"Masih pagi, uda bengong aja." Dimas dikagetkan dengan kemunculan Albert dan Reno yang datang bersamaan.
"Ngagetin aja." Jawab Dimas mengelus dadanya.
"Belum sarapan pak?" Ledek Reno menimpali.
"Uda dong, emangnya elu." Jawabnya mengetahui kebiasaan Reno.
"Ke kantin yuk masih lama ni." ajak Reno yang tentu saja belum sempat sarapan.
"Tu kan" Ucap Dimas sambil menunjuk kearah Reno dengan tatapan kemenangan.
"Uda ayo buruan." Paksa Reno. Dimas pun tak bisa menolak. Dia berjalan mengikuti sahabatnya yang suka telat bangun pagi itu. Alasannya simpel, dia selalu bermain game hingga larut malam. Bahkan dia hanya tidur sekitar tiga atau empat jam setiap harinya.
"Albert mana?" Tanya Reno begitu mereka keluar kelas dan tak melihat Albert bersama mereka.
"Lagi males kali, uda biarin aja." Ucap Dimas terus berjalan.
Setibanya di kantin.
"Dim, itu Dewi sama Bella kan?" Tunjuk Reno ketempat yang sama seperti kemarin.
"Belum sarapan juga kali." Ucapnya berpura pura tidak peduli.
"Kita duduk disana yuk." Ajak Reno sudah melangkahkan kakinya dan Dimas pun menyusulnya.
"Pagi junior." Ucap Reno menyapa mereka dengan candaan.
"Pagi kak senior." Jawab Dewi sembari tersenyum.
"Kok cuman berdua, Kak Albert mana?" Sebuah pertanyaan dari Dewi yang terdengar tidak enak ditelinga Dimas namun harus dijawab.
"Dikelas." Jawabnya singkat.
"Belum sarapan juga?" Tanya Reno sambil menikmati semangkuk bubur ayam didepannya.
"Uda jangan banyak nanya, buruan makannya uda mau masuk ni." Kata Dimas. Reno pun hanya menurut dan melakukannya. Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka. Sedangkan Dewi hanya tersenyum sambil menatap Dimas.
***
Sepulang sekolah Bella dan Dewi tampak berdiri ditempat yang sama menunggu supir menjemput mereka. Mereka memang selalu berangkat dan pulang bersama dengan supir pribadi Dewi. Entah apa alasan Bella selalu menolak untuk diantar jemput oleh supir pribadi yang disewa ayahnya untuknya. Seperti biasa, Bella tampak sibuk dengan ponselnya dengan mimik wajah yang penuh tanda tanya. Sedangkan Dewi asik mencari pemilik motor yang terparkir tak jauh dari depannya. Siapa lagi kalau bukan Dimas. Tidak lama kemudian Dewi melihat sosok yang dia tunggu tunggu itu berjalan sambil bercanda ria dengan Reno. Dan seperti biasanya Albert tampak diam dan hanya tertawa dengan sikap kedua sahabatnya itu.
"Hello kak Dimas." Dewi menyapa Dimas begitu mereka sudah berdiri tak jauh dari tempat Dewi dan Bella berdiri.
"Hello." Jawab Dimas singkat dan tampaknya tak ingin basa-basi. Dewi pun melihat senyuman kecut yang dipaksakan di wajah Dimas. Seakan akan dia tidak suka dengan sapaan dari Dewi. Tentu saja Dewi merasa sedikit heran dibuatnya. Disisi lain Bella masih fokus dengan ponsel ditangannya tanpa menyadari tatapan Albert terhadapnya.
Bruk
"Aduh," sebuah ringisan keluar dari mulut Albert sambil memegangi ujung kaki yang terasa sakit dan ngilu setelah tanpa sadar dia menubruk mobilnya yang terparkir. Suara tawa dan pandangan orang orang disekitarnya langsung tertuju padanya. Rasa malunya semakin menjadi jadi saat melihat Dewi dan Bella sedang menatap kearahnya.
"Butuh bantuan?" Tanya seorang gadis yang sudah berdiri dibelakangnya melihat Albert masih memegangi ujung kakinya.
"Ngga, makasih." Jawabnya singkat. Namun wanita pemilik nama Seselia itu tidak menghiraukan jawaban Albert. Dia langsung berjongkok dan membuka sepatu Albert. Semua orang menatapnya dan berbisik satu sama lain.
"Lo ngapain? Gua bisa sendiri." Seru Albert berusaha menarik lengan Sesel.
"Kaki lo memar tu." Jawabnya saat sudah berhasil membuka sepatu Albert. Albert memperhatikan bagian ujung jempol kakinya sudah memerah.
"Aduh, kuku gue terasa mau copot." Ringis Albert masih kesakitan.
"Makanya kalau jalan pake mata." Ledek Reno dan Dimas bersamaan.
"Ni pake ini." Sesel menyerahkan sebotol minuman dingin ditangannya.
"Maksudnya?" tanya Albert tak mengerti.
"Itu dingin, bisa meredakan rasa sakit walaupun cuman sedikit". Jawabnya kemudian berdiri dan langsung membuka pintu belakang mobil Albert lalu masuk tanpa meminta ijin. Dia kemudian duduk manis didalam sana sambil memainkan ponselnya.
"Mulai lagi dia." Ucap Reno melirik Sesel.
"Uda biarin aja, ayo masuk." Jawab Albert. Dimas mengetuk jendela mobil tepat disebelah Sesel duduk.
"Ada apa?" Tanya Sesel jutek sambil menurunkan kaca mobil. Dimas langsung menunduk menempatkan tangannya disana.
""Kemana pacar pujaan lu itu?" Tanyanya dengan raut wajah serius.
"Kelaut." Jawabnya santai.
"Lu ga dijemput?" Tanyanya lagi dengan tatapan melirik sekitarnya.
"Ngga." Jawab Sesel jutek.
"Lu diselingkuhin?" Lagi lagi tebakan Dimas selalu benar. Mungkin Dimas berbakat menjadi seorang peramal dimasa depan.
"K-e-p-o." Jawab Sesel sambil mengeja hurufnya dengan cepat.
"Semoga aja ga bener." Jawab Dimas lalu kembali berdiri. Reno menggaruk kepalanya sambil melirik Dimas. Itu adalah sebuah kode yang meminta Dimas untuk diam dan jangan ikut campur.
"Ga usah diurusin, ntar kalau butuh bantuan ngomong sendiri." Ucap Albert
"Yasudah, gue balik duluan" ucap Dimas lalu berjalan menuju motor kesayangannya. Sambil berjalan dia melihat Dewi dan Bella menaiki mobil yang menjemput mereka. Dimas pun berjalan tepat dibelakang mobil mereka.
"Yang tadi itu pacarnya kak Albert ya?" Tanya Dewi saat dalam perjalanan.
"Ga tau" jawab Bella cuek dan melihat keluar dari jendela mobil.
"Wah, cantik banget ya. Stylenya aja kayak cewek Korea gitu. Mukanya imut, rambutnya bagus, pantes aja sih kalau dia pacar kak Albert. Menurut lo gimana?. Lihat, sepatunya itu keluaran terbaru looh. Gua baru liat itu sekitar minggu lalu, itu limited edition. Coba tebak harganya berapa," celoteh Dewi panjang lebar.
Tidak ada tanggapan dari Bella.
"Bel? Bella!" Dewi melirik Bella yang ternyata sudah tertidur disampingnya. Dewi memanyunkan bibirnya dan bergumam sendiri.
"Nyebelin, orang lagi ngomong malah ditinggal tidur" ucapnya hampir tak terdengar.
***
"Lo mau kemana sel?" Tanya Albert yang sudah membawa Sesel di mobilnya.
"Terserah" jawabnya santai.
"Jangan terserah dong, sebut nama tempat aja langsung" seru Albert.
"Makan" jawabnya singkat.
"Dimana?"
"Dimana aja"
"KFC?"
"Boleh" Reno hanya diam dan ikut dengan mereka.
Seselia dan Albert adalah saudara sepupu namun sudah bersahabat sejak kecil. Sesel tidak seberuntung Albert yang memiliki keluarga harmonis. Ayah dan ibunya sering bertengkar dengan berbagai jenis alasan. Inilah yang membuat sesel menjadi anak yang sangat emosional dan terjerumus dengan pergaulan bebas. Bukan hanya sekali dua kali dia melarikan diri dari rumah akibat tidak tahan dengan pertengkaran orangtuanya. Tempat yang dituju dari pelariannya pun tidak lain adalah rumah Albert. Dari pergaulan bebasnya, Sesel mengenal seorang pria yang awalnya terlihat sangat baik Dimata Sesel. Namun seiring waktu berjalan Sesel mengetahui kalau dia itu adalah seorang pria yang sudah berkali kali Gonta ganti pasangan bahkan selama menjalin hubungan dengan Sesel. Dia juga sering menggunakan obat terlarang demi kepuasan sendiri. Sesel sering mencoba menghentikannya tapi tidak pernah berhasil. Hingga suatu hari, tepatnya 2 hari yang lalu. Sesel bertengkar hebat dengannya dan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Tok tok tok
Sesel melirik suara ketukan yang mengganggu lamunannya dan membuka jendela mobil.
"Ayo turun, katanya mau makan" ucap Albert sudah berdiri diluar mobil. Sesel melihat sekitar dan ternyata mereka sudah sampai.
"Ngelamun apa?" Tanya Albert bisa memahami ekspresi wajah Sesel.
"Perut keroncongan" jawab Sesel ngasal.
***
Dewi mengingat ekspresi dingin Dimas sewaktu diparkiran hari ini. Dia sedikit bingung dibuatnya.
"Kenapa juga gua berharap dia peduli sama gua, mereka kan team idola cewek cewek disekolah. Emang gue siapa yang berani banget berharap sama dia," gumamnya saat sendiri di kamarnya
"Wi, makan siang dulu sayang," terdengar teriakan mamanya yang tidak akan berhenti sebelum dia menurutinya.
"Ia mam," ucapnya lalu berjalan malas.
"Mama masak apa?" Tanyanya sambil mengamati berbagai jenis makanan diatas meja.
"Kok banyak banget mam?" Tambahnya lagi sebelum mamanya menjawab
"Itu...
"Mama ada tamu?" Celotehnya tak berhenti.
"Kamu, mama belum jawab uda banyak banget pertanyaannya" jawab mamanya.
"Udah kamu ambil sendiri aja, ini piringnya" mamanya memberikan sebuah piring yang sudah di isi nasi.
"Wah, waktunya pas banget," ucap Bella yang sudah menghampiri mereka saat Dewi memilih lauk.
"Ayo Bella, duduk disini, ayo ayo," seru Dania yang sudah menganggap Bella seperti anaknya sendiri.
"Kok Tante tumben masak sebanyak ini?" Tanya Bella saat mendapat sepiring nasi dari Dania.
"Sebentar lagi teman teman arisan Tante mau datang," jawabnya sambil tersenyum.
"Biasanya mama arisan di kafe," jawab Dewi.
"Mama lagi males ke kafe," ucap Dania jujur. Dania pun tampak begitu senang melihat kedua gadis ini makan dengan lahapnya.
"Enak banget Tante, masakan tante emang juara," seru Bella jujur dan sangat menikmati makan siangnya.
"Ayo makan yang banyak, silahkan diambil apa aja yang kalian mau," tawaran terbaik yang mereka dengar siang ini. Jarang sekali mereka bisa makan siang masakan dania seperti ini. Karna biasanya Dania sangat sibuk mengurus kafe dan restoran mewah usaha keluarganya. Sedangkan ayahnya sibuk bekerja sebagai CEO disalah satu perusahaan asing di Jakarta. Hanya bik Asih yang selalu setia memasak untuk mereka.
"Tante tinggal ya bel, Tante mau siap siap belum mandi," ucap Dania
"Ia Tante," jawab Bella
"Coba mama gua sebaik mama lu, Wi," katanya tak terdengar jelas oleh Dewi.
"Apa?" Tanya Dewi menatapnya.
"Ahh... Ini, makanannya enak banget," ucapnya melanjutkan makan siangnya.
"Tu ada jus juga. Ambil aja mau yang mana," tunjuk Dewi
"Ia, ntar gue ambil," balasnya singkat.
Selesai makan siang Dewi dan Bella terlihat sibuk dengan tugas sekolah dikamar Dewi. Inilah yang selalu mereka lakukan sejak dulu. Selalu bersama sama setiap saat dan selalu memilih sekolah yang sama. Bahkan seringkali Bella ikut serta dalam liburan keluarga Dewi. Karna mengharapkan liburan bersama mama papanya adalah hal yang tidak mungkin. Mamanya sudah menikah dengan pria lain sejak perceraian mereka lima tahun yang lalu. Saat itu Bella masih duduk disekolah dasar, sedangkan papanya sibuk dengan pekerjaannya dan sangat jarang pulang kerumah. Bahkan kalau pulang pun dia tidak begitu peduli dengan Bella. Dengan beraninya papanya membawa kekasihnya untuk tidur bersamanya. Bella sering mengingatkan papanya untuk menikah saja, karna merasa tidak enak dengan omongan tetangga yang berpendapat buruk tentang kelakuannya itu. Namun justru mendapat respon buruk dari papanya.
"Kamu jangan ngajarin papa, papa lebih tau segalanya daripada kamu, kalau kamu tidak senang sana tinggal dengan mamamu" begitulah jawaban yang akan didapat dari papanya kalau dia mengingatkannya. Sedangkan mamanya sendiri terlihat tidak menginginkannya. Bahkan dulu sebelum bercerai mamanya sering mengucapkan kalimat seolah menyesal melahirkan Bella.
"Ini semua gara gara kamu, seandainya kamu tidak bertumbuh di rahim saya saat itu saya tidak akan terjerat dalam pernikahan bodoh ini," ingatan yang sangat melekat bagi Bella. Sebelum bercerai mereka selalu bertengkar setiap hari. Bella hanya bisa menangis dan menyembunyikan kepedihannya itu. Tidak ada yang benar benar tau bagaimana hancurnya perasaan Bella. Papanya dan mamanya memang selalu memberikan uang jajan yang sebenarnya sangat besar. Namun bukan hal itu yang diinginkannya. Uang yang diberikan papanya atau yang ditransfer ibunya dibiarkan menumpuk di rekeningnya. Dia bukan anak yag suka belanja barang barang bermerek atau berfoya-foya. Dia bahkan bisa mengendalikan diri dengan baik. sembilan puluh persen dia mendapat pengajaran dari orangtua Dewi. Mereka menyayangi Bella layaknya menyayangi Dewi. Bahkan mereka sering membelikan hadiah yang sama untuk Dewi dan Bella. Merekalah salah satu alasan Bella bisa bertahan sampai hari ini.