Pilihan Yang Membingungkan

1181 Kata
Naufal tak bisa berkata-kata lagi setelah laki-laki itu memintanya menikahi sang putri akibat perbuatannya yang bisa dipidana. “Bukan hal sulit bagi saya untuk memenjarakan kamu. Saya adalah aparat yang akan dengan mudah menjebloskan kamu ke dalam penjara!” ancam ayah Della yang sedikit mulai menguak jati diri sebenarnya. Sontak Naufal pun terkejut. Sejak awal melihat penampilan serta perawakan ayah Della juga beberapa orang yang ikut dengannya, lelaki itu sedikit curiga jika laki-laki yang datang dan membuat kegaduhan di dalam mess bukanlah wartawan yang mencari berita. Tapi, karena ia tidak berpikir ke arah sana maka pemikiran tersebut pun dibuang begitu saja. Dengan gerakan cepat ayah Della beranjak mengangkat kakinya. Setelah itu ia pun mengajak teman-teman pergi. Namun, tak lupa mengatakan sesuatu pada Naufal yang membuat pembalap muda itu terbengong dalam diam. “Dua hari saya beri kamu waktu. Lusa kalau kamu tidak datang atau menghubungi saya, bersiaplah akan ada pemanggilan penahanan untuk kamu. Bersiap juga karirmu akan hancur karena bayang-bayang penjara, yang jujur saja saya sangat ingin kamu memilih keputusan itu. Jadi, saya bisa meminta teman-teman napi di dalam sana untuk memberi salam setiap harinya.” Glek! Naufal menelan saliva-nya tatkala mendengar kalimat terakhir ayah Della itu. Meski lelaki yang nyatanya adalah seorang polisi tersebut akhirnya pergi meninggalkan mess bersama rombongan laki-laki lain yang memiliki postur tubuh tak jauh berbeda dengannya, tetap saja Naufal masih enggan bersuara. Ia masih syok atas pertemuannya langsung dengan ayah Della, gadis yang sudah ia lecehkan. Perlahan Heri dan Daniel mendekati sang kawan. Sedangkan beberapa petugas keamanan mess mengantar ayah Della pergi serta menutup pintu gerbang depan agar tidak ada lagi orang yang memaksa masuk seperti sebelumnya. Apalagi para wartawan masih banyak di luar sana. Bertahan demi untuk mendapat jawaban klarifikasi dari Naufal seberapa pun kata yang keluar dari mulutnya untuk mereka jadikan bahan berita. “Kamu enggak apa-apa ‘kan, Fal?” tanya Daniel yang terlihat khawatir saat melihat wajah Naufal yang terlihat pucat. Temannya itu menengok seperti mayat hidup. Hanya melotot tanpa suara, tapi dengan wajah yang terlihat syok. “Apakah menurutmu aku akan baik-baik saja setelah mendengar ancaman orang tadi?” Siapa pun akan bingung ketika diberi pilihan antara penjara atau menikah dengan perempuan yang tidak dicintai. Begitu juga yang terjadi pada Naufal saat ini. Menikahi Della atau dipenjara? Tak ada pilihan yang menguntungkan baginya. Padahal sebelumnya ia hanya mencoba merayu ayah Della supaya tidak di penjara. Tapi, tidak dengan menikahi anaknya yang jelas-jelas hatinya menolak. “Sepertinya kamu harus menerima pernyataan yang bapak itu ajukan,” sahut Heri kali ini. Ekspresi Naufal terlihat sangat kaget. Mungkin marah sebab tak setuju dengan saran yang Heri berikan. “Aku mencintai Stefany, Her. Dan aku baru seminggu jadian sama dia. Apa kamu pikir aku akan tega ninggalin dia atau nyia-nyiain usaha yang udah aku buat demi perasaan aku ke dia yang sebelumnya ditolak? Enggak. Enggak akan pernah aku nerima pilihan itu.” Perkataan Naufal sepertinya bukan jawaban main-main. Dua temannya bisa melihat keseriusan dalam setiap kalimat yang keluar. “Kalau gitu, kita bisa sama-sama nikmatin waktu kita dipenjara,” sahut Heri santai. Tiba-tiba Daniel menengok dan menatap tajam padanya. “Kok kita? Maksud kamu aku, kamu, dan Rafael gitu?” tanya laki-laki itu kemudian. Heri membalas tatapan Daniel, lalu mengangguk dengan tegas. “Kamu pikir kita enggak terlibat dalam penculikan dan pembuatan video yang saat ini kesebar?” tanya Heri berusaha memelankan suaranya karena masih ada beberapa orang di lantai basement tersebut setelah kepergian ayah Della beberapa waktu lalu. “Y-Ya, iya sih. Tapi ....” “Tapi apa? Kamu mau bilang kalau enggak mau dilibatkan gitu?” potong Naufal cepat. “Enggak setia kawan,” lanjut laki-laki itu lagi. “B-bukan gitu, Fal. Tapi ....” “Dari tadi tapi tapi mulu. Udah ah, kita balik aja sekarang. Biar si Naufal sendiri dulu. Barangkali dia dapat ilham sebelum lusa,” sahut Heri begitu tenang. Seolah tak ada beban apapun yang ia rasakan atas kedatangan ayah Della tadi. “Kamu bisa sesantai itu, Her? Sialan!” seru Naufal kesal. Tidak tahu saja pikirannya mendadak ruwet karena ancaman yang ayah Della berikan. “Mau apalagi? Pilihannya Cuma ada dua, dan itu enggak bisa diganggu gugat. Terlebih ayah perempuan itu adalah seorang aparat. Kamu bisa apa?” ucap Heri serius kali ini. Baik Naufal atau Daniel, sama-sama diam ketika Heri menjelaskan pendapatnya. “Jujur aja yah, Fal, kalau aku jadi kamu, aku sih pilih nikahin perempuan itu. Nama kalian berdua perlahan akan baik-baik saja kalau imbas dari video tersebut berakhir di pelaminan. Kamu ingat ‘kan salah satu artis tanah air yang ketahuan waktu pacarnya hamil di luar nikah? Setelah mereka nikah beneran, nama artis itu lambat laun bersih lagi. Seakan-akan menjadi seorang lelaki yang bertanggung jawab padahal bisa dibilang dia lelaki b******k yang udah bikin hamil anak gadis orang.” Naufal mencermati setiap kata yang Heri ucapkan. Ada benarnya juga menurut laki-laki itu. Tapi, tetap saja ia masih tidak bisa membayangkan menikah dengan perempuan yang tidak ia kenal apalagi cinta. “Tapi, aku enggak cinta dia. Kenal juga enggak. Gimana mau nikah dan tinggal bareng sama perempuan yang enggak aku kenal.” “Kamu ‘kan bisa bikin rumah tangga kamu enggak baik-baik saja, terus udahan. Simple ‘kan? Mirip artis tadi juga. Cerai setelah anaknya lahir. Apalagi perempuan ini enggak hamil. Jadi, akan lebih tenang kamu ninggalin dia, Fal.” Apa yang Heri katakan membuat Daniel manggut-manggut mengerti. Meski Naufal masih belum setuju atas saran yang temannya berikan. “Kayanya yang dibilang Heri bener deh, Fal. Mending kamu nikahin aja dia. Secara karir kamu juga lagi di puncak ‘kan sekarang. Kalo kamu dipenjara gara-gara kasus ini, apa nama kamu enggak semakin terjatuh nantinya. Seandainya kamu keluar atau masa hukuman kamu habis, belum tentu juga kamu bisa balik ke tim, masih dipakai lagi juga belum tentu.” “Ya udah, aku pikir-pikir lagi deh. Kayanya emang aku enggak punya pilihan lain ‘kan?” ucap Naufal seperti bertanya pada dirinya sendiri. Baik Heri atau Daniel, keduanya pun memilih untuk meninggalkan Naufal dan memberi waktu bagi kawannya itu berpikir dan menyendiri. “Nanti aku hubungi kalian kalau butuh saran dan masukan lain.” “Ok. Jangan ragu buat kasih kabar ke kita, Fal,” sahut Daniel. Naufal kini sendiri. Di kamar mess yang selalu menjadi tempat tinggalnya bila sedang latihan, laki-laki itu berdiam diri sembari menatap layar ponselnya yang gelap. ‘Kenapa tak ada satu pun pesan yang masuk dari Stefany? Apakah ia belum tahu tentang kehebohan ini? Ah, sepertinya itu tidak mungkin,’ gumam Naufal yang merasa aneh. Sejak ia berpisah dengan Stefany, kekasih sekaligus manajernya itu tak juga memberi kabar atau pesan apapun padanya. Bahkan, untuk sekedar memastikan kabar kalau ia sudah sampai rumah setelah sarapan di restoran, perempuan itu tampak anteng-anteng saja. ‘Apakah aku harus menghubunginya terlebih dahulu dan meminta saran darinya?’ tanya Naufal lagi. Namun, sepertinya hal itu bukan sesuatu yang Naufal lakukan. Laki-laki itu malah memilih untuk memejamkan mata. Mencoba melupakan apa yang baru terjadi, dan menghindari keramaian yang masih berlangsung di depan mess. Di saat Naufal sudah akan menutup mata dan tidur, dering ponselnya tiba-tiba berbunyi. ‘Nomor siapa ini?’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN