Kita tidak pernah tahu jalan hidup seperti apa yang harus kita tempuh - kanaya putri--
***
AGUSTUS 2012
Naya berdiri menatap samudra luas yang terbentang dihadapannya. Kaki telanjangnya merasakan butiran-putiran pasir yang bergerak seiring air yang menerpanya. Pria yang berdiri di sampingnya menatap ke arah yang sama.
" Ombaknya besar" lirih pria itu.
" Aku suka melihat laut lepas seperti ini" Naya terdiam sejenak. Matanya masih lekat mengikuti gulungan ombak yang mendekat ke tepi pantai " Ombak-ombak itu seperti perjalanan hidupku" lalu ia menoleh kearah pria disampingnya, dan tersenyum simpul. Sesaat kemudian pandangannya turun, tangannya bergerak mengusap perutnya yang membuncit. Senyum kecil kembali tersungging saat merasakan gerakan dari bayinya.
" Kita tidak pernah tahu jalan hidup seperti apa yang harus kita tempuh. Benar kan Dhan ?" Lalu pandangannya kembali ke samping, mendongak menatap lekat wajah Dhani. Dhani, pria itu tersenyum, dan menganguk pelan. Membenarkan pendapat Naya. Naya kembali mengusap perut buncitnya. Ia masih mengingat jelas prahara yang terjadi di pertengahan tahun 2010 yang merubah jalan hidupnya dalam waktu singkat.
JUNI 2010
Naya duduk tidak tenang di sofa sebuah kamar hotel. Hubungannya dengan Dhani berjalan lancar. Pria itu bahkan sudah mengutarakan keinginannya untuk meminang Naya saat usia pacaran mereka baru genap satu bulan.
Minggu pertama mereka resmi berpacaran, Dhani membawa Naya ke rumahnya. Rumah dua lantai yang Dhani siapkan untuk keluarganya setelah ia menikah. Naya menyukai rumah itu. Design sederhana namun tetap memperlihatkan kelasnya. Dhani sangat pintar memanfaatkan ruangan dan juga menempatkannya. Tidak ada kolam renang, tapi halaman depan dan samping yang cukup luas, dengan taman yang indah, membuat mata Naya membelalak kagum.
" Gimana ... suka nggak sayang?" Tanya Dhani setelah membawa Naya keliling rumahnya. Sebelah tangan pria itu berada dipinggang Naya. Naya mengangguk dengan senyum merekah.
" Suka banget Dhan. Ini ... mengagumkan." matanya masih menelisik taman didepannya.
" Aku tahu kamu suka halaman yang luas." Naya menengok kesamping, melihat Dhani yang masih menatap lurus ke depan. Lalu senyum pria itu terbit " Rika pernah cerita." Naya menganggukan kepalanya, lalu kembali memperhatikan taman di depannya.
" Yayuk ternyata."
" Hmmm" Lalu Naya melihat jam yang melingkar di tangan kirinya, menunjukkan pukul tujuh pagi.
" Udah jam tujuh. Jam berapa mereka datang ?" Tanya Naya sambil menoleh kembali ke arah kekasihnya.
" Jam sembilan. Ya udah masuk yuk." Dhani merangkul bahu Naya, membawa gadis itu masuk ke dalam rumah. Naya langsung meluncur ke dapur. Semalam mereka sudah berbelanja untuk menjamu teman-teman Dhani. Awalnya Dhani berencana akan memesan saja makanannya, tapi Naya menolak. Dia bisa memasak meski tidak sejago Ibu Puji lestari kesayangannya. Tapi ibunya itu bilang, masakannya sudah sangat layak untuk dimakan manusia. Begitu katanya. Karena itu Naya merasa percaya diri, dan berkata dengan mantap dia yang akan memasak. Dhani sempat meringis ngeri yang langsung mendapatkan pukulan bertubi di lengannya.
" Nggak percaya aku bisa masak ?" Tanya gadis itu sambil mendelik dan berkacak pinggang. Dhani akhirnya mengiyakan kemauan sang kekasih. Dalam hati berdoa semoga masakan Naya benar-benar layak untuk di makan. Seandainya gagal, ia sudah mencatat no telepon rumah makan yang lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya.
***
Di dapur sudah ada bi Sum yang biasa dipekerjakan Dhani untuk bersih-bersih rumahnya setiap dua hari sekali. Wanita berusia 40 tahun itu tinggal selang beberapa rumah dari tempat tinggalnya, dan kali ini Dhani meminta bi Sum untuk membantu Naya memasak.
Naya yang sudah berkenalan dengan bi Sum begitu tadi sampai di rumah Dhani, langsung menghampiri wanita yang terlihat sedang mencuci sayuran yang akan mereka masak.
" Udah di cuci semua Bi?" Tanya Naya sambil membuka kulkas.
" Udah Mbak. Bibi juga udah kupas bawang itu di meja." tunjuknya ke meja dapur. Naya mengangguk, lalu mengeluarkan dua ekor ayam dari dalam freezer. Ia merendam ayam tersebut dengan air hangat di dalam baskom. Lalu mengambil blender. Dia akan mulai membuat bumbu untuk ayam panggangnya.
***
Dhani memperhatikan Naya dari belakang. Ia duduk di kursi mini bar yang ia posisikan ditengah antara dapur dan ruang makan, sekaligus berperan sebagai penyekat. Hatinya bahagia. Melihat perempuan yang ia cintai berkutat di dapurnya. Pemandangan seperti ini yang ingin Dhani lihat sepanjang sisa hidupnya. Naya sudah mengenakan celemek. Gadis itu terlihat gesit melakukan kegiatan memasaknya. Jelas sekali Naya tahu pasti apa saja yang akan dilakukannya. Dhani bernafas lega. Tebakannya kalau Naya tidak benar-benar bisa memasak sepertinya salah. Pantas saja waktu itu Naya ngotot mau memasak.
Merasa tidak dibutuhkan di dapur, Dhani memutuskan keluar, menuju ruang keluarga yang ia design menyambung dengan ruang tamu. Menyalakan televisi untuk melihat berita terkini dalam negeri.
***
Sudah lebih dari satu jam Naya berkutat di dapur bersama bi Sum. Beberapa masakan telah selesai. Ia bahkan sudah memanggang roti pisang dan membuat jus jeruk. Satu ekor ayam ia panggang, sedang 1 ekor lagi ia jadikan ayam betutu. Capjay, keripik kentang pedas, dan mie goreng juga sudah selesai. Bi Sum sedang menumis sambal. Satu toples besar krupuk udang juga sudah bi Sum siapkan.
Naya mencicipi rendang yang sedang di masaknya, lalu mengangguk. Merasa rasa rendangnya sudah pas dilidah. Tinggal menunggu hingga daging benar-benar empuk. Naya berpindah ke kompor lainnya, mengambil panci dan mengisinya dengan air. Terakhir ia akan membuat sop matahari. Bi Sum tersenyum melihat Naya. Gadis yang tidak hanya cantik, tapi juga lihai memasak.
***
Dhani terlihat mendekat, lalu memeluk Naya dari belakang. Bi Sum yang tanggap keadaan segera mundur, lalu berbalik keluar dapur. Ia memilih mulai menyiapkan makanan yang sudah jadi ke meja makan.
Naya yang sedang mengaduk sop berjengkit sejenak, lalu tersenyum kala mengetahui Dhani yang berada dibelakangnya.
" Calon istri idaman." bisiknya ditelinga Naya, lalu mencuri kecupan di pipi kirinya. Naya tidak menggubris, ia menyendok kuah sop lalu meniupnya beberapa kali. Membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Dhani, kemudian menyodorkan sendok ke depan mulutnya. Tanpa mengatakan apa-apa, Dhani membuka mulut, menerima suapan dari Naya. Lidahnya mencecap, merasakan masakan Naya lalu mengangguk.
" Enak sayang." katanya dengan mata berbinar senang, kemudian kembali mencium pipi Naya. Naya melotot, tapi tidak mengatakan apa-apa. Ia kembali berbalik ke arah kompor. Sedang Dhani merapatkan kembali tubuh mereka, memeluk kekasih hatinya.
" Wah ... wah ... jadi begini acara memasak ala calon nyonya Dhani?" Suara yang Naya hafal dan tahu pasti siapa pemiliknya menggelegar di dapur. Dhani melonggarkan pelukannya pada tubuh Naya lalu berbalik. Pria itu mendesis " Suka banget sih gangguin orang." Erika rahayu, si pemilik suara itu mencebik.
" Gitu ya sekarang .... setelah bisa dapetin Naya. Lupa bang waktu jaman usaha kemarin gimana deketin Erika rahayu buat dapat info soal Naya? " Naya yang baru saja mematikan kompor dan berbalik, tertawa keras mendapati sahabatnya itu sedang menuding-nuding Dhani yang memasang tampang cemberut.
" Nih cowok kamu sekarang mau berlagak sama soulmate kamu Nay." adunya. Naya melangkah mendekat lalu memeluk sahabatnya.
" Selamat datang. Udah jangan marah-marah entar keriputnya keluar. Ingat ... bentar lagi nikah."
" Eh ... Bimo mana ?" Tanya Naya sambil mengedarkan pandangannya keluar.
" Lagi ngobrol ma Igor di depan. Ngapain nanya-nanya dia?" Sungut Yayuk yang sepertinya masih kesal. Dhani yang mendengar Bimo dan Igor ada di depan, memilih keluar dapur untuk bergabung dengan teman-temannya.
" Aku keluar dulu sayang." pamit Dhani sambil mencium kepala Naya.
" Heh ... belum muhrim!!!" teriak Yayuk sambil memukul lengan Dhani. Dhani hanya terkekeh geli lalu melesat keluar.
" Ckckck ... begitu kelakuan cowok kalau lagi jatuh cinta." cibir Yayuk
" Pengalaman pribadi ya Buk? " balas Naya sambil tertawa. Kedua sahabat itu berbincang sambil mulai menata peralatan makan. Mereka akan sarapan bersama sebelum mengobrol tentang apa saja. Kegiatan yag sering Bimo cs lakukan sejak mereka lulus kuliah.
" kamu tuh beruntung banget dapetin Dhani." Naya yang sedang mengelap piring menghentikan kegiatannya. Ia mengedikkan bahunya tanpa berkata apapun, lalu kembali melanjutkan kegiatannya.
" Ish ... aku serius Nay. Tuh orang cinta mati sama kamu." Naya menghela nafas, akhirnya menatap sang sahabat yang sedang sibuk mencicip masakan yang terhidang di meja.
" Aku tahu Yuk. Makanya aku sekarang sedang berusaha membuka hati buat dia." Kunyahan mulut Yayuk terhenti, lalu ia mengangguk.
" Ini enak nay. Kamu beneran bisa masak ternyata." bukannya menanggapi perkataan Naya, Yayuk malah mengomentari masakan Naya. Tangannya bahkan sudah bergerak mencomot keripik kentang pedas dan memasukkan ke dalam mulutnya. Naya menggeleng-gelengkan kepalanya, takjub dengan kelakuan sahabatnya.
" Hai.." sebuah sapaan terdengar. Naya dan Yayuk segera menoleh.
" Hai San." sambut Yayuk dengan senyum. Ia mengambil selembar tisu, mengelap tangannya lalu memeluk Sandra sekilas.
" Oh iya Nay ... ini aku bawa buah." Sandra mendekati Naya, lalu mengulurkan keranjang buah yang dia bawa. Naya menilik sekilas kearah perut Sandra yang sudah tampak menonjol meskipun belum terlalu besar. Ia masih bisa merasakan nyeri di dadanya mengingat laki-laki yang pernah sangat dicintainya lah yang menjadi ayah bayi itu. Naya mencoba tetap tersenyum, menerima keranjang buah yang diangsurkan Sandra.
" Thank you." lalu ia menyibukkan diri dengan mengeluarkan isinya, mengambil tempat buah untuk menyajikannya setelah selesai dicuci.
" Duduk San." Yayuk mencoba mencairkan suasana.
" Yang lain mana nih...pada belum datang ya?"
" Radit ma Inez bentar lagi sampe. Tadi kasih kabar ke Abi. Rahman juga kayaknya ikut gabung. Berdua sama Rafli sepertinya." jawab Sandra yang juga Naya dengar. Sebagai mantan ketua BEM, Bimo memang memiliki banyak teman, dan mereka masih berhubungan baik sampai sekarang.
***
" Udah siap sayang ?" Tanya Dhani yang tiba-tiba sudah ada di ruang makan. Naya berbalik hanya untuk mendapati Dhani yang masih meneliti satu persatu sajian di meja.
" Wah ... calon istriku memang luar biasa." pujinya, lalu pandangannya menatap Naya memuja. Naya tersenyum, merasa lega bisa menyelesaikan semua dengan baik. Dia patut berbangga hati.
" Ho .. ho .. ho ... beneran ini kamu yang masak Nay?" Radit masuk diikuti Inez, Igor, Abi dan dua orang teman mereka. " Nez, kamu belajar masak sama Naya gih" laki-laki itu sudah mengunyah keripik kentang pedas yang tadi dicemil yayuk.
" Enak banget Nay" ia kembali mencomot beberapa keping kentang dan mengacungkannya pada Naya.
" Bi, lo pasti suka nih. Enak banget sumpah. Favorit kamu kan ini? Dulu tiap ke kantin gak pernah absen kan lo makan ini? " ia tertawa, lalu terdiam ketika menyadari suasanya menjadi hening. Meringis kearah Naya, mulutnya bergerak tanpa suara " Sorry"