Isabella menjalani rutinitasnya sebagai mahasiswi di universitas setempat dengan tekad yang kuat. Di samping menjalani kuliah penuh, ia juga bekerja paruh waktu di sebuah kafe dekat kampus untuk menghasilkan uang tambahan.
Pagi-pagi buta, sebelum matahari terbit, Isabella sudah bangun. Dia berolahraga ringan di apartemennya untuk menjaga kesehatannya. Kemudian, setelah mandi dan sarapan, dia berangkat ke kampus dengan mengendarai sepeda motor yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun. Sepeda motor itu adalah salah satu dari sedikit barang yang dimilikinya yang diperoleh dari hasil kerjanya.
Kuliah selalu menjadi prioritas utamanya, dan Isabella selalu berusaha keras untuk meraih nilai yang baik. Dia rajin mengikuti perkuliahan, bertanya saat tidak mengerti, dan selalu menyerahkan tugas-tugasnya tepat waktu. Dia adalah mahasiswa teladan yang selalu berusaha untuk belajar sebanyak mungkin.
Setelah kuliah, Isabella langsung menuju ke kafe tempatnya bekerja. Di sana, dia menjadi barista handal yang melayani pelanggan dengan senyuman. Meskipun pekerjaannya melelahkan, Isabella selalu menjalankannya dengan semangat dan keceriaan. Dia memiliki tekad untuk memanfaatkan pekerjaannya sebagai sumber penghasilan tambahan untuk biaya kuliahnya dan membantu keluarganya.
Malam hari, setelah selesai bekerja, Isabella akan kembali ke apartemennya dan menyibukkan diri dengan tugas-tugas kuliah dan pembelajaran mandiri. Dia selalu berusaha untuk meraih prestasi akademik yang gemilang meskipun dalam kondisi yang terbatas. Di sela-sela waktu luangnya, dia juga menjalankan berbagai aktivitas sosial dan kegiatan amal sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat.
Isabella Carter adalah seorang wanita yang selalu tampil dengan percaya diri, tetapi hari ini, sebelum ia akan melamar pekerjaan di Romano Corporation, kegugupan dan ketegangan merasukinya. Pagi itu, ia memutuskan untuk bangun lebih awal dari jam biasanya agar ia punya waktu untuk merapikan segala sesuatunya dengan sempurna.
Dia mulai dengan mengenakan sebuah gaun sederhana yang memberikan kesan profesional tanpa kehilangan sentuhan feminin. Gaun berwarna hitam itu mempertegas matanya yang berwarna cokelat dan rambut cokelat panjangnya yang terikat rapi. Sebagai mahasiswi yang selalu berjuang untuk mengatasi keterbatasan keuangan, gaun itu adalah investasi penting yang ia lakukan beberapa bulan lalu dengan penghasilan yang didapatkan dari kerja di kafe.
Isabella kemudian menghabiskan waktu cukup lama untuk merias wajahnya. Dia tidak ingin tampil berlebihan, tetapi ingin memberikan kesan yang tegas dan profesional. Setelah beberapa saat, dia puas dengan hasilnya dan tersenyum pada refleksi dirinya di cermin.
"Kau bisa melakukannya, Isabella," gumamnya pada dirinya sendiri, mencoba untuk mengusir rasa gugup.
Setelah memeriksa ulang berkas lamarannya, Isabella keluar dari apartemennya yang sederhana menuju stasiun kereta api. Perjalanan ke Romano Corporation memakan waktu yang cukup lama, tetapi Isabella memanfaatkannya untuk merenung dan mempersiapkan diri serta mentalnya. Dia tahu betul betapa pentingnya pekerjaan ini baginya dan keluarganya.
Selama perjalanan, dia merenungkan masa kecil dan perjuangannya. Isabella berasal dari keluarga sederhana yang selalu berjuang untuk mengatasi kesulitan keuangan. Meskipun demikian, dia selalu menunjukkan kecerdasan yang luar biasa sejak kecil dan memiliki tekad untuk mencapai mimpinya. Itu yang mendorongnya untuk berusaha keras dan mendapatkan beasiswa kuliah.
Kota besar itu hidup dan bernapas dengan gemerlapnya yang tak pernah padam. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi di bawah langit biru, mencerminkan kemewahan dan kekayaan yang menjadi ciri khasnya. Di antara kilauan lampu neon dan suara riuh yang memenuhi jalan-jalan, ada dunia yang berbeda, dunia para elit, keluarga kaya, dan pengusaha berkuasa.
Di salah satu sudut kota itu, terletak sebuah gedung megah yang menjadi pusat bisnis dan keputusan. Gedung tersebut adalah markas besar dari Romano Corporation, sebuah konglomerat bisnis yang bergerak dalam berbagai sektor, mulai dari teknologi hingga properti. Dan di dalam gedung tersebut, di salah satu lantai paling atas, berdiri seorang pria muda yang tak bisa diabaikan.
Alexander Romano, begitu dia dipanggil, adalah sosok yang menarik perhatian sejak pandangan pertama. Dengan rambut hitam yang rapi, mata tajam yang menyimpan misteri, dan pakaian desainer yang selalu sempurna, dia adalah gambaran sempurna dari seorang pria kaya dan berkuasa. Keberadaannya saja sudah cukup untuk menghipnotis banyak orang.
Namun, di balik pesona dan senyumnya yang tulus, Alexander adalah seorang pria dengan rahasia yang dalam. Sifat dingin dan arogannya telah menjadi bahan pembicaraan di kalangan bisnis. Dia adalah pemimpin yang tegas dan sukses, tetapi jarang ada yang tahu apa yang terjadi di balik pintu tertutup ruangannya.
Di lantai yang sama, tapi dalam konteks yang sama sekali berbeda, seorang wanita muda berjalan dengan langkah pasti menuju pintu kantor Alexander. Rambut cokelat panjangnya terikat rapi, dan penampilannya rapi meskipun sederhana. Isabella Carter, seorang mahasiswi yang cerdas dan berbakat, telah bekerja keras untuk mencapai impian-impiannya.
Hari itu adalah hari yang penting dalam perjalanannya. Isabella telah diberi kesempatan yang langka untuk wawancara di Romano Corporation sebagai asisten pribadi Alexander dalam sebuah proyek bisnis keluarganya. Ia tahu ini adalah kesempatan yang tidak boleh dia lewatkan, dan dia telah bersiap dengan matang.
Isabella melangkah ke dalam kantor Alexander dengan ketegangan yang terasa di dalam dirinya. Di depannya, Alexander duduk di balik meja kayu mahoni yang megah, fokus pada pekerjaannya. Suasana kantor yang luas dan modern dengan pemandangan perkotaan yang gemerlap melalui jendela kaca besar menciptakan latar belakang yang mengesankan.
"Silakan duduk, Miss Carter," kata Alexander dengan suara tenang, menunjuk kursi di depan meja.
Isabella menjawab dengan sopan, "Terima kasih, Mr. Romano." Dia mengambil tempat di kursi yang ditunjuk, berusaha untuk tetap tenang meskipun jantungnya berdebar-debar.
Wawancara berlangsung cukup baik. Isabella menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan percaya diri, mencerminkan kecerdasannya yang luar biasa. Alexander, yang biasanya sangat tajam dalam menganalisis orang, mulai melihat potensi besar dalam wanita muda ini.
Setelah wawancara selesai, Alexander berdiri dari meja dan berjalan ke arah Isabella. Dia memperhatikannya dengan seksama, seolah-olah sedang menilai apakah dia cocok untuk pekerjaan ini. Isabella merasa jantungnya berdebar semakin kencang. Ini adalah momen penentuan yang bisa mengubah hidupnya.
"Miss Carter, Anda memiliki potensi yang luar biasa," kata Alexander dengan nada yang tenang. "Anda cocok untuk pekerjaan ini, dan kami ingin Anda bergabung dengan tim kami di Romano Corporation."
Wajah Isabella langsung berseri-seri, dan dia merasa kebahagiaan yang luar biasa. "Terima kasih, Mr. Romano! Saya akan memberikan yang terbaik."
Alexander tersenyum, dan itu adalah senyuman yang langka terlihat oleh banyak orang. "Saya yakin Anda akan melakukannya. Selamat datang di perusahaan kami."
"Terima kasih, Mr. Romano!" Ucap Isabella tersenyum tipis.
Isabella Carter merasa euforia luar biasa saat ia meninggalkan kantor Alexander Romano. Dia hampir tidak percaya bahwa dia benar-benar diterima bekerja di Romano Corporation. Itu adalah langkah besar dalam hidupnya dan sebuah peluang yang sangat langka. Ia merasa seperti semua perjuangannya selama ini telah membuahkan hasil.
Ketika dia keluar dari gedung tersebut, Isabella melihat ke langit biru yang cerah. Langit yang sama sekali tidak sama dengan langit kelahirannya yang sering tertutup kabut dan polusi. Kota ini memang begitu berbeda dari kota asalnya, tempat dia tumbuh besar dalam kondisi yang jauh lebih sederhana.
Isabella merenung tentang perjalanan hidupnya, bagaimana dia telah mengatasi semua rintangan yang ada di depannya. Dia ingat bagaimana dia bekerja keras di kampus, menjadi mahasiswa teladan, dan bagaimana dia dengan senang hati melayani pelanggan di kafe untuk menghasilkan uang tambahan.
Hari ini adalah bukti nyata bahwa ketekunan dan tekadnya membawa hasil. Dia tahu bahwa pekerjaan ini akan menjadi tantangan besar baginya, tetapi dia siap untuk menghadapinya dengan segala yang dia miliki. Isabella tidak hanya ingin berhasil dalam karier barunya, tetapi juga ingin membuktikan pada dirinya sendiri dan keluarganya bahwa dia bisa mencapai sesuatu yang luar biasa.
Saat dia tiba di apartemennya, Isabella memutuskan untuk merayakan kesuksesannya dengan menelepon ibunya. Dia merasa senang bisa memberi kabar baik pada ibunya, yang selalu mendukungnya dalam segala hal. Ia tahu bahwa berita ini akan menjadi hadiah yang sangat berharga baginya.
Setelah menghabiskan beberapa waktu berbicara dengan ibunya, Isabella kembali merenung tentang pekerjaannya yang baru. Ia tahu bahwa ia harus mulai mempersiapkan diri dengan serius. Dalam beberapa hari ke depan, dia akan memulai pekerjaan barunya, dan dia ingin memberikan yang terbaik.
Dengan semangat yang berkobar, Isabella mulai menjalani rutinitas persiapan diri. Dia membaca lebih banyak tentang perusahaan dan proyek yang akan dia kerjakan. Dia merencanakan untuk memperluas pengetahuannya tentang industri tersebut, menghadiri seminar, dan membangun jaringan dengan rekan kerja dan profesional di bidangnya.
Hari-hari berlalu, dan Isabella semakin merasa percaya diri. Dia merasa senang dengan penerimaan dan dukungan yang dia terima dari rekan-rekan kerjanya. Semua orang di Romano Corporation memberikan sambutan hangat, termasuk Alexander Romano sendiri yang, meskipun masih terlihat serius dan misterius, terlihat lebih hangat daripada kesan pertamanya.
Suatu hari, ketika Isabella sedang bekerja di komputernya, dia mendapatkan pesan dari Alexander. Pesan itu berisi undangan untuk bertemu dengannya di ruangannya. Hatinya berdebar-debar saat dia mematikan komputernya dan mengikuti petunjuk menuju ruangan pribadi Alexander.
Saat dia memasuki ruangan itu, Alexander sedang duduk di meja kerjanya, fokus pada pekerjaannya seperti biasa. Dia mengangkat kepala saat Isabella masuk dan memberinya senyuman ramah.
"Silakan duduk, Miss Carter," kata Alexander, menunjuk pada kursi di depan meja.
Isabella duduk dengan rapi, mencoba menahan kegugupannya. Dia tidak tahu apa yang akan dibicarakan Alexander kali ini, tetapi dia siap untuk mendengarkan dengan seksama.
Alexander berbicara dengan suara tenang, "Saya ingin berbicara tentang proyek baru yang akan kita kerjakan bersama, Miss Carter. Saya berharap Anda dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam proyek ini."
Isabella mengangguk, "Tentu, Mr. Romano. Saya akan memberikan yang terbaik."
Alexander tersenyum, dan itu adalah senyuman yang sangat berbeda dari yang biasa terlihat. "Saya yakin Anda akan melakukannya, Miss Carter. Mari kita mulai dengan pertemuan pertama tim proyek besok pagi."
Isabella merasa senang mendengarnya. Dia telah diberi kepercayaan untuk menjadi bagian dari proyek besar ini, dan dia merasa semakin dekat dengan karakter misterius di balik pria ini. Saat dia meninggalkan ruangan Alexander, Isabella tahu bahwa perjalanannya di Romano Corporation telah memasuki babak baru, dan dia siap menghadapi tantangan apapun yang akan datang.