Langit berangsur-angsur kehilangan cahayanya, awan hitam mulai menjalar menyelimuti dengan kegelapan. "Hhmm sepertinya akan turun hujan!" gumam Saiqa yang menatap langit dari balik jendela kamarnya dengan bibir yang sudah mengerucut.
Saiqa pun bergegas keluar dari kamar kecilnya menuju ke dapur yang bersebelahan dengan kamarnya. Karena gubuk yang mereka tinggali tidak terlalu luas, jadilah setiap ruangan bersebelahan dan tidak memiliki jarak. Akan tetapi setiap Saiqa atau saudara laki-lakinya mencari barang yang dibutuhkan, mereka akan sulit menemukannya karena ada begitu banyak tumpukan barang lain di bilik sempit itu. "Inaq simpan payung di mana yaa?" Gumam gadis manis itu mencari payung buntutnya, ia berinisiatif untuk membawa payung ke sekolah agar tak kehujanan nantinya.
Setelah gadis itu mencari beberapa saat, dia terdiam, "Kan aku pakai sepeda, kalau membawa payung juga pasti nanti bakalan repot bawanya." Pikir Saiqa menerka-nerka apa yang akan terjadi nanti. "Mending bawa kresek aja lah, yang kecil buat nutupin kepala sama yang besar buat masukin tas." Saiqa masih terus berbicara dengan dirinya sendiri.
Tokk.. tokk.. tok..
"Assalamu'alaikum" lirih lembut perempuan yang sangat dikenalnya itu yang membuat Saiqa sedikit tergesa berlari ke arah pintu rumahnya untuk menyambut sang ibu.
"Wa'alaikumsalam, inaq udah pulang?" Tanya Saiqa dengan senyum lebar yang ia lemparkan ke Inaqnya yang sekarang sedang berdiri di ambang pintu.
"Saiqa mau berangkat sekolah ya? Ini Inaq belikan nasi bungkus kesukaan Saiqa." Inaq menyodorkan kresek hitam kecil yang berisi nasi bungkus itu pada Saiqa.
"Inaq cuma beli satu? Buat kak Zie mana bu? Kakak juga pasti lapar nanti pulang sekolah." tanya Saiqa dengan wajah polosnya.
"Kakakmu bisa cari makan sendiri sayang, ya sudah kamu berangkat saja ya nanti keburu hujan turun!" Titah sang ibu.
Wajah Saiqa langsung berubah murung. "Ya inaq. Nanti Saiqa makan di sekolah." Ucapnya tak bersemangat. "Kenapa inaq selalu pilih kasih, bukankah kak Zie juga anaknya!" Lirih Saiqa dalam hati.
"Hati-hati di jalan ya sayang, ingat fokus belajar ya!"
"Ya inaq, apa inaq punya kresek? Saiqa mau pakai buat bungkus tas nanti kalau hujannya turun." tanya Saiqa pada sang ibu.
"Kamu tunggu di sini yaa, Inaq carikan dulu kreseknya!".
Saiqa memasukkan nasi bungkus ke dalam tasnya sambil menunggu sang ibu datang membawakannya kantong plastik yang ia minta. Tas yang Saiqa pakai adalah tas lama, waktu pertama di beli tas itu memang tidak akan basa jika terkena air, namun kini kondisinya sudah sangat kacau, ada beberapa bagian yang telah sobek tapi di jahit kembali. Dan juga beberapa tambalan di bagian bawahnya, sementara sang ibu belum bisa membelikannya tas baru. Anak gadis itu memang mendapatkan beasiswa, hanya saja uangnya langsung ia berikan ke ibunya tapi entahlah uang itu di gunakan untuk apa.
Beberapa menit kemudian, langkah kaki inaq terdengar semakin mendekati Saiqa. "Ini kreseknya sayang, pasti tas kamu tidak akan basah." Tutur Inaq menjulurkan tangan yang berisi kresek berukuran sangat besar untuk di bawa Saiqa ke sekolah. Takut nanti di perjalanan menuju sekolah tiba-tiba hujan, bisa-bisa tas Saiqa satu-satunya itu akan basah dan buku yang ada di dalam tasnya pun pasti akan ikut basah.
Tangan kecil Saiqa meraih kresek yang dijulurkan oleh sang Inaq dan ia bergegas memasukannya ke dalam tas berwarna merah muda miliknya. "Saiqa berangkat sekolah dulu ya Inaq, do'ain semoga awan hitamnya pergi dan tidak akan turun hujan." Pamit Saiqa sembari meraih tangan Inaqnya yang teraba kasar itu karena harus melakukan banyak pekerjaan.
"Nanti kalau hujan, kamu berteduh di depan ruko-ruko yang ada dipinggir jalan ya sayang." Pesan Inaq yang dibalas anggukan oleh Saiqa.
"Kakak kamu tidak pulang terlambat kan? Bisa-bisa nanti kamu juga akan terlambat masuk kelas karena harus menunggu sepatu yang kakakmu pakai." Tanya Inaqnya dengan tatapan tajam pada Saiqa.
"Kakak tidak pernah terlambat kok kasih aku sepatunya, jadi Saiqa juga tidak akan terlambat masuk kelas." Saiqa berusaha membela kakaknya, karena dia tidak mau Inaq tahu kalau kakaknya sudah beberapa kali membuat Saiqa hampir terlambat masuk kelas. Karena jika Inaq tahu tentang hal itu, pasti Inaq akan memarahi Azie. Dan Saiqa tidak tidak ingin melihat kakak kesayangannya itu terlalu sering mendapatkan hukuman.
"Iya sudah, kamu berangkat sekarang ya sayang. Hati hati di jalan, bawa sepedanya jangan ngebut-ngebut, kalau nyebrang lihat kanak kiri dulu. Dan belajar yang rajin ya, biar kamu bisa jadi orang sukses dan bisa membahagiakan ibumu ini." Pesan Inaq pada Saiqa setiap anak perempuannya itu.
"Amiin, Semoga Saiqa jadi orang yang sukses." Saiqa tersenyum manis dan lesung pipi cantiknya itu. "Ya sudah Saiqa berangkat dulu ya Inaq, Assalamu'alaikum." Pamit Saiqa menyalami sang ibu dan melambaikan tangan. Hasna selalu memanjakan putrinya dan memperlakukannya begitu baik beda lagi dengan anak lelakinya yang bahkan ia anggap hanya seperti angin lalu saja.
"Bismillah, ya Allah semoga kakak tidak telat lagi pulangnya!" batin Saiqa sembari memberikan tenaga ekstra pada kayuhan pertama di pedal sepedanya.
Baru setengah perjalanan, rintik air hujan perlahan jatuh mendarat di pipi Saiqa. Gadis itu kemudian bergegas mengayuh sepedanya sedikit lebih cepat karena takut hujan akan semakin besar.
"Nanti saja aku masukin tas ini ke kantong kresek kalau hujannya telah deras, kalau gerimis kayak gini mah tidak akan membuat tas ku jadi basah" batin Saiqa meyakinkan dirinya.
Saiqa menepikan sepedanya di depan ruko kosong yang ada di seberang sekolahnya itu. Ia akan menunggu sang kakak di sana untuk menukar sepatu dengan sendal yang ia kenakan. 10 menit sudah berlalu, Saiqa mulai merasa resah menunggu kakaknya yang tidak kunjung datang. "Kakak mana sih, kok belum dateng juga yaa? Apa kakak pulang telat lagi?" Batin Saiqa.
Saiqa mulai memandangi rintik air hujan dengan wajah yang sangat panik, sembari menyeka percikan air yang mengenai wajahnya.
"Baiklah anak-anak pelajaran tambahan hari ini selesai, kalian boleh pulang sekarang." Ucap sang guru matematika. Semua anak kelas 3.A langsung bersorak Sorai karena akhirnya pelajaran mereka selesai juga.
"Terimakasih Bu Guru." Ucap seisi kelas kompak. Senyum mereka mengembang, waktu yang pulang yang dinanti sangat menggembirakan, padahal jam tambahan itu satu jam dari jadwal pulang mereka seharusnya tapi rasanya seperti berabad abad lamanya. Namun hal itu tidak berlaku bagi Azie, waktu tetap berjalan sangat cepat baginya, dan setelah ia sampai rumah nanti itu artinya dia harus menyiapkan tubuhnya yang tidak terlalu berisi itu untuk bekerja.
"Biru, aku duluan pulang ya. Pasti Saiqa sudah nungguin aku di tempat biasa. Aku tidak mau dia terlalu lama menunggu, yang ada dia bisa nangis nanti." Pamit Azie pada Biru yang masih sibuk merapikan buku-bukunya.
"Iya sudah, kamu cepat keluar sana, sebentar lagi hujan akan deras." Jawab Biru menoleh sekilas melihat sahabatnya itu.
"Eh Zie kok buru-buru?" Sapa Zara yang sudah menunggu di depan pintu kelasnya.
"Maaf Ra aku harus cepat keluar." Balas Zie seraya berlalu tanpa menoleh ke arah Zara. Anak lelaki itu berusaha berlari dan mencoba untuk menerobos kerumunan orang yang berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing. Butuh waktu 10 menit untuk Azie sampai di tempat Saiqa yang sedari tadi sudah menunggunya datang, karena harus mengeluarkan sepedanya yang terparkir ditengah-tengah sepeda yang lainnya.
Saiqa berjongkok dan meringkuk dengan mata yang sudah mulai memerah. Azie berusaha lari semakin kencang di bawah rintik air hujan menggeret sepedanya, dengan lincah ia menyeberang jalan yang sedikit lengang.
"Maafkan kakak sayang sudah membuatmu menunggu!" Ucap Azie dengan wajah bersalahnya menyapa Saiqa yang sudah hampir meneteskan air mata.
"Kakak kenapa lama banget sih, nanti kalau Saiqa terlambat bagaimana?" Rengek Saiqa ditambah dengan beberapa hentakan kecil yang menandakan kekesalannya pada Azie.
"Ada pelajaran tambahan dek, ya sudah kamu masuk sana! Ini sepatunya." Zie melepaskan sepatu di kakinya dan memakaikannya pada kaki adik kesayangannya itu. Ia rela membungkuk merendahkan posisi tubuhnya demi memberikan limpahan perhatian untuk saudarinya itu. Saiqa kini merasa seperti seorang tuan putri saja. "Kalau kamu merengek terus ya pasti akan terlambat dek, sudah sana masuk masih ada waktu sepuluh menit lagi." Azie mengusap lembut pucuk kepala Saiqa.
"Terimakasih kak." Saiqa mulai berkaca-kaca.
"Kakak janji, ini hari terakhir dalam hidupmu, melakukan hal yang menyedihkan seperti ini. Kakak janji setelah hari ini, tidak akan ada lagi air mata kesedihan yang akan menetas dari mata indahmu itu." Azie mengusap pipi sang adik, siapa yang tidak terharu dan bahagia melihat dua anak yang mulai remaja itu dengan adegan penuh kasih mereka di bawah rintikan hujan.
Saiqa hanya menganggukkan kepalanya.
"Ayo kakak bantu nyebrang jalan!" Azie membantu sang adik menyeberang, dengan setia ia menarik sepeda adiknya.
Dari kejauhan nampak Rayyan mengawasi kegiatan dua saudara itu dengan wajah penuh kesal dan amarah. Ia selalu cemburu dengan kisah dua saudara itu.