Bab 10

1010 Kata
Saat melihat meja makan ketigannya melotot tak percaya dengan apa yang mereka saksikan. "Suciiii....!" teriak Ibu Windarti memanggil nama menantunya. "Iya Mah...! telinga Suci masih normal loh Mah, Kenapa sih teriak-teriak?"jawab Suci. "Kenapa masakannya hanya ada di hadapanmu saja? Makanan untuk kami mana?"Tanya ibu Windarti dengan tatapan marah ke arah menantunya. "Mama sudah masak belum?" Tanya Suci dengan menyendokan makanan ke mulutnya. "Untuk apa saya masak? Kan ada babu ini yang kamu bayar? Harusnya dia dong yang menyediakan masakan untuk kami semua?"Jawab ibu Windarti yang tidak mengurangi tatapan sinisnya ke arah menantu tercinta. "Mama ada membayar dia tidak?"Tanya Suci setelah mendengar jawaban yang diucapkan oleh ibu Windarti. "Untuk apa mau mama mau bayar? Bukankah semuanya sudah kamu yang membayarnya?"sekali lagi Ibu Windarti bertanya. "Semua bahan makanan ini aku sendiri yang membelinya, tenaga dari Endang aku juga yang membayarnya...! tentu Endang hanya akan memaksakan untuk aku sendiri, dan bukan kan untuk kalian...!" jawab Suci santai sambil menikmati makanan yang ada di hadapannya, sementara Endang setelah melayani Suci tadi dia pun langsung bergegas ke kamarnya. "Lantas kami makan apa suci? Kamu waras bukan?" Kini Ihsan yang angkat bicara. "Perut perut siapa? Mulut mulut siapa?" Tanya suci tanpa menatap ke arah ketiganya. Suci sedikit kecewa saat mendapati sang suami tak lagi memanggilnya dengan sebutan dek, hal yang tak pernah dilakukan oleh suaminya selama ini. "Kenapa pertanyaanmu semakin songong sih Mbak? pantas saja Tuhan tidak mempercayaimu untuk mengandung, rupanya Kamu memang tidak ada belas kasihnya kepada kami terutama aku yang sedang hamil besar seperti ini...!"Niken pun ikut menimpali dan menghina keadaan suci yang tak kunjung hamil. "Yakin itu anak suamiku...?"pertanyaan itu meluncur begitu saja dan membuatnya bungkam. Jika Ihsan dan juga Ibu Windarti merasa mati kutu, lain halnya dengan Niken yang tiba-tiba saja wajahnya menjadi memucat oleh karena pertanyaan Suci tadi. "Maksud Mbak Suci apa?" Tanya Niken dengan tergagap. "Uppppssss....! maaf...! tentu saja anak itu bukan anak suamiku bukan? itu kan anak suamimu...!"Suci meralat kata-katanya yang keceplosan mengatakan hal tersebut kepada Niken. "Ya tentu saja seperti apa yang dikatakan oleh Niken, tentu anak itu bukan anak dari Ihsan...!"Ibu Windarti pun tak kalah tergagap saat menjawab dan membela Putra dan menantu sirinya. "Kalau kalian lapar, masak saja apa yang ada di dapur, kalau kalian masih ingin tinggal di sini, maka layani diri kalian sendiri...!"kata Suci Kini lebih tegas dari yang tadi. Suci benar-benar tidak rela jika Endang art yang di dibayarnya melayani mertua suami ataupun madunya. Saat Suci telah selesai dengan makanan yang ada di hadapannya, Suci pun memanggil Endang untuk membereskan bekas makannya. Endang yang mendapati dirinya di panggil pun langsung datang dan mengerjakan yang di perintahkan oleh sang Majikan dengan cekatan. "Eh Babu...! cepat siapkan makanan untuk kami...!" Kata Ibu Windarti memerintah. "Sudah masuk waktu Dzuhur Bu, maaf... saya mau sholat Dzuhur, setelah itu saya ada pekerjaan lain..!" jawab Endang dengan sopan. "Kamu tidak ada hak untuk membantah atau menolak, tugas kamu adalah mengerjakan apa perintahku...!" Kata Bu Windarti berapi-api. Tapi Endang hanya tersenyum menanggapi Perkataan wanita sepuh yang ada di hadapannya. Sama sekali Dia tidak peduli dengan cacian dan makian yang diucapkan oleh wanita tersebut. Sesuai apa yang dikatakan olehnya tadi, selesai membereskan bekas makan majikannya, Endang pun langsung berlalu ke kamarnya untuk mengambil handuk dan juga pakaian gantinya, dirinya hendak mandi dulu sebelum mengerjakan salat zuhur. "Dasar babu tak tahu diri, apa gunanya dia di sini kalau semua masih kita kerjakan sendiri...! memang suci itu nggak ada otaknya...!"Umpat Ibu Windarti. "San, sepertinya kamu harus lebih tegas kepada istrimu itu...! di sini Kenapa sih kamu terlihat lembek sekali?"ini Ikhsan lah yang menjadi sasaran kemarahan Ibu Windarti. Ihsan yang menyadari bahwa ada tujuan yang belum sampai, mencoba untuk menasehati sang ibu. "Kita mengalahkan dulu saja Mah, kalau kita bertingkah di sini, bisa-bisa kita akan diusir dari rumah ini, lantas kita mau tinggal di mana?"kata Ikhsan mencoba menenangkan sang ibu. "Tapi sampai kapan Mas? Aku nggak tahan kalau Mbak Suci selalu sikapnya seperti ini...! apa salahnya sih kalau seumpama art yang digaji oleh Mbak Suci ikut melayani kita? toh Mbak Suci tidak rugi kan?" Protes Niken. "Yang sabar ya sayang? jangan marah-marah, nggak bagus untuk perkembangan anak kita...!" kata Ikhsan. "Udah ah pusing aku memikirkan Mbak Suci, Aku lapar mas...! aku harus makan apa sekarang?" Tanya Niken. "Kita delivery saja...!" jawab Ibu Windarti. "Uang dari mana Mah? Uang Ikhsan sudah menipis...!" tanya Ikhsan menjawab pernyataan Ibu Windarti. "Lebih baik mamah membuat masakan saja, kata suci di dapur masih ada bahan masakan, coba Mama cek ada apa saja di sana...!"kata Ihsan. "Kenapa harus Mama sih? Kenapa tidak istrimu ini saja?" kata Ibu Windarti memprotes apa yang diucapkan oleh anak lanangnya. "Mama tega menyuruh menantu Mama yang hamil ini memasak? Mama nggak kasihan kah?" kata Niken menghiba. "Husst...! kalian itu jangan keras-keras mengatakan semua itu, kalian mau rahasia kita terbongkar? Bagaimana kalau Suci sampai dengar? urusannya bisa kacau...!"kata Ikhsan memperingatkan. Mau tidak mau akhirnya Ibu Windarti memasak untuk mereka bertiga, meskipun hatinya dongkol tapi ia mencoba untuk berdamai demi calon cucu yang ia harapkan. Sangking fokusnya Ihsan dan juga Ibu Windarti sampai mereka tidak menyadari raut wajah Niken tadi berubah saat dikejar oleh pertanyaan Suci tentang kehamilannya. Entah secara kebetulan atau memang ada sesuatu tentang kehamilan suci tersebut, Sebenarnya tadi Suci bisa melihat raut ketakutan di wajah istri kedua suaminya tersebut. Namun tidak bagi Ihsan maupun Ibu Windarti, mereka sangat percaya diri dan sama sekali tidak mencurigai tentang kehamilan Niken. Setelah masakan siap, Mereka pun makan bersama di meja makan, obrolan kecil pun terjadi diantara ketiganya. "Bagaimana dengan acara 7 bulanannya Mah? Kapan kita akan mengadakannya? di sini kan Mah? Terus siapa yang akan membiayai?" Tanya Niken memastikan tentang acara yang sudah dijanjikan oleh sang mertua. "Kamu tenang saja, untuk masalah itu Mama sudah mengatur, kita akan mengadakan acara 7 bulanan di rumah ini...!" Kata Ibu Windarti menjawab pertanyaan menantunya. "Untuk biayanya nanti, tentu Suci lah yang akan membayarnya...!"lanjutnya kemudian. "Bagaimana kalau Suci menolak Mah?" Tanya Ikhsan. "Dia tidak punya pilihan lain, mau tidak mau, terima tidak terima, Dia tetap harus membayar semuanya, Karena Mama nanti akan memesan catering atas namanya...!" Jawab Ibu Windarti percaya diri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN