia ingin melihat lagi ke ruang musik. Kenapa diantara banyak ruang kosong lain di sekolah, kakak kelasnya itu memilih berkelahi di sana? Sedikit ngeri dengan keheningan di sekitarnya, tapi tidak menghentikannya langkahnya. Bahkan saat tiba di depan pintu, dia diam sebentar. Ketika masuk, dia melihat ruangan yang cukup luas dengan banyak alat musik di dalamnya. Dia belum pernah ikut dalam kelas musik, jadi ini pertama kalinya dia melihat. Sekolahnya sangat luar biasa, karena semuanya sangat bagus, bahkan para siswa bisa melakukan pertunjukan kecil di sini dalam kelas musik. Menghampiri kotak biola dan mengeluarkannya. Kualitas biola juga cukup bagus. Dia pandai memainkan beberapa alat musik, tapi dia tidak begitu baik dalam memainkan biola. Jadi saat pertama kali mencoba, itu menghasilkan suara melengking yang tidak menyenangkan. Kaget, Krystal tidak menyangka dia begitu buruk setelah beberapa waktu tidak berlatih memainkannya. Meletakkan biola itu kembali ke dalam kotak. Dia melihat sekeliling, kemudian tertarik pada piano. Ya, dia paling pandai memainkan piano. Baru saja akan mencoba menekan, saat tiba-tiba dia mendengar suara sangat dekat. Jantungnya berdebar kencang, karena dia sedang sendirian di ruangan itu. "Apakah Josh membunuh seseorang, dan menyembunyikan mayatnya di sini?" Krystal berdiri dengan gemetar. Dia tidak percaya hantu, tapi bukan berarti dia tidak takut hantu. "Aaaaaahhh!" Teriakannya sangat kencang, sambil mencoba menggerakkan kakinya untuk pergi dari sana, sayangnya kakinya membeku. Seseorang benar-benar terbangun oleh teriakan itu. Dia awalnya sudah bangun saat mendengar suara melengking dari biola yang sumbang, tapi matanya sangat berat untuk terbuka. "Aku belum ingin mati!" Suara serak yang menyakitkan keluar dari mulut Zaki. Krystal akhirnya bernapas lega, karena ternyata bukan mayat! Dia berjalan memutari sisi lain piano, dan melihat seseorang sedang meringkuk di sana. Tapi mata itu menatapnya dengan tatapan menakutkan. "Ah, jadi kamu yang dipukuli sama Josh dan kawan-kawannya. Astaga, kamu sampai babak belur. Ini adalah kekerasan, tenang saja, aku akan jadi saksi untukmu. Ayo, kita laporkan ini ke polisi, setelah mengobati lukamu!" Krystal sangat prihatin melihat keadaan Zaki. "Aku yakin ini bukan pertama kalinya. Saat aku pertama datang ke sekolah hari itu, kamu juga dipukuli sama Josh kan? Ah, ternyata aku adalah saksi kunci!" Krystal sangat terkejut dengan pemikirannya sendiri. Dia buru-buru mengeluarkan ponselnya memotret Zaki yang masih meringkuk, mengabaikan wajah kesalnya. "Apa yang Lo lakuin?" Zaki tidak menyangka, anak baru itu akan memotretnya setelah mengatakan hal-hal aneh. Saksi? Apa yang coba dia buktikan? "Kita butuh bukti!" Krystal merasa sangat gugup, karena ini pertama kalinya dia menghadapi situasi seperti itu. Dan yang paling membuatnya takut, pelaku menyogoknya dengan makanan siang tadi. Ini adalah kejahatan berencana! Zaki bisa melihat banyak ekspresi berubah-ubah, dan bisa menebak gadis itu berpikir terlalu banyak. "Bukankah saat melihat orang terluka, hal pertama yang harus dilakukan adalah menolongnya?" Krystal buru-buru menyimpan ponselnya kembali, dia kemudian membantu laki-laki itu untuk bangun. "Maaf, aku benar-benar gugup! Bagaimana jika aku lupa tentang sesuatu, dan akhirnya tidak mendapatkan bukti dengan baik?" "Aku haus!" Zaki benar-benar merasa sakit, hingga dia tidak merasa sanggup untuk melakukan apa-apa. Tapi dia semakin dibuat pusing oleh perkataan gadis itu. Krystal melihat ke sekeliling, dia kemudian berlari keluar ruangan menuju keran cuci tangan. Menampung air dengan kedua tangannya, berjalan cepat kembali untuk memberikan minum pada laki-laki sekarat tersebut. Zaki terkejut dengan perbuatan si anak baru. Tapi dia masih membuka mulutnya menerima kiriman air yang dibawa dengan tangan. "Air apa ini?" Zaki air itu tidak cukup untuk melegakan rasa hausnya, tapi dia curiga dengan asal air yang dibawa dengan tangan itu. "Air keran!" Krystal menjawab, melihat reaksi kaget di wajah laki-laki itu, dia menepuk pelan pundaknya. "Ini tidak beracun, masih lebih berbahaya luka-lukamu jika terlambat ditangani. Ini bisa infeksi!" Mendengar apa yang dikatakan si anak baru, Zaki tidak jadi marah. Jika orang lain yang menemukan keberadaannya barusan, mereka mungkin akan berpura-pura tidak melihatnya. Siapa yang akan peduli dengan anak penjahat? "Aku akan mengantarmu ke rumah sakit!" "Tidak perlu, luka ini tidak apa-apa!" Zaki tidak punya uang untuk biaya rumah sakit, dia tidak ingin mempersulit hidupnya. Krystal mengernyit mendengar jawaban laki-laki itu. Dia jadi bingung tentang apa yang harus dilakukan sekarang. "Aku akan baik-baik saja. Aku hanya butuh istirahat!" Zaki memejamkan matanya lagi, dia merasa sakit di perutnya. Tapi dia tidak ingin menunjukkan pada gadis cantik di sebelahnya. Krystal melihat laki-laki itu dan ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi. Duduk di sebelahnya, dia mencari plaster luka di tasnya. "Jangan terluka lagi!" Krystal memasangkan plaster di pelipis, dimana di sanalah ada jejak darah yang hampir mengering. Zaki tidak menyangka akan mendengar kalimat seperti itu. Dia membuka matanya saat gadis itu sedang memasangkan plaster. Kenapa? Kenapa masih ada yang peduli padanya? "Jangan melihatku seperti itu. Hanya saja, kamu tidak bisa terus terluka!" Krystal tidak tahu alasan dari perkelahian para anak laki-laki, tapi menurutnya jika perkelahian tidak menyelesaikan masalah, maka temukan solusi lainnya. Zaki tidak menanggapi. Jika semudah yang dikatakan si anak baru, tidak mungkin dia terbiasa dengan luka-luka itu. "Katakan, apakah kalian berkelahi atau Josh memukulimu?" Setidaknya dia harus tahu, karena masalah ini agak serius. Zaki melihat ke arah pintu yang terbuka, sudah hampir petang di luar sana. Menoleh pada si anak baru, melihat ekspresi penasaran yang tidak sabar. "Berkelahi!" "Kamu selalu menjadi pihak yang kalah?" Krystal ingat jika laki-laki itu selalu babak belur. Zaki merasa pertanyaan itu melukai harga dirinya. "Aku hanya kalah jumlah!" "Ah, begitu. Kalau begitu jangan berkelahi. Kamu hanya akan kalah lagi!" Zaki hampir memuntahkan darah karena menahan amarah. Apakah perlu mengatakan hal seperti itu sekarang? "Jangan marah, aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Kecuali kamu mendapatkan jumlah orang yang setara untuk menghadapinya!" Krystal tidak lagi berpikir buruk tentang Josh. Karena dia tidak tahu ada masalah apa antara si anak laki-laki yang babak belur itu dengan Josh, tidak mungkin jika Josh melakukan hal seperti ini tanpa alasan. "Namaku Krystal, kamu bisa memanggilku jika kamu terluka lagi. Masukkan nomormu!" Krystal memberikan ponselnya. Zaki semakin merasa anak baru itu memiliki pemikiran yang aneh. "Kamu sepertinya suka melihatku terluka!" Krystal menggelengkan kepalanya, "Tidak seperti itu. Hanya saja, lain kali aku tidak hanya akan membawa plaster luka!" "Hah?" Zaki tidak bisa menahan untuk tetap tenang. Dia ingin memaki, karena seseorang berbicara tentang melihatnya terluka lagi dengan persiapan. Saat itu Krystal mencobanya menelpon nomor yang dimasukkan laki-laki itu. Dia kemudian menyimpannya. "Siapa namamu?" "Zaki!" "Ah, Zaki! Baiklah sudah tersimpan. Kamu juga simpan nomorku. Bisa jadi, hanya aku yang akan datang untuk menolongmu suatu hari nanti!" Krystal memasukkan kembali ponselnya, dia juga memakai jaket yang tergeletak di lantai. Zaki masih terpaku oleh setiap kata yang baru saja di dengannya. Kenapa kali ini terdengar indah? "Ayo!" Krystal membantu Zaki berdiri. "Aku tidak perlu ke rumah sakit!" Zaki menekankan ucapannya. "Oke! Aku hanya akan mengantarmu pulang. Jika kamu berjalan kaki dalam keadaan seperti ini, itu terlalu menyedihkan!" Zaki merasa dia akan sering dibuat marah, jika terlalu lama mendengarkan gadis itu bicara. Tidak lagi menolak, dia membiarkan Krystal membantunya. Gadis cantik dengan nama yang tidak biasa, sikap yang unik dan menarik, kenapa begitu baik padanya? "Kamu orang pertama yang ku ajak naik motorku ini. Jadi jangan merasa terlalu sedih tentang hidupmu, setidaknya kamu sudah merasakan dibonceng olehku!" Zaki mengerutkan keningnya, dia belum pernah melihat ada wanita yang lebih percaya diri dari Krystal. Tapi entah bagaimana dia tidak bisa membantahnya. "Oh, tunggu, nenekku menelpon!" Krystal melepaskan tangan Zaki dan langsung mengangkat telepon neneknya. "Ah iya Nek. Aku pulang terlambat karena mengantar temanku pulang. Jangan khawatir!" Zaki merasa tidak nyaman. Ini sudah hampir petang, pasti keluarga Krystal khawatir karena gadis itu belum pulang. "Aku bisa pulang sendiri!" Zaki memutuskan dengan yakin, toh selama ini dia tidak pernah bergantung pada siapapun. Ini bukan pertama kalinya dia pulang dalam keadaan menyedihkan. "Jangan! Naiklah!" Krystal memakai helmnya, dia tidak memiliki helm untuk Zaki, tapi dia berharap tidak akan ada masalah. _ Zaki sangat mengantuk, tubuh lelahnya juga tidak bisa lagi dipertahankan. Sehingga tanpa sadar tangannya berpegangan pada jaket Krystal. Setelah sampai di alamat yang diberikan Zaki, Krystal agak terkejut. Karena ternyata alamat itu adalah gang sempit yang membawanya pada sebuah rumah kontrakan. Dia membangunkan Zaki dengan menepuk tangannya. "Sudah sampai!" Zaki bangun dalam keadaan bingung, dia tidak menyangka ternyata Krystal berhasil membawanya pulang dengan selamat. "Masuklah!" Krystal menepuk pundak Zaki. _ Zaki akhirnya merebahkan tubuhnya di kasur. Dia benar-benar lega, tapi juga sedikit khawatir dengan Krystal. Ini sudah malam, apakah gadis itu akan pulang dengan aman? Saat itu dia mengeluarkan ponselnya, melihat nomor yang menghubunginya, menyimpan nomor itu dengan nama 'Peri Plaster!' Belum juga dia sempat meletakkan ponselnya, ada panggilan masuk. Itu adalah bosnya. Pasti karena dia tidak datang ke toko hari ini, bosnya mungkin kesal. Dia mengatakan pada bosnya kalau dia sakit, dan bosnya masih kesal. Mempertanyakan tentang keseriusannya dalam bekerja. Tentu dia serius, karena dia butuh. Setelah mendengar Omelan cukup lama, akhirnya panggilan itu diakhiri. Belum lama dia menutup mata, ada ketukan di pintunya. Dia tidak tahu siapa yang akan datang di jam ini. Tapi dia tetap berdiri untuk membukanya. "Ada apa? Kenapa kembali lagi?" Zaki bingung melihat Krystal ada di depannya lagi. Krystal mengulurkan bungkusan pada Zaki. Dia tersenyum, merasa dirinya memang sangat keren. Menepuk pundak Zaki dan mengatakan, "Aku membeli makanan, ada juga obat. Apotek cukup jauh dari sini. Jangan berterimakasih. Makanlah, dan obati lukamu!" Krystal langsung berjalan kembali ke motornya tanpa menunggu respon Zaki. Dia merasa lega setelah membelikan obat untuknya. Laki-laki yang sepertinya hanya tinggal sendirian dan tidak mau pergi ke rumah sakit itu akan baik-baik saja. Tugasnya sudah selesai, dia juga lelah dan ingin istirahat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN