BAB 16. Sapu Tangan Kenangan

1085 Kata
Setelah jam makan siang selesai, Alana segera pergi dari pantry kantor dan melangkah menuju meja kerjanya. Saat itu, Andra juga keluar dari ruangannya dan langsung berdiri tegap dengan tubuh jangkungnya di hadapan Alana dengan tatapan dingin. Alana sontak bangkit. “Ada yang bisa aku bantu, Pak Andra?” tanyanya ragu. “Jika ada berkas penting atau apapun itu, taruh saja di atas meja kerjaku. Aku akan keluar sebentar. Sherly mengajakku makan siang di luar. Dan aku tidak mau waktuku diganggu!” tegas Andra dengan sengaja menekan nama Sherly agar terdengar jelas di telinga Alana. Hati Alana mencelos membayangkan bagaimana mantan suaminya yang masih sangat ia cintai itu, akan menikmati makan siang dengan wanita lain. Namun, Alana segera menyadarkan diri akan posisinya saat ini. “Baik, Pak Andra.” Setelahnya, Andra pun berlalu begitu saja dari hadapan Alana. Wanita itu hanya bisa memandang punggung kekar yang berjalan menjauhinya itu. Andai Alana tidak mempunyai urat malu, pasti Alana sudah berlari menubruk Andra dan memeluknya dari belakang. Merasakan lagi punggung kekar yang selalu ia rindukan selama ini. “Sherly.. sekarang wanita itu yang sudah menggantikan seluruh posisiku di hati kamu, Ndra. Aku sudah bukan siapa-siapa lagi bagi kamu,” desah Alana pelan seraya kembali mendudukan diri di kursinya. Alana berusaha mengusir perasaan cemburu yang mendera di hatinya saat ini. Alana memilih untuk menyibukan dirinya dengan bekerja. Meski tak dipungkiri lagi, jika bayangan tentang Andra dengan wanita lain terus saja mengganggu pikirannya. *** “Aku harus mengantarkan berkas-berkas ini ke ruangan Andra. Andra masih belum kembali sampai sekarang. Bukankah tadi dia bilang taruh saja di atas mejanya. Ya. Sebaiknya aku langsung taruh saja di atas meja kerja Andra.” Alana bangkit berdiri dari kursinya sembari membawa sua buah berkas penting berada di gengamannya. Kini tubuh semampainya berjalan memasuki ruangan Andra yang kosong. Hanya ada benda-benda mati yang membisu di sana. Alana menaruh berkas itu di atas meja Andra. Namun saat ia hendak berbalik pergi, matanya menyipit menatap pada sebuah benda yang terdapat di dekat komputer milik lelaki itu. “Itu.. bukankah itu adalah sapu tangan buatanku?” gumam Alana meraih sebuah sapu tangan berwarna merah dengan tulisan ‘I love you My Husband’ masih sangat jelas terbaca di atasnya. Mata Alana berkaca-kaca memegangi sapu tangan itu di tangannya. “Aku tidak menyangka kalau kamu masih menyimpannya hingga sekarang, Andra. Sapu tangan ini aku yang sengaja buatkan saat kita masih menikah dulu. Saat kamu masih bekerja di pabrik. Aku bahagia. Ternyata kamu masih menyimpannya dengan sangat baik. Bahkan kamu meletakannya di atas meja kerja kamu.” Alana berkata dengan penuh senyuman. Jemarinya mengusap-usap sapu tangan itu. Merasakan kelembutan yang masih tetap sama. Alana bisa mencium aroma parfum Andra yang maskulin di sapu tangannya. Dan itu artinya, Andra masih menggunakan sapu tangan ini. “Kenapa kamu masih menyimpan sapu tangan ini, Ndra? Kenapa kamu masih menyisakan sebuah benda yang menjadi kenangan manis kita di masa lalu? Apa jangan-jangan, kamu tidak sepenuhnya membenci aku? Tapi jauh di lubuk hati kamu, kamu pun masih mencintai aku, Ndra?” ucap Alana lirih. “Jangan mimpi kamu, Alana!” Suara tegas Andra yang tiba-tiba membuat Alana segera menoleh ke belakang. Dilihatnya Andra sudah berdiri tak jauh darinya. Dan tatapan lelaki itu terlihat sinis juga penuh penghinaan. “Sedang apa kamu di ruanganku? Lancang sekali kamu menyentuh barang-barang yang ada di atas mejaku, Alana! Bukankah sudah ku katakan, jika ada berkas penting maka taruh saja di atas mejaku. Tapi kamu malah dengan tidak tahu etika menyentuh barang milik atasanmu dengan sesuka hati!” sentak Andra di depan wajah Alana. Hingga membuat tubuh Alana menciut saat mendapat tatapan mengintimidasi dari lelaki itu. “Ma.. maaf. Tadi aku hanya tidak sengaja melihat ini..” Alana menunjukan sapu tangan yang ia pegang pada Andra. Andra menaikan sebelah alisnya, lalu kemudian ia tersenyum remeh pada Alana. “Ck. Sampah itu! Sudah sejak dulu aku memang berniat ingin membuangnya. Hanya saja, sialnya aku selalu lupa,” ucap Andra yang seketika itu juga langsung membuat tubuh Alana membeku. Hatinya serasa dipatahkan. Apa yang barusan Andra bilang tentang sapu tangan ini? Andra mengatakan sapu tangan yang pernah Alana buatkan untuknya dahulu adalah sampah? Sungguh. Alana tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut mantan suaminya. Melihat Alana yang tercenung di tempatnya, Andra segera merebut paksa sapu tangan yang Alana pegang. Lantas dengan tanpa perasaan, Andra langsung melempar sapu tangan itu ke dalam sebuah tong sampah yang berada tak jauh darinya. “Nah, sudah selesai ‘kan? Sampai itu sudah kukembalikan pada tempatnya yang tepat! Jadi sebaiknya sekarang kamu keluar dari ruanganku! Karena aku muak jika harus melihatmu berlama-lama!” tekan Andra seraya menghunuskan tatapannya yang setajam pedang. Tanpa banyak bicara, Alana langsung pergi dari sana dengan membawa hatinya yang terluka. Di sisi lain, Andra memejamkan mata saat pintu ruangannya kembali ditutup dari luar. “Sialan kamu, Andra! Kenapa hatimu selalu rapuh setiap kali melihat w************n itu hendak menumpahkan air matanya? Kenapa?” Andra berdecak kesal. Sebab tadi Andra melihat Alana nyaris menangis. Tapi dengan segera Andra menyuruh Alana untuk cepat-cepat pergi. Andra tidak ingin rasa iba dan simpati yang ada di dalam hatinya terus meronta-ronta. Dan kemudian akan membuatnya luluh pada Alana. “Dia itu adalah wanita yang sudah dengan tega menyakiti hati kamu. Dia adalah seorang penghianat. Sudah berapa kali kamu menegaskan diri sendiri agar jangan pernah melibatkan hati saat sedang menghadapi wanita itu! Jangan pernah, Andra! Karena hati terlalu lemah untuk bisa diandalkan,” lanjut Andra berkata pada dirinya sendiri. Lalu matanya melirik kembali kearah tong sampah di dekatnya. Terbesit rasa sesal kenapa ia harus membuang sapu tangan itu? Satu-satunya benda yang menjadi kenangan manis dalam pernikahaannya dengan Alana. Tapi kemudian Andra segera menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak! Benda itu adalah sampah. Semua kenangan yang berkaitan dengan Alana adalah sampah. Yang sudah tidak lagi berguna dan memang harus dibuang! Untuk apa aku memungutnya lagi! Jadi benda itu sebaiknya memang berada pada tempat yang seharusnya!” kata Andra yang memilih menulikan hatinya. Andra duduk di kursi kerjanya dan memutuskan untuk menyibukan diri dengan menatap mesra layar monitor, daripada terus memikirkan tentang Alana dan segala kenangannya. *** Setelah selesai mandi, Alana pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Tetapi saat itu, Winarti datang menghampirinya. “Alana!” panggil Winarti saat Alana hendak menuangkan sayur sop ke dalam mangkuk besar. Alana menoleh pada ibunya yang berdiri di sampingnya. “Iya, Bu. Kenapa?” Winarti menghembuskan napasnya sejenak. Sebelum kemudian ia melontarkan sebuah pertanyaan yang membuat tubuh Alana membeku seketika. “Apa Andra sudah tahu kalau kamu pernah hamil?” tanya Winarti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN