“Bang, temani aku keluar ya. Aku ingin jalan-jalan malam. Rindu melihat kota Batam di malam hari.” Rania sudah lebih segar setelah mandi dengan air hangat. Ia juga sudah menenggak obat yang baru saja dibelinya di mini market.
“Mau jalan-jalan ke mana? Aku sedang malas kemana-mana.” Adam menolak, pria itu masih fokus pada tontonannya lewat televisi keluaran cina yang berukuran empat belas inci.
“Bang, aku mau mengembalikan uang seseorang. Jadi aku mau menemuinya malam ini.” Rania memberikan secangkir teh hangat kepada Adam dan duduk di sebelah pria itu.
“Ya sudah, pergi saja.”
“Bang, aku mau kamu menemaniku. Aku bosan di rumah. Aku ingin jalan-jalan.” Rania mulai emosi.
“Abang tidak bisa, Ra. Kamu pergi saja sendiri. Ha ... ya begitu, terus ... terus ... GOL, hahaha.” Adam mengacuhkan Rania, pria itu menikmati pertandingan bola dengan suara bising.
Rania mendengus kesal. Ia masuk ke dalam kamar dan membanting pintu kamar itu dengan sangat keras.
Ahhh ... dasar laki-laki sialan. Aku benar-benar sudah muak dengan pria ini, haaahhh ... Rania terus mengutuk dalam hatinya.
Rania tiba-tiba tersentak, ponselnya berdering.
“Halo ....”
“Halo, dengan Rania.” Jawab seorang pria.
“Iya, bang.”
“Jadi, mau ketemu malam ini?”
“Jadi bang, aku sudah bersiap.”
“Baiklah, kita ketemu di restoran Cempaka Indah. Aku tunggu di sini.”
“Ya, aku segera berangkat.” Rania segera memutuskan sambungan telepon tersebut. Wanita itu bergegas berlalu dari kamarnya.
“Jadi pergi?” tanya Adam tanpa menoleh ke arah Rania.
“Ya, aku pergi sekarang,” jawab Rania segera berlalu dari rumah sederhana itu.
Seperti biasa, Rania enggan untuk naik ojek menuju persimpangan tempat ia akan menunggu angkutan kota. Rania lebih senang berjalan kaki, demi menghemat pengeluarannya.
Wanita itu terus melangkah menyusuri jalan komplek. Beberapa pria menggoda Rania, ada yang menawari tumpangan. Tapi wanita itu malah menolak.
“Mau kemana Ra? Kok sendirian?” Sapa seorang pemuda berusia delapan belas tahun.
“Ra ... Ra ... panggil kakak, kenapa? Gua lebih tua, tau nggak?” Rania mendengus kesal.
“Ah, santai aja Ra ... mau kemana sich. Mau abang antar nggak?” Pria yang mengendarai sepeda motor itu terus menggoda.
“Nggak usah, ntar lagi juga sampe,” jawab Rania, kesal.
“Halah ... sombong banget sih.” Pria itu pun berlalu dari pandangan Rania.
Sial, dipikirnya aku cewek apaan. Beli rokok aja masih ngemis sama orang tua, udah coba-coba godain cewek. Dasar, laki-laki tidak tau malu, Rania mengupat dalam hatinya.
Malam ini, kota industri itu sangat cerah. Bulan purnama bersinar terang. Sayangnya, hidup Rania tidak secerah suasana malam ini.
Tak lama, sebuah angkutan kota berhenti di depan Rania. Wanita itu pun masuk dan duduk di belakang supir. Entah kenapa, Rania begitu suka duduk di bagian itu.
“Bang, stop bang ... stop.” Rania menyuruh supir menghentikan angkutan kota yang ia naiki.
Mobil melambat dan berhenti tepat di depan sebuah restorang yang cukup besar. Rania turun dan membayar ongkos, kemudian berlalu masuk ke dalam restoran.
Rania mengirim pesan singkat, “[Bang, aku sudah di depan restoran].”
“Rania ....” Rania tersentak, ternyata Harun sudah ada di hadapannya.
“E—eh ... abang sudah di sini.” Rania gugup.
“Mana suamimu? Katanya bareng sama suami?”
“Aku sendirian, dia tidak mau menemani.”
“Owh, ya sudah. Ayo kita masuk.”
Rania mengikuti pria bernama Harun itu masuk ke dalam restoran. Harun memilih meja yang berada di lantai dua.
“Kita duduk di sini, nggak apa-apa ya? Di sini nggak ada dinding, jadi enak bisa menghirup udara langsung dari alam.” Harun tersenyum menatap Rania, wanita itu sedikit gelagapan. Pria yang kini ada di hadapannya begitu memikat hatinya.
“I—iya bang, di sini lebih nyaman.” Rania balas tersenyum, memamerkan lesung pipit yang sangat manis.
Sesaat, suasana masih terasa canggung. Baru kali ini Rania secanggung ini dekat dengan seorang pria. Biasanya wanita itu dengan mudahnya tebar pesona. Namun, kali ini malah dirinya yang terpesona.
“Bang, maaf ... ini uang yang sudah abang bayarkan tadi sore. Tolong diterima.” Rania memberikan uang pecahan lima puluh ribu kepada Harun.
“Tidak perlu Ra, bukankah sudah saya katakan, saya sudah ikhlaskan. Jadi tidak perlu dikembalikan.”
“Jangan begitu bang, bukankah tujuan kita bertemu adalah untuk mengenbalikan uang ini. Tolong di terima.” Rania tetap bersikeras memberikan uang itu.
“Baiklah, jika kamu tetap memaksa.” Harun pun akhirnya menerima uang pemberian Rania.
Tiba-tiba ponsel Harun berdering, pria itu mengangkatnya. Rania terpana melihat cara dan gaya bicara Harun. Pria itu berbicara menggunakan bahasa daerah yang sama dengan bahasa yang begitu ia kuasai.
“Maaf, barusan istri saya menelepon.” Harun kembali menyimpan ponselnya di dalam saku celana.
“Abang dari padang?” tanya Rania.
“Iya, kenapa?”
“Ah, tidak. Kebetulan sekali, ternyata kita satu kampung, hehehe. Saya dari pariaman, merantau ke sini.” Rania tersenyum.
“Oiya, kebetulan sekali. Saya mengunjungi adik saya yang tengah kuliah di sini.”
“Owh ... ya ....”
“Jadi, kemana suamimu? Bukankah tadi katamu akan pergi bersamanya?”
“Aku sih maunya iya, tapi dia tidak.” Rania menjawab dengan bibir sedikit mengerucut. Kekecewaan jelas terpatri di wajah Rania.
Menit demi menit berlalu. semakin lama mereka berdua semakin akrab. Rania dan Harun saling bertukar cerita. Awalnya mengenai kampung halaman, pekerjaan, lalu kemudian berlanjut ke pasangan masing-masing.
Rania merasa sangat nyaman, hingga tanpa sadar wanita itu sudah bercerita terlalu jauh kepada pria yang baru saja di kenalnya. Rania tanpa segan menceritakan semua kekurangan dan aib Adam. Harun tersenyum dan menangapi semua cerita Rania.
“Kenapa kamu tidak bercerai saja?” Lagi, jawaban yang sama di terima Rania setiap wanita itu menceritakan semua kekurangan Adam.
“Sudah sangat lama aku menginginkan itu, tapi ... apa yakin, setelah itu kehidupanku akan membaik. Huft ... akhirnya, aku hanya bisa bersabar.”
“Kasihan Ra, wanita sepertimu harusnya pantas bahagia. Kamu masih sangat muda, juga sangat cantik. Kamu berhak memilih jalan hidupmu sendiri.” Rania tersanjung, Harun sungguh sudah memikat hatinya.
“Entahlah, Bang ....”
“Oiya, mumpung masih jam delapan malam, aku mau ajak kamu jalan-jalan, bagaimana? Aku harap kamu tidak menolak. Bukankah tadi katamu, rindu suasana malam kota Batam? Kebetulan, aku juga tidak mengenali kota ini.”
“Hhmmm ... boleh, tapi apakah tidak merepotkan?” Rania tampak begitu sumringah.
“Tentu saja tidak Ra, justru saya senang. Malam pertama di sini bisa berjalan-jalan dengan wanita secantik kamu. Anggap saja, kita bersaudara. Bukankah kita berasal dari daerah yang sama?”
Rania mengangguk. Senyumnya begitu merekah. Pria berperawakan india itu, benar-benar sudah memikat hatinya.
***
***
***
Hai, Kesayangan ...
Makasih lho buat yang udah mampir dan baca cerita ini. Buat teman-teman yang mampir ke sini, jangan lupa ya, intip ceritaku yang lainnya juga ... jangan lupa FOLLOW agar teman-teman dapat notifikasi setiap aku up cerita baru atau Up bab baru. Ada banyak pilihan cerita lho.
#Romance (Mas Rei Series)
1. Hubungan Terlarang (Best Seller) (TAMAT)
2. [Bukan] Hubungan Terlarang (Sekuel Hubungan Terlarang) - TAMAT
3. Bukan Hubungan Terlarang 2 (Coming Soon)
#Romance (Cinta beda agama)
1. Mentari Untuk Azzam (TAMAT)
#Komedi Romantis Asyik
1. When Juleha Meets Bambang (On Going)
#Romance (Kekuatan Cinta & perselingkuhan)
1. Bukan Mauku (TAMAT)
2. Bukan Mauku 2 (Sekuel Bukan Mauku) - Coming Soon
3. Menikahi Mantan Suami (TAMAT)
4. Putrimu Bukan Anakmu (TAMAT)
5. CEO'S Secret Marriage (Coming Soon)
#Thriller (seru & mendebarkan)
1. EYES (TAMAT)
2. TERROR & OBSESSION (coming soon)
#Fantasy
1. Pandora Kingdom (Coming Soon)
Salam Sayang Penuh Cinta, KISS ...
## Vhie ##