BAB 29

1951 Kata
Setelah keluar dari dalam lift, Aura langsung melangkahkan kakinya menuju ruang latihannya. Ia membuka pintu ruang latihannya lalu langsung berjalan ke loker yang ada di sudut ruangan, tangannya mengeluarkan pakaian gantinya. Ia hendak mengganti pakaiannya terlebih dahulu, keringatnya sudah membuat bajunya basah total dan kegerahan. Ia duduk sejenak memegang paper bag berisi pakaian gantinya, ia meluruskan kakinya yang terasa pegal sambil meminum air mineral dari botol yang ia ambil sebelum duduk tadi. Aura mengatur napasnya yang masih terasa memburu, entah kenapa dadanya terasa agak sesak saat ini padahal tadi ia merasa baik - baik saja. "Panas juga," gumam Aura, ia sengaja tidak mengatur pendingin ruangan menjadi yang paling dingin karena bisa membuatnya demam seketika. Aura memiliki alergi terhada suhu dan cuaca, ia tidak bisa terlalu lama berpanas - panasan atau juga tidak bisa terlalu lama berdingin - dinginan. Biasanya saat tubuhnya mulai mereaksikan alerginya, ia akan pilek dan flu seketika. Jika sudah begitu, Aura akan kesulitan mengurus dirinya sendiri nantinya dan akhirnya Winda yang biasanya selalu menjenguk Aura. Pernah dulu Aura mengalami demam parah karena memaksakan dirinya, akhirnya ia benar - benar harus beristirahat total di rumah sakit selama beberapa hari. Lalu, selama beberapa hari itu juga Aura tidak pernah absen mendengarkan omelan Winda yang terus memperingatinya untuk menjaga dirinya sendiri. "Jika bukan kita sendiri siapa lagi," ucapan Winda itu selalu terngiang - ngiang di kepala Aura sebenarnya. Setelah beristirahat selama beberapa menit Aura berdiri dari duduknya, ia berjalan ke ruang ganti berniat untuk mengguyur tubuhnya yang terasa lengket karena keringat. Apa lagi hari ini Aura memiliki jadwal di ruang kantor, tentu saja Aura tidak mungkin tidak mengguyur tubuhnya. Jika menurut dengan jadwalnya hari ini Aura harus mengikuti tes kesehatan, siangnya ia memiliki jadwal untuk syuting iklan meskipun hanya sebagai sampingan namun kak Shyn mengatakan ini adalah salah satu jalan untuk membuat nama Aura mulai di kenal oleh orang - orang. Aura mengambil ponselnya melihat beberapa pesan yang masuk, sedari tadi memang ponsel Aura berdering tetapi ia tidak memeriksanya kecuali ada panggilan masuk karena ia terbiasa fokus terhadap sesuatu dan tidak menghiraukan yang lainnya. Aura melihat lokernya yang terbuka, sepertinya ia tadi tidak menutup lokernya dengan rapat atau lupa menguncinya. Saat Aura hendak mendekati lokernya, tiba - tiba pintu ruang latihannya terbuka. "Astaga kak Shyn," gunam Aura yang terkejut karena kedatangan mendadak kak Shyn. "Nanti ke ruangan aku ya," ucap kak Shyn yang baru saja membuka pintu, membuat Aura terkejut karena kedatangannya yang tiba - tiba. Mata Aura menangkap catatan yang tertempel di depan lokernya, sepertinya di tempel oleh kak Shyn karena Aura baru melihatnya. 09.00 - 11.00 Rumah sakit dan pemeriksaan 11.30 - 14.00 Syuting iklan cokelat 13.00 Kembali ke kantor Aura menatap kak Shyn lalu menganggukkan kepalanya, "iya Kak," saut Aura kemudian setelah mendengarkan jawaban dari Aura, kak Shyn melangkahkan kembali menutup pintu dan pergi. Aura bergegas kembali menutup lokernya, ia berjalan ke kamar mandi yang ada di sebelah ruangannya yang memang hanya bisa di akses dari ruangan latihan Aura. Tangannya meraih gagang pintu lalu mendorongnya, ia mulai menggantung pakaian gantinya dan handuk yang tadi ia bawa ke penggantung. Aura tidak sabar untuk mengguyur dirinya dengan air dingin, ia kemudian menanggalkan satu persatu pakaiannya lalu menghidupkan shower yang kemudian membasahi tubuhnya. *** Setelah tadi ia selesai membasuh dirinya, Aura memoles wajahnya dengan beberapa make up agar wajahnya tidak terlihat terlalu kusam. Ia kemudian menyemprotkan minyak wangi di sekeliling tubuhnya, lalu mematut dirinya sekali lagi di depan cermin. "Oh iya," gumam Aura ketika menyadari ada sesuatu yang kurang. Polesan lip tint menjadi bagian terakhir dari make up natural Aura, ia mematut dirinya di depan cermin lalu berjalan keluar. Jeans dan sweeter menjadi pakaian simpel Aura hari ini, ia berjalan dengan langkah yang agak terburu. Tidak telat memang, hanya saja ia tidak ingin pergi terburu - buru. Ponsel Aura tiba - tiba berdering, ia menghentikan langkahnya lalu mengangkat panggilan itu sambil menatap hamparan langit dan atap dari jendela kaca yang cukup besar. Panggilan itu dari nomor yang tidak di kenal, ia juga melihat ada beberapa panggilan tidak terjawab dari nomor yang sama Aura takut jika ada sesuatu yang penting yang malah ia lewatkan. "Halo," ucap Aura menjawab panggilan. "Selamat siang apa benar ini dengan ahli waris bapak Pandu Kusumo?" tanya suara dari balik telepon. Jantung Aura mendadak berdegup dengan kencang, "iya saya anaknya, ini siapa ya?" tanya Aura bingung, namun jika tebakannya tidak salah ini pasti dari bank. Aura memijat kepalanya uang tiba - tiba terasa pusing, deadline p********n tagihannya memang hampir berakhir. Aura sendiri bahkan belum menyelesaikan satu kali p********n 'pun karena mereka hanya menerima p********n dalam batas minimal yang di tentukan sedangkan dari kemarin - kemarin Aura masih berusaha mengumpulkan pundi - pundi rupiahnya. "Saya Mitha dari bank CBI, saya ingin mengingatkan jika tagihan hutang pak Pandu harus dilunasi dalam waktu satu minggu. Apa mbak sebagai ahli waris bisa segera melakukan p********n?" tanya Mitha, benar saja seperti dugaan Aura itu adalah panggilan dari bank. Aura terdiam sejenak, wajahnya agak memucat namun ia berusaha untuk menenangkan dirinya. "Saya akan segera mengurusnya, apa bisa saya membayarnya dengan mencicil 4x p********n?" tanya Aura, karena jelas saja jika sekarang ia tidak memiliki uang sebanyak itu. Pegawai bank itu diam sejenak, "sebaiknya di bicarakan langsung di bank ya mbak, karena ada beberapa dokumen yang harus di periksa jika mau mengajukan penyicilan kembali." Aura menarik napasnya dalam, "saya akan ke bank secepatnya," ucap Aura dengan nada suara serius. Tidak ada pilihan lain memang, saat ini mau tidak mau Aura memang harus mulai menyetorkan uangnya sebelum rumahnya benar - benar di sita. Ia tidak bisa membiarkan rumahnya di sita karena itu adalah satu - satunya peninggalan yang menyimpan kenangan Aura dengan ibunya. Tentu saja Aura tidak rela jika harus melepaskan rumahnya itu, tidak akan bisa. "Baiklah, langsung saja datang ke bank CBI pusat di hari kerja. Selama pagi," ucap Mitha lalu panggilan itu 'pun berakhir. Aura kembali menarik dalam napasnya lalu menghembuskannya, ia memijat kepalanya yang terasa agak pusing. Sebuah tepukan di pundaknya membuat Aura membalikkan badannya, ia menatap Agry yang tersenyum menatapnya. Aura terkejut, ia melihat ke sekitar mungkin Agry lupa jika mereka sedang berada di kantor. Seakrab apapun mereka di luar tentu saja tidak bisa membuat Agry bersikap seperti itu, apa lagi jika ada orang lain yang melihat. Ekspresi wajah Agry seketika berubah ketika tatapan mereka bertemu, "ada apa?" tanya Agry menatap mata Aura dalam. Aura tersenyum kecil, "tidak ada apa - apa, tapi maaf pak Agry aku harus pergi sekarang. Kak Shyn mungkin sudah menunggu," ucap Aura berusaha untuk bersikap sopan. Mendengar itu Agry menganggukan kepalanya dan memilih untuk tidak bertanya lebih jauh, Aura kemudian membalikkan badannya dan berjalan meninggalkan Agry yang masih terus menatap langkah yang semakin menjauh itu. Tangan Aura mengetuk pintu beberapa kali, ia kemudian mengalihkan pandangannya ke dalam setelah mendorong gagang pintu. Kak Shyn tengah duduk di meja kerjanya, wajahnya terlihat serius di tambah dengan kaca mata yang membingkai wajahnya. "Kak?" panggil Aura ketika kak Shyn menatapnya dari balik meja kerja. Kak Shyn masih terlihat serius, ia menatap Aura sekilas lalu menganggukkan kepalanya memberikan tanda agar Aura masuk ke dalam. Melihat itu tentu saja Aura mengerti, ia menyampirkan tasnya yang turun kembali ke pundaknya. Kemudian Aura mendorong lebih lebar pintu itu dan kemudian masuk ke dalamnya. "Masih banyak kak?" tanya Aura menatap berkas di atas meja kak Shyn. "Pekerjaan ini tidak akan ada habisnya," ucap kak Shyn dengan kekehan, ia kemudian berdiri dari duduknya dan mengambil tas. Kak Shyn memang terkekeh, tapi ia tetap pada pada ekspresi wajahnya yang serius. Aura duduk di sofa yang ada di ruangan kak Shyn, tempat Aura dan kak Shyn biasanya rapat membahas perkerjaan mereka. Beberapa saat kemudian kak Shyn melepaskan kaca mata yang membingkai wajahnya itu, lalu memundurkan kursinya sambil meregangkan tubuhnya sepertinya ia terlihat cukup lelah. "Ayo kita pergi," lanjut kak Shyn menatap Aura yang kemudian mengangguk dan mengikutinya berjalan. Langkah kaki kak Shyn beradu dengan suara langkah kaki Aura, ia kemudian berjalan dengan langkah yang agak terburu - buru. Mereka memasuki lift yang langsung turun ke area parkir yang ada di bawah tanah, kaki Aura masih berjalan mengikuti langkah kak Shyn. "Kita ke rumah sakit dulu ya," ucap kak Shyn memberi tahu. Aura yang baru saja masuk ke dalam mobil menatapnya, "bukan di kantor?" tanya Aura, karena tes kesehatan pertamanya ia lakukan di kantor utama. Pemeriksaan kali pertama saat Aura di terima menjadi trainee di sini di lakukan di kantor, pemeriksaan tambahannya juga di lakukan di klinik kantor. Oleh sebab itulah Aura agak sedikit bingung saat tahu jika pemeriksaannya akan di lakukan di rumah sakit yang berkerja sama dengan perusahaan, sepertinya pemeriksaan kali ini akan lebih menyeluruh daripada sebelumnya. Kak Shyn menggelengkan kepalanya, "kita ke rumah sakit yang berkerjasama dengan perusahaan," saut kak Shyn lalu menghidupkan mesin mobilnya, Aura segera memakai sabuk pengaman dan kak Shyn juga langsung melajukan mobilnya keluar. "Pekerjaan kita tidak terlalu banyak hari ini," ucap kak Shyn, ia sebenarnya juga merasa agak lega setelah beberapa hari harus berkerja dengan waktu yang terbatas. "Bukankah itu artinya bagus kak?" saut Aura dengan kekehan. Kak Shyn ikut terkekeh, "ya sangat baik untuk kita," ucapnya dengan tawa. Aura merasa mood kak Shyn cukup bagus hari ini, Aura juga teringat jika benar waktu mereka sedikit longgar hari ini maka ia akan pergi ke bank untuk segera menyelesaikan salah satu masalah yang sangat menganggunya selama ini. Baguslah jika begitu, semakin cepat permasalahannya selesai semakin ringan pula beban yang ada di pundak Aura nantinya. "Kak Shyn?" panggil Aura pelan, mata kak Shyn memincing ia melirik Aura dengan sudut matanya. "Ada apa?" tanya kak Shyn. Aura terdiam sebentar, "kak kalau hari ini ada waktu luang aku mau izin ke bank," ucap Aura meminta izin, ia juga berbicara dengan berhati - hati. "Apa ATM kamu bermasalah, atau gaji kemarin belum masuk? Nanti aku akan hubungi bagian keuangan," ucap kak Shyn segera. Aura menggelengkan kepalanya dengan segera, "bukan itu," ucap Aura. Kak Shyn melirik Aura sekali lagi, "lalu?" tanya kak Shyn. "Hanya sebuah masalah pribadi," ucap Aura pelan, menyadari sepertinya ada hal yang memang harus di urus kak Shyn menganggukkan kepalanya. Aura hanya hisa menjelaskan kepada kak Shyn bahwa ada masalah pribadi yang harus ia selesaikan, tentu saja Aura tidak bisa mengatakan yang sebenarnya jika ia terlilit hutang keluarga dan menjadi satu - satunya orang yang harus menyelesaikan permasalahan itu. Jika tidak, rumahnya akan di sita. Tidak. Aura tidak bisa mengatakan hal itu kepada kak Shyn, walaupun dari awal kak Shyn selalu berkata ia siap mendengarkan apapun tetapi tetap saja Aura belum sesiap itu. "Baiklah, jika tidak ada pekerjaan lain kamu bisa pulang setelah pemotretan," ucap kak Shyn, membuat Aura bisa sedikit bernapas lega. "Terima kasih kak," ucap Aura tulus, kak Shyn juga mengangguk dengan tulus. "Kita sudah sampai, ayo turun. Kita hanya perlu mengambil sampel darah kamu," ucap kak Shyn, kemudian Aura mengangguk mengerti ia melepaskan sabuk pengamannya dan segera keluar dari mobil. Obrolan Aura dan kak Shyn yang semakin panjang membuat mereka sama - sama tidak merasakan perjalanan yang panjang, yang mereka rasakan adalah ternyata mereka sudah sampai saja di rumah sakit tujuan mereka. Aura dan kak Shyn menertawakan diri mereka sendiri, bahkan sampai mobil sudah terparkir obrolan mereka baru terhenti. "Ayo kak," ajak Aura dan ia segera melangkah mengikuti kak Shyn yang ada di depannya. Jantung Aura berdegup kencang setelah ia sampai di rumah sakit, ketegangannya bertambah seketika. Aura memang tidak menyukai rumah sakit, ia benci sekali dengan jarum suntik namun keadaan memaksa Aura untuk bertemu dengan jarum suntik lagi hari ini. Kak Shyn menekan tombol lift yang kemudian terbuka beberapa saat kemudian, "ayo masuk, kamu tidak takut jarum 'kan?" ucap kak Shyn uang kemudian terkekeh, sebenarnya benar Aura takut dengan jarum suntik hingga keringatnya mulai mengucur semakin deras setelah keluar dari mobil tadi, dan kak Shyn juga sepertinya menyadari kegelisaha Aura sedari tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN