Pelecehan

1196 Kata
"Kartunya, Nona." Perawat perempuan menyodorkan kartu debit milik Gwen. "Bagaimana? Kira-kira berapa kurangnya?" tanya Gwen mengambil kartu tersebut. "Kurangnya masih lima belas ribu dolar lagi, Nona. Itu belum dengan biaya kamar dan obat-obatan selama tiga hari ke depan," jawab sang perawat sambil menyodorkan selembar kertas yang berisi rincian biaya yang harus segera dilunasi Gwen. "Apa? Lima belas ribu dolar?" Gwen terbelalak, jantungnya seperti terjun bebas ke dasar perut. Uang sebanyak itu dari mana dia bisa mendapatkannya? pikir Gwen menatap nanar kertas putih di tangannya. Tuhan ... Uang sebanyak ini? A-aku dapat dari mana? Kedua lutut Gwen terasa sangat lemas, bahkan nyaris terhuyung. "Nona?" panggil perawat itu. "Ya?" Gwen menatap perawat tersebut dengan manik berkaca-kaca, sembari berusaha menguatkan pegangan pada meja. "Jika bisa mohon segera lunasi sisanya. Agar Ayah Anda bisa segera dioperasi. Uang Anda tadi tidak cukup." "Apa? Ayah saya belum bisa dioperasi?" Gwen semakin lemas, kepalanya juga mendadak pusing. Perawat itu menggeleng, rautnya sangat menyesal. Sebenarnya dia juga kasihan, tetapi ini sudah prosedur Rumah Sakit yang tidak bisa diubah. "Beri saya waktu. Saya akan melunasi secepatnya. Sa-saya permisi." Kaki Gwen berusaha menapaki lantai Rumah Sakit, walaupun begitu sulit karena matanya berkabut tertutup cairan bening. Dia hendak pergi meminta bantuan pada Daniel untuk meminjam uang. "Semoga Daniel mau meminjamkan uang padaku." *** "Apa? Lima belas ribu dolar? Untuk apa, Gwen?" Daniel terkejut saat Gwen tiba-tiba datang ke Bar, lalu meminjam uang. "Untuk operasi Ayahku, Daniel." Gwen menjawab dengan wajah memelas. "Aku mohon ... uang sebanyak itu kau pasti punya." Melihat Gwen memelas seperti ini sebenarnya Daniel tidak tega. Apalagi, Gwen nampak sangat kacau dan frustrasi. Beranjak dari kursinya, Daniel lantas menghampiri Gwen yang duduk di sofa. "Bisa saja aku memberikan uang itu cuma-cuma untukmu. Tapi ... Ada syarat yang harus kau penuhi lebih dulu." Daniel duduk tepat di samping Gwen, dengan seringai menjijikkan. Alarm waspada seketika menyala, memperingatkan Gwen supaya menjauhi lelaki itu. "A-apa maksudmu?" Gwen beringsut mundur, karena Daniel saat ini mencoba menciumnya. Satu sudut bibir Daniel terangkat tinggi, menjilat bibirnya dengan gerakan sensual. Tatapannya seolah-olah ingin menerkam Gwen hidup-hidup. "Kau masih belum paham? Sini, biar aku perjelas." Tangan Daniel menarik tangan Gwen, hingga perempuan itu hampir jatuh ke pelukannya. "Daniel! Stop! Kau jangan macam-macam!" Gwen berteriak, sambil menghempaskan tangan Daniel yang berusaha memeluknya. "Menjijikkan!" pekik Gwen geram. Kedua matanya melotot, menatap tajam Daniel yang malah terbahak. Lantas, Gwen berdiri, menjauhi Daniel si b******k itu. Aku lupa kalau dia pria b******k dan m***m! Sial! "Ayolah, Gwen. Aku bisa memberimu lebih dari itu. Asal kau mau melayaniku di ranjang sepanjang malam. Bagaimana, hmm? Tawaran yang cukup menarik, bukan?" Daniel berdiri, mendekati Gwen lagi. "Jangan mendekat! Aku bilang jangan mendekat! Aku tidak sudi melayani pria baj*ngan sepertimu! Meskipun aku butuh uang sekali pun! Awas! Lebih baik aku pergi dari sini! Aku juga tidak akan bekerja di sini lagi! Minggir!" Semua ini memang kebodohannya yang tanpa berpikir panjang menemui Daniel, padahal jelas-jelas jika pria itu menaruh minat padanya. Gwen mendorong d**a Daniel agar menjauhinya, tetapi tenaganya tidak cukup kuat dibandingkan pria jangkung itu. "Silakan! Silakan pergi! Aku jamin tidak akan ada yang mau menerimamu bekerja setelah ini," ancam Daniel, menakut-nakuti Gwen. "Aku tidak peduli! Daripada aku harus menjual diri pada pria sepertimu!" Gwen tidak takut, lalu hendak pergi dari ruangan Daniel. "Aaa! Daniel, lepas! Lepaskan! Brengs*k! Lepas!" Tubuh Gwen melayang karena Daniel lebih cepat bergerak dan mengangkatnya ke pundak. "Tidak akan, Gwen! Ingat, selama ini aku sudah baik padamu." Daniel membanting tubuh Gwen ke sofa dengan sekali hentak. Memegangi kedua tangan Gwen, lalu mengangkatnya ke atas kepala. "Kau b******n, Daniel! Minggir! Aku tidak sudi!" Kepala Gwen terus bergerak ke kanan dan kiri, menghindari ciuman Daniel. "Tenanglah, Gwen, mari kita nikmati ini. Bersenang-senanglah denganku. Maka uang akan terus mengalir di rekeningmu." Daniel tak berhenti memaksa, meskipun Gwen sudah menangis ketakutan. "Aku mohon, Daniel, lepaskan aku! Aku mohon …." Gwen sudah terisak, dia tidak mau dipaksa seperti ini. "Kenapa, Gwen, kau takut? Ayolah, aku janji tidak akan kasar, seandainya kau menurut." Telunjuk Daniel menyusuri rahang dan turun di lekukan leher mulus itu. Kecantikan Gwen membuatnya tak bisa mengendalikan diri. Hasratnya selalu bangkit jika berhadapan dengan pekerjanya ini. "Aku mohon … aku mohon …" Gwen terisak sambil memejamkan matanya sangat erat. Sekujur tubuhnya menggigil hebat, keringat bercucuran di kening dan pelipis. Gwen ketakutan setengah mati. Sentuhan Daniel membuatnya jijik dan ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya. Namun, Gwen sudah kehabisan tenaga. Daniel mengungkungnya, mencengkeram erat pergelangan tangannya. "... aku mohon …." isak Gwen, berharap Daniel mendengar permohonannya. "Aku tidak bisa, Daniel. Aku tidak bisa …." Kening Daniel mengerut, Gwen terlihat begitu ketakutan sampai-sampai tidak berani menatapnya. "Apa dia benar-benar ketakutan? Dia gemetar?" batinnya seraya memerhatikan reaksi Gwen. "Bukalah matamu, Gwen. Tatap aku. Aku janji tidak akan kasar. Kalau kau mau menurut kepadaku. Kau pasti akan menikmatinya, Sayang …." Daniel membungkuk, lantas memagut bibir Gwen dengan paksa dan kasar. "Mmmfftt …" Gwen tetap membungkam mulutnya, agar Daniel tidak bisa seenaknya menciumnya. Tangisnya tertahan di tenggorokan, karena dia tidak bisa membuka mulutnya. Daniel terus memaksa Gwen agar mau menerima ciumannya. Kuku-kukunya menahan rahang Gwen agar tidak bisa menghindar, mencengkeram kuat sampai Gwen merintih kesakitan. "Buka mulutmu, Jalang! Buka!" bentak Daniel yang sudah tidak sabar menghadapi Gwen. "Buka! Atau aku akan benar-benar memaksamu! Buka!" Daniel tidak menyerah, sekuat tenaga menjejali mulut Gwen yang terkatup rapat dewan mulutnya. "Mmmfftt." Air mata sudah membanjiri wajah Gwen, dia berdoa dalam hati semoga ada seseorang yang datang untuk menolongnya. 'Tuhan, tolong aku! Siapa pun tolong aku! Jangan sampai Daniel berhasil melecehkanku.' "Hah!" Daniel sudah tidak bisa bersabar, dia lantas menampar pipi Gwen sekali sampai sudut bibirnya berdarah. "Jal*ng sialan! Kau tidak tahu berterima kasih. Cuih!" umpatnya, lalu merobek paksa pakaian Gwen dengan membabi buta. "Jangan! Jangan, Daniel!" mohon Gwen. Tenaganya sudah terkuras habis, pipinya terasa perih dan panas. Gwen berusaha untuk tetap sadar, jangan sampai dia pingsan, dan Daniel bisa bebas melakukan apa pun pada tubuhnya. "Awas!" Gwen berontak, mendorong d**a Daniel, tetapi sia-sia. Akal sehat Daniel sudah tertutup oleh nafsu, matanya sudah dibutakan oleh gairah. Kulit mulus Gwen menarik perhatian Daniel, yang sudah tidak tahan ingin segera menuntaskan hasratnya. "Tenanglah, Sayang. Tenang …." bujuk Daniel, suaranya terdengar serak dan parau. Matanya tak berkedip menatap d**a Gwen yang bebas. "Ini sangat cantik, Sayang. Aku sudah lama ingin mencicipinya, tapi kau terlalu sok jual mahal. Kau tahu, hanya kau yang paling sulit untuk kuajak tidur. Berbeda dengan yang lainnya. Kau terlalu naif dan angkuh, Gwen. Sekarang, kau berada di bawah kendaliku. Kau tidak bisa berlari lagi." Tangan Daniel meremas kedua p******a Gwen dengan kasar, hingga sang empunya memekik kesakitan. "Daniel, tidak! Aku mohon, jangan! Aku mohon …" "Tenang, Sayang. Rileks … Aku akan bermain-main sebentar dengan ini. Sangat indah dan cantik, Gwen." Air liur Daniel nyaris menetes, saking tidak sabarnya dia ingin melahap d**a Gwen yang kencang dan padat. Ukurannya terlalu besar untuk telapak tangannya. "Sial! Kau terlalu menarik dan sayang untuk dilewatkan, Gwen." Daniel membungkuk, sudah bersiap melahap puncak d**a merah muda itu. Dia seolah kehausan. Gwen masih menangis, dan tidak mau hal tersebut sampai terjadi. Matanya memejam erat, seraya terus merapalkan doa, semoga ada seseorang yang menolongnya. Please, Tuhan ... Tolong aku! Bersamaan dengan itu tiba-tiba ada yang mendobrak pintu ruangan Daniel dengan tendangan. brak! "Daniel!" *** bersambung …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN