"Loh, Aura?"
Aura mengalihkan pandangannya di sebuah meja dekat pintu masuk. Ia melihat Agry tengah tersenyum menatapnya, perlahan ia berjalan mendekati meja Agry.
"Lagi istirahat?" tanya Aura lalu duduk di kursi yang berhadapan dengan Agry.
Hubungan antara Aura dan Agry kini semakin dekat, mereka sering bertemu di kantor dan beberapa kali di luar.
"Iya, habis ada kerjaan di luar. Kamu dari mana?"
"Dari set syuting, kak Shyn mau aku melihat langsung kondisi di sana biar aku gak kaget jika harus kerja dengan banyak orang."
"Bagus kalau gitu," ucap Agry mengerti.
"Aku mau mesen minum dulu," ucap Aura berdiri dari duduknya.
Ia berjalan menuju kasir, tidak lupa menyapa Winda yang terlihat sibuk dengan pesanan.
"Win, lagi repot?"
"Pas banget, Ra please banget bantuin gue kalo lo ga harus buru-buru."
Aura tertawa mendengar ucapan Winda yang berbisik, seakan mengerti Aura langsung berjalan ke belakang dan mengambil apron lalu memakainya.
Aura mengambil beberapa pesanan dan membantu Winda membuat beberapa pesanan, ia tidak enak melihat Winda kerepotan apalagi dirinya sudah tidak bisa bekerja lagi disini seperti dulu.
Winda adalah satu-satunya orang yang menerimanya, membantunya saat ia kesulitan bahkan banyak hutang budi yang Aura pikul karena kebaikan Winda.
"Anak-anak lain mana?" tanya Aura pada Winda, sekarang pesanan mereka sudah berkurang membuat mereka bisa sedikit santai.
"Udah pada pulang, soalnya besok mau piknik bareng. Ikut ya," ajak Winda pada Aura.
"Maaf Win, aku gak bisa. Besok ada pemotretan," ucapku lemah karena merasa tidak enak pada Winda.
"Ya ampun, kamu gak perlu minta maaf. Aku yang lupa kalo temen aku ini bentar lagi jadi artis," ucap Winda dengan nada bercanda.
"Apaan si Win, btw Dean tumben gak ada?"
"Lagi cek bahan, udah kamu duduk nanti aku bawain minuman."
Aura mengangguk, lalu melepas apronnya dan meletakkannya kembali. Ia tidiak sadar hari sudah mulai gelap, bahkan pengunjung sudah mulai sepi.
"Ra, tolong balik."
Mengerti akan ucapan Winda, Aura membalik sign board mengubah buka menjadi tutup.
"Lama ya, kenapa belum pulang?" tanya Aura pada Agry yang ternyata masih di sana.
"Gimana bisa pulang, kan tas kamu ada di sini."
"Kenapa gak ke depan ngasihin, bisa ditaruh di dalem."
"Lagi sibuk gitu, gak apa-apa lagian aku juga tadi ngecek kerjaan."
Agry mengangkat iPadnya menunjukkan ia tengah berkerja, aku menghela napas lalu diam.
"Taraaa ... pesanan datang," ucap Winda yang datang membawa just buatannya dan beberapa cake."
"Makasih, kenapa banyak banget."
"Udah gak apa-apa, segini gak bikin rugi."
Aura tertawa lalu menyesap just yang dibawa oleh Winda, tentu saja enak karena memang Winda memiliki setifikat sebagai barista dan beberapa sertifikat lain yang ia dapat dari kursus memasak.
Pintu di dorong dari luar, menampakan Dean yang datang bersama dengan Tama. Mereka memang saling mengenal karena tema di kampus yang sama.
"Udah datang sini duduk, bentar aku buatin minuman. Mau apa?" tanya Winda setelah meminta Dean dan Tama duduk.
"Bebas, samain aja sama Dean."
Winda yang mengerti berdiri dari kursinya, diikuti dengan Dean yang mengikuti pacarnya itu.
"Ra, gimana persiapan. Lusa penilaian 'kan," ucap Tama membuat Agry melirik sosok Tama sekilas.
"Iya, maaf ya anak teater jadi ikut repot karena penilaianku."
"Ya ampun, santai lagian kapan lagi di nilai sama agensi besar gitu, kita juga bisa evaluasi diri."
"Makasih," ucap Aura senang karena ia sadar semua tim di teater mendukung usahanya.
"Ini siapa? Pacar kamu?" tanya Tama melihat sosok Agry yang dari tadi diam.
"Tama kenalin, ini Agry temen satu kantor aku dia staf. Agry juga kenalin, ini Tama temen di teater."
Agry dan Tama saling bersalaman, entah mengapa Agyr merasa Tama bukan hanya teman. Apalagi, sedari tadi ia banyak bertanya dengan Aura.
"Aku pamit duluan, harus balik ke kantor penting."
"Jam segini?" tanya Aura karena jam sudah hampir menunjukan jam 7 malam.
Apalagi, jam pulang kantor juga sudah lewat. Agry mengangguk membenarkan lalu berjalan keluar setelah berpamitan.
"Kita juga harus pergi Ra, cepet abisin minuman kamu."
Sadar akan waktu yang terbatas, Aura segera menghabiskan minuman dan cakenya yang tersisa.
"Ayo," ucap Aura tergesa-gesa, jika tidak mereka akan terlambat dan pulang malam.
"Aku pergi dulu Win, jangan aneh-aneh sama Dean. Daaah...," ucapku sebelum pergi menggoda Winda dan Dean.
Aura dan Tama pergi menaiki mobil milik Tama, untungnya jalanan sudah tidak terlalu macet sehingga tidak sampai 15 menit mereka sudah sampai di gedung teater.
Aura berjalan ke ruang ganti, mengganti pakaiannya. Meskipun hanya latihan, mereka harus terbiasa juga dengan pakaian yang akan digunakan. Tidak bisa baru mencoba pakaian saat penampilan saja.
Untungnya, dengan bantuan staf tidak perlu waktu lama untuk persiapan. Aura sudah menghafal naskahnya, membuatnya cukup percaya diri untuk penilaian pertamanya.
"Oke, siap ya."
Lampu panggung dihidupkan Aura masuk lebih dulu, berjalan mengelilingi panggung memegang bunga yang dalam naskah sudah ia rangkai sendiri.
Aku menyanyi lirik lagu gembira, mengubah suasana menjadi ceria. Masih sambil memegang rangaian bunga ditanganku.
"Hei, kamu tidak pantas menikah dengan Pangeran."
Seorang gadis datang dengan tatapan tajamnya, ia merebut bunga yang sedari tadi pegang dan menghancurkannya.
"Saya juga berhak bahagia," ucap Aura sambil menangis. Ia mencoba menghayati karakter yang dimainkannya.
"Dia adalah pilihan saya, kamu tidak pantas menentukan."
Tama yang menjadi sang pangeran keluar, ia merangkul Aura yang tadi terduduk jatuh karena di dorong oleh gadis yang juga memperebutkan pangeran.
Sang pangeran membantu Aura itu berjalan, lalu meninggalkan si gadis yang terlihat kesal dan marah.
"Cut!"
"Aura, kamu harus lebih menjiwai. Jangan hanya menangis, coba untuk mengekspresikan ketidakadilanmu."
Aura mengangguk mengerti mendengar saran dari staf dan sutradara. Ia memulai kembali latihannya, ia mencoba untuk lebih menghayati perannya.
Tanpa sadar, latihan berakhir pukul 1 malam. Semua staf berkumpul saling menyemangati untuk berusaha keras, besok adalah hari penilaian. Mereka harus berlatih lebih baik hari ini.
Semua staf dan pemain merapikan kembali properti sebelum mereka berpamitan pulang. Begitu pula dengan Aura yang sudah merasakan lelah, apalagi besok ia memiliki pemotretan.
"Ayo pulang," ucap Tama yang tadi sudah mengajak Aura pulang bersamanya.
Dengan energi yang sudah banyak menghilang, Aura mengangguk dan mengikuti Tama menuju mobil. Rasa rindunya pada kasur sudah tidak berbendung, pulang adalah hadiah yang sangat ia inginkan saat ini.
Aura terbangun saat Tama mengguncangkan tubuhnya, ia membuka matanya perlahan menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya.
"Sudah sampai Ra," ucap Tama setelah melihat reaksi Aura.
"Eum ... sudah ya," ucap Aura berusaha mengumpulkan kesadarannya.
"Cape banget kayaknya, buruan masuk biar bisa istirahat."
Aura mengangguk, lalu memasukan ponselnya ke dalam tas. Ia membuka pintu lalu berjalan menuju pagar rumahnya.
"Tam, makasih banget ya."
"Iya santai aja, ya udah masuk sana."
"Iya, makasih ya."
Aura masuk setelah mengucapkan terima kasih pada Tama, ia membuka pintu lalu masuk ke dalamnya. Dengan meraba dinding, ia mencari sakelar untuk menghidupkan lampu.
Beberapa saat kemudian, lampu sudah hidup. Tanpa pikir panjang, Aura berjalan ke kamarnya dan menjatuhnya tubuhnya diatas kasur. Menikmati, nyamannya kasur yang seharian ini ia rindukan. Baru saja ia akan tertidur nyenyak ingatannya kembali, ia bangkit dari tidurnya lalu menuju ke wastafel untuk membersihkan mukanya terlebih dahulu. Saat ini, Aura mau tidak mau harus rajin merawat diri apalagi wajahnya. Bagi seorang aktris, penampilan adalah hal utama yang harus dijaga.
Aura membersihkan wajahnya lebih dahulu dengan mengunakan micelar water dan kapas, ia memoleskan kapas tadi pada wajahnya menghapus make up yang tersisa. Lalu mengambil sabun cuci muka sebelum membasahkan wajahnya dengan air, ia mengusapkan sabun tersebut hingga berbusa diwajahnya. Lalu membasuhnya kembali dengan air hingga sabun di wajah menghilang.
"Akhirnya," gumam Aura sambil mengusapkan handuk kering pada wajahnya.
Ia ingin mandi tapi terlalu dingin jika mandi sekarang, apalagi sekarang hampir jam 2 pagi. Mau tidak mau ia hanya menganti bajunya saja agar tidurnya lebih nyaman. Setelah selesai berganti pakaian, Aura kembali berjalan menuju kasurnya. Ia harus tidur sekarang karena waktunya tidak banyak, apalagi besok ia harus mampir ke bank terlebih dahulu.
Ia mematikan lampu kamarnya, lalu menghidupkan lampu tidur yang ada di lemari samping ranjangnya. Sesetelah mengatur penyejuk ruangan, ia menarik selimutnya menutupi hampir seluruh tubuhnya lalu memejamkan matanya masuk ke dunia penuh mimpi.