Menjadi Buah Bibir

1912 Kata
Dewi dan Bella mulai akrab dengan anak anak yang lain di sekolah. Hal itu terbukti saat mereka sudah tidak makan berdua saat di kantin. Namun sudah 3 Minggu Dewi tidak lagi melihat trio handsome itu nongkrong di kantin ataupun bertemu mereka di parkiran. Dan entah kenapa dia mencari mereka. Hingga pada suatu pagi dia merasa senang karna melihat Dimas berjalan di lorong menuju kelasnya. "Pagi kak Dimas." Langkah Dimas terhenti mendengar sebuah suara menyapanya. Dia mengenali suara itu dengan baik dan segera membalik badannya menghadap si pemilik suara itu. Belum sempat dia menjawab sapaan itu pandangannya tertuju kepada sosok Sesel yang berdiri tepat dibelakang Dewi dan Bella. Dewi mengikuti pandangan Dimas yang tak biasa dan kemudian memperhatikan mereka berdua yang saling bertatapan secara bergantian. Dimas kemudian pergi tanpa mengatakan apapun. "Lo anak baru?" Tanya Sesel dengan nada ketus dan tampaknya tidak suka dengan mereka. Dewi hanya mengangguk. Berbeda dengan Bella yang justru menatap Sesel dengan berani. Sesel merasa seakan tatapan Bella itu sebuah tantangan baginya. "Lo ngeliatin apa, Gue?" Tanyanya dengan sorot mata yang tajam dan nada suara yang ditekan. Bella hanya diam tanpa mengubah pandangannya. "Maaf kak, kita ke kelas dulu." Ucap Dewi tanpa melirik Sesel. "Bel, ikut gue." Bisik Dewi sambil menarik lengan Bella. Bella hanya menurut dan melangkah menjauh dari Sesel tanpa rasa takut sedikitpun. "Lu ngapain sih ngeliatin dia kayak gitu?" sungut Dewi melihat Bella yang dengan berani menatap tajam Sesel saat di lorong tadi. "Gue ga suka nada bicaranya." Jawab Bella santai. "Bel, dia itu senior sedangkan kita murid baru." Ucap Dewi. "Trus?" Tanya Bella mengerutkan dahi. "Jangan cari masalah, lu ga mau kan kita dapet masalah gara gara senior?" Ucapan Dewi seakan benar benar membuatnya ketakutan melihat Sesel. "Emang kita bakal dapat masalah apa?" Tanya Bella bingung. "Lu ga tau Sesel itu siapa?" Pertanyaan yang membuat air wajah Bella berubah panas dan ingin mengutuk. "Lu yang ga tau dia siapa." Ucap Bella dalam hati. "Bel," ucap Dewi menggoyangkan lengan Bella yang bengong. Bella hanya melirik dan tidak menjawab apapun. "Gue denger Sesel itu ditakuti banyak siswa disekolah ini. Dia bahkan berani menentang guru dan kepala sekolah sekalipun. Dia tidak akan segan segan membuat perhitungan dengan orang yang tidak dia sukai. Dia pernah diskors gara-gara mengurung siswa lain di lab sampai 1 malam. Dia juga pernah mengikat siswa di pohon mangga belakang sekolah." Jelas Dewi berbisik panjang lebar berusaha mengingatkan Bella. "Maksud lo dia ga punya prestasi sama sekali?" Jawab Bella ketus. "Ya ampun bel, maksud gue lu ga usah macam macam sama dia." Jawab Dewi masih berbisik. Bella melihat Dewi mulai kesal dan akhirnya dia mengangguk. *** Dewi dan Bella berdiri ditempat biasa untuk menunggu jemputan. "Sorry wi, tadi pagi gue langsung pergi belom sempat ngomong apa apa." Ucap Dimas sudah berdiri sejajar dengan mereka, namun lirikan matanya sama sekali tidak tertuju pada Dewi. Dewi menoleh dengan cepat dan tersenyum. "Ia kak, ngga pa-pa." Jawabnya singkat. "Ayo." Ucap Albert menepuk di bahu Dimas. Trio handsome itu pun melangkah bersamaan. Ada Sesel juga yang berjalan bersama mereka menuju mobil Albert. Sesel berhenti sejenak tepat dihadapan mereka dan membalik badannya. Tinggi mereka yang sejajar membuat pandangan mereka langsung bertemu. Sesel menatap Bella beberapa detik dan tersenyum sangat sinis. Dia kemudian menatap Dewi sambil mengunyah permen karet di mulutnya. Tentu saja Dewi hanya menunduk karna tidak berani menatapnya. Sesel kemudian melangkah cepat menyusul trio handsome itu dan langsung duduk di bangku depan tepat disebelah Albert. Sementara anak anak yang lain sempat memperhatikan reaksi Sesel tehadap Dewi dan Bella. "Sepertinya mereka target berikutnya." Ucap salah satu siswa dibelakang mereka. "Mereka mungkin belum mengenal Sesel." Ucap yang lain setengah berbisik. "Tidak lama lagi akan ada tontonan baru." Ucap siswa lain sambil berjalan. Dewi dan Bella hanya saling melirik tak mengerti. Jelas terlihat kalau Dewi semakin ketakutan setelah mendengar itu. Sedangkan Bella terlihat santai lalu menghela napas melihat Dewi. Dewi memang sangat lembut dan perasa, sama seperti ibunya. Sedangkan Bella memiliki watak yang lebih keras karna situasi keluarganya yang tidak harmonis. Dia sudah terbiasa mendengar suara bentakan dari ayah ibunya dan bahkan perlakuan kasar. Diseret dengan paksa, didorong, disiram dengan air dan bahkan ditampar. Pada awalnya dia memang ketakutan. Tapi ketakutan itu berubah menjadi kebiasaan setelah mengalaminya bertahun tahun. Semakin hari di semakin kebal. Bella bahkan pernah makan dengan santai saat orangtuanya bertengkar hebat didekatnya. Bella juga pernah berjalan santai lewat didepan mereka saat bertengkar. Namun tidak bisa dipungkiri kalau kejadian itu sangat menyakitkan dan menimbulkan trauma takut menghadapi pernikahan atau bahkan sekedar dekat dengan lawan jenis. Dia bahkan masih sangat belia saat menghadapi situasi sesulit itu. "Apa maksud mereka ngomong kayak gitu?" Bisik Dewi melirik Bella. "Santai aja." Jawab Bella. *** "Ada hubungan apa lu sama anak baru itu?" Tanya Sesel saat mereka dalam perjalanan pulang. "Ga ada apa-apa." Jawab Dimas tanpa melirik Sesel yang sudah menatapnya lewat spion mobil. Reno dan Albert ikut menatap Dimas sekilas. "Maksud lu Dewi, atau Bella?" Tanya Reno menatap Sesel. "Tanya aja sama Dimas" Ucap Sesel yang sebenarnya tidak tau yang mana Dewi yang mana Bella. Dimas menghela napas menatap Reno. "Dim, lu deketin salah satu cewek itu?" Tanya Reno lagi. "Emangnya lu keberatan?" Ledek Albert dengan nada mengejek. "Ngga lah, mereka bukan tipe gua." Jawab Reno santai. Mereka tertawa serentak mendengar jawaban Reno. Dimas terdiam sejenak mengingat wajah Dewi. Dia mengulum senyum tipis penuh arti kemudian memainkan bibirnya dengan jari telunjuknya. "Tapi mereka cantik juga sih, apalagi Bella matanya kayak boneka." Ucap Reno membuat mereka semakin tertawa. "Tapi kayaknya gua pernah liat Bella sebelumnya." Ucap Albert yakin. Dia sudah merasakan itu sejak pertama kali melihat Bella di kantin. "Dimana?" Selidik Reno yang paling banyak bicara diantara mereka. "Gua ga bisa ingat itu, tapi gua yakin pernah liat Bella." Albert berusaha mengingatnya. "Jangan jangan lu pernah ketemu dia dalam mimpi." Ledek Reno membuat tawa mereka semakin pecah. Sesel kembali melirik Dimas lewat kaca spion. Dan kali ini tatapan Sesel benar benar tidak bisa dimengerti. *** Sejak pertemuan terakhir itu, Dimas dan Dewi sering bertemu disekitar sekolah. Tentu saja dimas mengatur kalau pertemuan itu seakan akan sebuah kebetulan. Dimas menjadi rajin mengajak Reno dan Albert ke kantin sebagai alasan untuk bisa melihat Dewi. Dimas juga pernah mengikuti mobil yang membawa mereka sampai kerumah saat pulang sekolah. Sejak itulah dia tau kalau Dewi dan Bella itu bertetangga. Seperti biasanya, diam-diam Dimas memperhatikan Dewi dari kejauhan saat Dewi dan Bella duduk ditempat yang sama untuk menikmati sarapan atau bekal makan siang yang terkadang mereka bawa dari rumah atau bahkan sekedar menikmati jus buatan Bu Tuti. Semakin hari Dimas semakin sering membuat alasan agar bisa melihat Dewi meski terkadang hanya melihatnya dari sisi belakangnya sudah cukup membuatnya senang. Sesel juga diam-diam memperhatikan tingkah dan gerak gerik Dimas yang tak biasa. Albert dan Reno sama sekali tidak menaruh curiga atas Dimas yang menjadi rajin ke kantin. Albert sibuk dengan pikiran dan perasaannya sendiri. Namun Sesel tampaknya geram dan tidak suka dengan hal itu. Hingga suatu hari dia nekat menemui Dewi dikelasnya. "Braakk." Sebuah kursi melayang hampir mengenai salah satu siswa di ruangan itu. Sesel yang langsung masuk dan menendang kursi itu. "Semua keluar!! Kecuali lu." Ucap Sesel mengacungkan jari telunjuknya kearah Dewi yag saat itu sudah pucat pasi. Semua siswa berhamburan keluar meninggalkan Dewi dan Sesel berdua. Sesel menarik salah satu siswa yang sedang berjalan melewatinya. "Jangan lupa tutup pintunya." Ucap Sesel tanpa melihat wajah yang dia perintahkan. Sesel kemudian mendekat kearah Dewi dan berjalan dengan angkuhnya. Dia duduk menumpukan badannya diatas meja tepat dihadapan Dewi sehingga Dewi bisa melihatnya dari sisi kanan. "Gua ga suka basa basi, kalau lu ga mau punya masalah berhenti bertingkah genit dan ga usah sok kecakepan. Paham!" Sergah Sesel membuat Dewi tidak paham. "Maaf kak, saya ngga ngerti maksudnya." Ucap Dewi menahan rasa takutnya. Sesel menatapnya dengan tajam dan perlahan mengangkat dagu Dewi dengan telunjuknya. Dia kemudian menurunkan wajahnya agar sejajar dengan Dewi. "Jangan pernah menebar pesona murahan didepan senior senior manapun disekolah ini. Ngerti!" Ucapnya tepat didepan wajah Dewi. Dewi hanya mengangguk ketakutan merasakan dagunya semakin ditekan oleh jari Sesel. Walau bagaimanapun dia tidak ingin orangtuanya mendapat surat panggilan dari sekolah. Pintu tiba-tiba terbuka dan Sesel melihat Bella berdiri disana sambil menatap kearah mereka. Sesel tersenyum sungging dan melepaskan tangannya dari dagu Dewi. Bella menghampiri mereka dengan wajah santai dan tatapan santai. "Dan kasi tau temen lu ini untuk lebih sopan terhadap senior!" Ucap Sesel mengangkat alisnya menatap Bella dengan sinis. Bella tidak bereaksi sama sekali terhadap ucapan Sesel. Bel pertanda bahwa istirahat telah usai pun berbunyi membuat Sesel harus pergi meninggalkan ruangan itu untuk kembali ke kelasnya. Semua anak berbisik satu sama lain setelah Sesel datang memperingatkan Dewi. "Dia ngomong apa?" Tanya Bella berbisik karna guru sudah didalam kelas saat itu. "Gua ga ngerti." Jawab Dewi jujur. "Emangnya dia ngomong apa?" Tanya Bella membuat beberapa orang menatap mereka. "Dia bilang gue tebar pesona ke senior." Jawab Dewi ragu karna merasa tidak melakukan hal itu. "Emang lu godain siapa?" Ucap Bella sesekali melirik gurunya. "What?" Jawab Dewi menatap Bella. Dia kemudian mencubit lengan bela dan menariknya mendekat. "Emang gua murahan sampe harus godain senior?" Ucapnya kesal. "Lu ada dekat sama senior ga?" Tanya bela berusaha mencari tau. "Ngga." Jawab Dewi jujur. "Kalau naksir diem diem?" Tanya Bella masih ingin tau. Dewi pun terdiam dan menyadari kalau dia sering bertegur sapa dengan Dimas. "Oh, God" ucapnya tanpa sadar membuat semua siswa dikelas menatapnya. Guru mengetuk meja dua kali sebagai peringatan untuk tidak berisik. "Ssst" Ucap Bella. Dewi kini menjadi pusat perhatian dan juga menjadi buah bibir setiap siswa disekolah. Diapun berusaha untuk menghindar dari Dimas dan trio handsome itu. Namun Dimas tidak menyadari kalau Dewi menghindarinya. Setelah hari itu, Hampir satu sekolah bergosip tentang kedatangan Sesel ke kelas Dewi. ****** "Akhir akhir ini lu terlihat senang banget." Ucap Sesel suatu hari saat mereka hangout berempat untuk makan malam. "Maksudnya?" Ucap Dimas tak menyadari perubahan dirinya sendiri. "Hampir setiap hari lu ngajakin mereka ke kantin." Ucap Sesel. "Ia nih, biasanya dia selalu sarapan dari rumah. Tapi akhir akhir ini selalu sarapan di kantin." Ucap Reno sambil menikmati potongan steak didepannya. "Apa ada yang salah dengan kebahagiaan gua?" Ucap Dimas menatap Sesel. Sesel hanya tersenyum tipis. "Gua justru senang kalau lu uda move on" Jawab Sesel menekan kalimatnya sambil menatap tajam pada Dimas . Albert dan Reno spontan menatap Sesel yang telah mengubah suasana hangout mereka. Dimas justru tersenyum kecut dengan ucapan Sesel. "Makasih." Ucap Dimas diikuti sebuah senyuman. Walau bagaimanapun dia tidak ingin merusak suasana hatinya karna satu gadis didepannya ini. "Gua cabut duluan, ada janji." Ucap Sesel beranjak dari duduknya dan langsung pergi. Albert dan Reno hanya menghela napas melihat kelakuan Sesel. "Kayaknya gua suka sama Dewi." Ucap Dimas saat melihat Sesel sudah memasuki sebuah taxy. Albert dan Reno terdiam dan saling melirik beberapa saat. "Tapi uda beberapa hari ini gua ga liat mereka ke kantin. Mereka juga ga pernah terlihat diparkiran seperti biasanya." Ucap Dimas kemudian menengguk es teh pesanannya. "Dan gua ngerasa kangen, gua sering kepikiran sama Dewi." Ucap Dimas melanjutkan kalimatnya. "Apa menurut kalian akan jadi masalah?" Tanya Dimas meminta pendapat kedua sahabatnya itu. Untuk sesaat dia tidak mendapatkan jawaban apapun. Mereka hanya saling memandang dan mengangkat bahu. Lihatlah betapa beraninya Dimas mengakui perasaannya. Itu luar biasa bukan? "Lu tau apa yang terbaik buat lu." Ucap Albert sambil menepuk di bahu Dimas. "Dia cantik dia pintar dan sepertinya gadis baik-baik. Seharusnya ga jadi masalah." Ucap Reno mendukung. Mereka tersenyum bersama dan melanjutkan makan malamnya. Kini Albert mengerti alasan yang mengubah sahabatnya itu. Alasan yang membuatnya menjadi rajin mengunjungi kantin VIP disekolah itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN