DUA PULUH SATU

1133 Kata
"Kei, Lo yakin akan membawanya ikut bersama?" tanya Endrew. Sesekali melirik ke arah Chris. Jujur Endrew sungguh tidak nyaman dengan adanya Chris yang ikut dalam perjalanan. Seorang wanita yang mendampingi dua orang pria di tengah hutan. Sungguh itu membuat Endrew tidak senang. Ia merasa ada sebuah microphone atau alat penyadap lainnya. Endrew takut kalau ini hanya sebuah jebakan dengan kondisi pangeran Alex sebagai alasan. Tidak ada yang tahu hati dan pikiran seorang raja vampir. Kei memang bisa membaca pikiran seorang manusia. Tapi untuk saat ini, Kei tidak bisa membaca pikiran makhluk dari dunia Immortal ini. "Kei, Lo harus hati-hati. Para penghisap itu tidak mudah dipercaya. Mereka itu licik. Aku harap kita membuat keputusan yang tepat dengan mengajak lintah seperti dia," oceh ya. "Aku tahu apa yang aku lakukan, Kek. Aku juga tahu mereka seperti apa. jangan khawatir percayalah padaku." Endrew menghembuskan nafas pasrah dengan apa yang dikatakan Keiyan Selama perjalanan yang mereka lewati. Tak ada satupun percakapan yang keluar dari mulut Chris. Ia selalu saja menyendiri meskipun bersama Kei dan Endrew. Chris sangat tahu, kalau Endrew sangat tidak menyukai dirinya saat ini, dan Chris juga mendengar semua percakapan Endrew bersama Keiyan. Kini mereka telah memasuki hutan Kabut tebal. Hutan yang dipenuhi oleh ilusi. Hutan ini merupakan batas wilayah serta digunakan sebagai benteng oleh kaum fairy di waktu lampau. hingga saat ini, tidak ada satupun orang yang bisa memasuki wilayah kaum fairy kecuali kaum itu sendiri. Siapapun yang mencoba untuk masuk akan terjebak pada ilusi mereka sendiri. Benar apa kata orang, hutan tersebut memiliki kabut yang sangat tebal sehingga jarak pandang pun sangat terbatas dan minim, udara terasa sangat dingin menusuk kulit. Awal masuk hutan tersebut, ketiganya masih bersama, pandangan mereka juga masih terjangkau. Namun semakin dalam mereka masuk hutan tersebut semakin hilang pula pandangan masing-masing dari ketiganya, hanya ada kabut berwarna putih yang sangat tebal berada di hadapan mereka. Keiyan sangat kesulitan untuk mencari taman-temannya. Namun, Kei tetap berusaha mencari kedua temannya itu berada. Hingga Kei tanpa sengaja menabrak sebuah pohon besar yang memiliki berbagai macam bunga yang cantik. "Tuanku Kei, benarkah itu anda?" Keiyan berjingkat terkejut dengan suara tersebut. Keiyan mencari-cari sosok yang telah mengajaknya bicara. "Siapa kamu? Kenapa kamu memanggilku 'tuan'?" Keiyan terdiam sejenak. Akankah suara ini adalah suara yang sama dari sebelumnya? "Tuanku jangan takut. Ini aku Flora." "Flora?" Kei membeo. Suara ini bukanlah suara yang sebelumnya. Suara yang saat ini Kei dengar seperti suara perempuan. "Anda mungkin sangat terkejut dan bingung, suatu saat anda akan mengerti siapa aku bagi Tuanku. Silahkan anda memetik bunga melati berwarna merah, dan kunyahlah. Maka anda terbebas dari kabut ilusi ini." Kei seketika sadar, dimana kini ia berada. Perlahan pohon besar tersebut merendahkan salah satu ranting cabang agar Kei bisa memetik bunga dengan mudah. "Jadi, kamu adalah pohon ini, Flora?" sambil memetik beberapa bunga melati merah. Kei sangat yakin kalau temannya juga terjebak dalam ilusi. "Benar, Tuanku." mengangkat kembali ranting setelah Kei berhasil memetik bunga. "Silahkan anda makan bunga tersebut, dan anda akan kembali." Kei menuruti suara tersebut. Ia mengunyah salah satu bunga dalam genggamannya. Perlahan kabut tebal menghilang, pun dengan pohon besar di hadapan Keiyan. "Keiyan dimana kamu?" teriak Endrew yang tidak mendapat jawaban, sebab Kei telah hilang dari pandangannya. Endrew mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat namun, tak ada satupun sosok yang dapat terlihat. Endrew semakin menajamkan pandangan serta pendengaran untuk meraba-raba keberadaan Keiyan. Perlahan kabut putih tebal menghilang dengan sendirinya, udara dingin yang sebelumnya menyelimuti kini telah berganti dengan udara hangat. Endrew dapat melihat sosok Keiyan yang sedang bercanda dengan Andy di dalam kamarnya. "Bagaimana Andy bisa berada disini?" ucapnya dalam hati. Tanpa sadar, kini Endrew juga berada di tempat yang sama. Yakni di dalam kamar kesayangannya. "Kenapa aku berada disini?" ucap Endrew yang kini masih duduk di atas ranjangnya. Sangat empuk dan nyaman. "Baru bangun, Lo kek. udah siang molor mulu," ucap Kei yang melihat Endrew di atas ranjang. "Kei, ini benar lo, kan? Ini bukan mimpi, kan?" tanya Endrew seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Iya, ini gue. Lo kenapa sih kayak orang amnesia tahu gak? Lo pikir gue apa? Setan?" ucap Kei dengan tersenyum renyah. "Kei, bukankah kita berada Di hutan? Kenapa bisa berada disini?" pertanyaan tersebut muncul begitu saja. Karena memang terakhir yang Endrew ingat adalah mereka memasuki hutan dengan kabut yang sangat tebal. Kei mengernyit tanda tidak mengerti dengan pertanyaan Endrew. Kemudian Kei berkata," Lo mimpi kali, Kek. Orang dari tadi kita berada disini sama itu tuh… Kemamang yang galau." tertawa mengejek. "Makanya jadi orang jangan molor mulu kerjaannya. Jadi mimpi yang aneh-aneh, kan." sahut Andy. "Syukurlah kalau memang hanya mimpi. Ngomong-ngomong mau kemana lo pada? Hari gini udah rapi amat?" tanya Endrew yang melihat Keiyan dan Andy sudah berpakaian sangat rapi. "Nah, kan. Lo lupa! Ini nih contoh yang tidak baik. Masa' hari wisuda aja bisa lupa. Kebanyakan molor sih!" omel Kei yang geleng kepala dengan tingkah sahabatnya. Kini tiga sahabat tersebut sudah resmi lulus kuliah, mereka merayakannya dengan makan malam bersama keluarga besar. Terutama keluarga Keiyan. Semua orang berkumpul untuk merayakan kelulusan tiga sahabat tersebut. Hanya ada canda dan tawa mengiringi hari mereka. Setiap orang menunjukkan raut bahagia dan bangga. Endrew sangat bahagia dengan hari yang dimilikinya. Ia ingin selalu merasakan kehangatan keluarga yang sempurna seperti ini. Kalau ini hanya mimpi, Endrew sangat enggan untuk bangun saat ini. Biarkanlah ia merasakan bahagia ini sedikit lebih lama. Tanpa sengaja Endrew melihat bekas luka cambukan yang sudah ia terima di dalam penjara. Seketika menyadarkan Endrew dari ilusi yang dihadapinya. Orang-orang yang berada di hadapannya bukanlah nyata. Perlahan orang yang selama ini bersamanya itu merupakan kayu kering yang tergeletak di atas tanah. Saat itu juga Endrew bisa mendengar suara Kei yang berusaha menyadarkan ya dari ilusi tersebut. "Kei, ini benar lo, kan?" pertanyaan itu refleks terlontar ketika Endrew melihat sosok Kei berada di hadapannya. Endrew melihat dengan saksama siapa yang ada di depannya itu. "Iya, Kek. Ini gue. Keiyan anak ibu Sri dan pak Nawi. Kalau Kakek lupa. Kek, lo gak apa-apa kan?" tanya Kei yang khawatir. Cukup lama Kei berusaha menyadarkan Endrew dari ilusi tersebut. Tampaknya Endrew sangat senang dan bahagia di dalam ilusi tersebut. Sehingga Endrew menikmati dan terlarut. "Di mana lintah itu?" tanya Endrew yang teringat akan Chris bersama mereka. "Ayo kita cari bersama, akan berbahaya kalau kita berpencar. Gue gak mau lo terbuai ilusi ini, kabut ini masih tetap tebal akan ada kemungkinan lagi kita kembali terjebak dalam ilusi, " jawab Kei. Perlahan keduanya melangkah, terasa ada sesuatu yang menghalangi langkah kaki Endrew. Endrew melihat ke arah kakinya, dan ia menemukan Chris yang tergeletak di atas tanah sama seperti dirinya. "Kei, ini dia lintah Itu!" kata Endrew yang menemukan. Kei segera jongkok di samping tubuh Chris dan mengambil sesuatu dari dalam sakunya. Kei meremas bunga berwarna merah tersebut dan diberikan pada mulut Chris. Beberapa menit kemudian Chris membuka kedua kelopak matanya yang sembab.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN