Popularitas Yang Tercoreng

1443 Kata
Santi bisa melihat kalau Della menahan tangisannya. Begitu kuat seolah tak ingin ada air mata yang membasahi wajahnya, yang malah akan membuat kedua orang tuanya curiga. “Jadi ... benar itu kamu bukan?” Santi bertanya pelan. Ia jelas tak mau kalau sahabatnya merasa terbebani dengan pertanyaan yang diajukan. Dengan video yang sudah tersebar sekarang saja pasti membuat Della amat terguncang. Perlahan Della mengangguk. Masih dengan kedua mata yang mulai berair, begitu kuat menahan agar tidak terjatuh. “Ya Tuhan!” ucap Santi sembari menutup mulutnya. Mencoba untuk tetap tenang meski ia sendiri syok atas jawaban yang diberikan, saat ini Santi berusaha menjadi seseorang yang pantas untuk Della jadikan sandaran serta tempat curahan keluh kesahnya. “Jadi, malam di mana ibu kamu telepon ke aku waktu itu, apakah ini?” Pertanyaan Santi sepertinya tidak selesai, tetapi Della mengerti sebab ia mengangguk untuk kedua kalinya. “Aku juga enggak tahu, San, kenapa orang itu bawa aku. Aku baru keluar perpus, mau pulang. Masih belum jauh dari gerbang kampus, tiba-tiba aku dibawa masuk ke mobil oleh empat orang laki-laki,” tutur Della dengan suara pelan. Santi benar-benar tak percaya, kasus penculikan yang selama ini hanya ia dengar di berita-berita, nyatanya dialami oleh sahabatnya sendiri. Sepertinya Della tak kuat menceritakan apa yang sudah dialaminya. Karena ia kemudian meminta Santi untuk ikut ke kamar dan melanjutkan obrolan mereka di sana. “Tapi kalau kamu mau pergi sana Ilham, enggak apa-apa kok!” ucap Della ketika ia hendak beranjak pergi. Santi tampak menggeleng. Perempuan itu sudah bertekad untuk mengulik lebih dalam mengenai peristiwa menjijikan yang menimpa sang sahabat. “Aku bisa memundurkan jadwal pertemuan kami, Del. Lagipula besok juga masih off, aku dan Ilham bisa ganti hari. Itu bukan masalah,” ucap Santi mencoba meyakinkan Della kalau saat ini ia benar-benar ada untuknya. “Hem, terserah,” sahut Della yang kemudian masuk lebih dulu. Di tempat lain, Naufal yang baru pulang dari pertemuannya dengan Stefany setelah sarapan pagi romantis, terlihat marah-marah pada ketiga temannya yang beberapa hari lalu membuat seorang gadis berada dalam kuasa mereka. Daniel, Rafael, dan Heri. Tiga lelaki yang saat ini tak kalah marah ketika Naufal membentak juga uring-uringan. “Kalau bukan kalian siapa lagi yang memungkinkan untuk menyebar video itu?” tanya Naufal masih kesal. “Ya ... mana kami tahu,” sahut Daniel yang tidak terima sebab Naufal yang seolah menuduh ia dan Heri atas penyebaran video temannya itu yang kini beredar di banyak akun gosip tanah air. “Apalagi aku. Ponselku sama sekali bersih dari video dewasa yang kamu buat waktu itu. Jadi, kamu tidak bisa menyalahkan aku atas beredarnya video tersebut.” Kali ini Rafael membela diri. “Bukannya kamu juga punya video itu, kenapa harus kami bertiga saja yang disalahkan?” Heri tak mau ketinggalan bicara. Namun, reaksi Naufal malah semakin keras. “Kamu mau bilang kalau aku yang melakukan hal tersebut?” tanya Naufal menatap temannya itu. Sedangkan Heri hanya mengendikkan kedua bahunya, tak bicara. “Buat apa aku menyebarkan video itu sendiri. Sengaja mau buat pamorku jelek dan jatuh? Gila apa!” balas Naufal kesal dengan ucapan yang terlontar dari salah satu temannya itu. Keempatnya terdiam. Diam dalam lamunan masing-masing yang pastinya membuat mereka berpikir tak ingin disalahkan satu sama lain. “Kamu, Raf! Bisa saja kamu iri sama aku ‘kan karena popularitas aku yang saat ini ada di puncak?” tuduh Naufal tiba-tiba, membuat Rafael naik darah. “Kau benar-benar sudah gila, Fal! Menuduh tanpa bukti. Aku bisa menuntutmu dengan perbuatan tidak menyenangkan atau pencemaran nama baik.” “Memang tidak ada bukti, tapi kamu lebih kuat untuk dijadikan tertuduh dibanding yang lain.” Rafael tampak beranjak dari tempat duduknya. “Hanya karena aku juga pembalap seperti dirimu, begitu?” “Ya, apalagi menurutmu?” Rafael benar-benar tak habis pikir atas tuduhan Naufal yang tak masuk akal. “Aku katakan sekali lagi. Aku tidak punya video itu. Dan aku juga tidak memintanya dari Daniel atau Heri. Kau bisa tanyakan sendiri ke mereka kalau tidak percaya.” Naufal tetap bergeming. Ia tetap diam seperti tak ingin menanyakan apapun pada dua teman yang Rafael sebutkan tadi. “Terserah kalau kau tetap menuduhku begitu. Tapi, saat ini aku lebih memilih untuk tidak ikut campur apalagi membantumu menyelesaikan kasus penyebaran video itu,” ucap Rafael yang kemudian terlihat hendak pergi dari mess tempat di mana Naufal dan timnya tinggal. Namun, ketika kedua kakinya sudah sampai di ambang pintu, langkahnya terhenti ketika Naufal kembali berkata. “Cuma kamu satu-satunya orang yang ingin membantu gadis itu pergi dari rumah kosong tersebut. Mungkin kamu memang ingin membalas perbuatanku dengan cara seperti ini karena sesuatu,” ucapnya sinis. “Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Mencoba ingin melangkahi pamor yang sudah aku raih, juga bisa membalas atas apa yang sudah aku lakukan kepada gadis itu. Entah rasa iba atau justru perasaan cinta yang sudah kamu miliki untuknya.” Kalimat yang Naufal katakan dengan suara lantang, membuat Rafael mengepalkan tangannya kuat. Ingin ia menghajar mulut Naufal yang menyebalkan itu. Tapi Rafael tahu, ini bukan tempatnya. Lagipula, tidak baik rasanya kalau ia terpancing emosi atas sikap Naufal yang sebetulnya sedang tidak baik-baik saja. Rafael lebih mengerti dan berpikir jernih dibanding harus melawan Naufal dengan sama emosinya. Berita atas video yang begitu memalukan itu, yang seharusnya hanya menjadi koleksi pribadi —terutama bagi seorang publik figure seperti Naufal yang sedang naik daun dan berjaya, sudah pasti membuat lelaki itu stress dan depresi. Rafael bisa merasakan apa yang saat ini tengah Naufal rasakan. Tapi, bukankah sejak awal itu adalah idenya. Lagipula, ia sudah mendapatkan apa yang dimau bukan? Menjadikan Stefany sebagai kekasih hatinya dengan merencanakan adegan tak senonoh yang sudah kadung dilakukan, bahkan kini menjadi konsumsi sebagian pihak. Mungkin seharusnya baik Naufal, Daniel, atau pun Heri sendiri, menghapus video tersebut sebelum akhirnya menyebar ke semua orang. Hal yang tidak bisa diprediksi ketika ada orang jahat yang melakukan hal itu tanpa diketahui. Bukan malah menuduh tanpa bukti dengan hanya berlandaskan latar belakang. ‘Gila! Kalau dipikir Cuma aku yang melakukan hal tersebut karena aku iri? Lantas kenapa tidak bisa aku menuduhnya bahwa ia sendiri yang melakukan hal tersebut demi namanya agar tetap terus berkibar meski dengan cara licik dan kotor seperti yang sekarang terjadi?’ Bukankah itu sesuatu yang sah dan wajar? Di zaman tekhnologi yang serba canggih, juga persaingan apapun yang mengharuskan seseorang melakukan tindakan busuk demi tetap berada di posisi atas. Itu adalah pemikiran Rafael yang kesal karena menjadi satu-satunya tertuduh dari mereka yang kemungkinannya juga besar. Akhirnya Rafael memilih untuk pergi dan meninggalkan mess di mana Naufal dan kedua temannya masih berada di sana. Menghadapi Naufal yang sedang tidak baik, hanya akan membuat dirinya ikut terbawa emosi. “Aku rasa Rafael tidak melakukan hal itu, Fal. Apa yang dikatakannya benar, ia tidak pernah sekali pun meminta video itu sejak malam tersebut. Ponsel kita juga aman dari segala kemungkinan buruk dijajah oleh orang lain, termasuk Rafael.” “Sial! Kalau gitu siapa? Kalian berdua?” sahut Naufal kembali hanya bisa menuduh. Dua temannya itu langsung bereaksi dengan menggelengkan kepala. Tak mengerti dengan sikap Naufal yang selalu menuduh tanpa bukti atau pemikiran panjang dan lebih luas. *** “Aku enggak nyangka Naufal melakukan hal itu. Seketika aku membenci laki-laki itu, Del. Di balik kelihaiannya saat menaklukan si kuda besi, ternyata ia memiliki sifat yang sangat jahat.” Santi begitu marah. Setelah mendengar cerita Della secara lengkap, perempuan itu kini berbalik membenci sosok sang idola. “Aku harap kamu enggak bilang ke siapa pun, San. Aku enggak mau cerita ini semakin melebar yang malah akan membuat aku berada di posisi yang salah.” “Kenapa kamu berpikir begitu? Seharusnya kamu malah speak up dan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib. Bukankah ayah kamu seorang aparat? Akan lebih mudah kalau kamu melakukan pelaporan kalau ada backingan orang dalam. Semua proses akan dilakukan cepat.” Della menggeleng cepat. Air mata yang tadi sudah membasahi kedua pipinya, kembali mengalir ketika Santi menyebut-nyebut nama ayahnya. “Enggak, San. Aku enggak mungkin bisa melakukan itu. Ayah dan ibu pasti syok dan kecewa banget. Mereka pasti sedih kalau tahu aku dilecehkan.” Della kembali histeris. Tangisnya tak bisa ia bendung demi membayangkan raut wajah kedua orang tuanya bila mengetahui perihal video tersebut. “Mereka pasti akan tahu cepat atau lambat. Video itu sudah beredar di grup aku, bukan enggak mungkin akan muncul di TV, berasal dari akun-akun gosip yang selalu bergerak cepat saat ada satu berita yang akan membuat heboh dunia entertainment tanah air dan semakin membuat nama akun mereka terkenal.” Della sontak menutup wajahnya cepat. “Ya Tuhan!” seru gadis itu dengan suara lirih, juga air mata yang masih mengalir. Melihatnya, membuat Santi terenyuh, yang kemudian langsung memeluk tubuh sang sahabat begitu erat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN