V. Sinyal Pendekatan

1109 Kata
Rindy, Katy, Billa dan April telah tiba di taman yang sore harinya selalu diramaikan oleh anak-anak muda untuk sekedar nongkrong. Tak berapa lama kemudian lima perempuan menghampiri keempatnya. "Karin!" panggil April pada salah satu wanita tersebut. Keduanyapun saling berpelukan. "Udah lama?" tanya wanita bernama Karin usai rengkuhannya dengan April terlepas. "Nggak kok. Malahan jodoh banget. Baru nyampe gue langsung liat kalian." "Oiya, kenalin ini temen-temen gue." arahan April kepada tiga temannya. Mereka saling berjabat tangan dengan menyebutkan nama masing-masing. "Jadi, siapa nih yang kata lo jago nata rambut?" "Kalo itu Rindy." "Oh Rindy." beo Karin serta merta refleks tersenyum kearah Rindy yang tentu saja dibalas hangat gadis itu. "Jadi gini Ndy, dua minggu lagi temen kita ada yang ngadain birthday party gitu. Nah rencananya, kita berlima mau tampilan rambut kita beda-beda disana. Semacam cewek-cewek tumblr gitu loh. Katanya lo bisa ya?" ungkap Karin yang langsung diserobot April. "Udah deh. Daripada lo ragu, mending kita uji aja sekarang? Kalo uji coba mah gratis deh. Tapi buat selanjutnya wajib bayar lo ya," Billa dan Katy geleng-geleng kepala dengan tingkah April. "Ye, kenapa jadi lo yang nyolot sih! Dasar pel-an atap!" "Mana ada atap di pel?!" "Ada. Rumah lo. Rumah lo kan lantainya diatas kayak otak lo yang pindah kedengkul." cela Karin mendapat u*****n kecil dari mulut April. "Stop it! Mending kita cari tempat duduk dulu. Gimana Rindy bisa jambak-jambak rambut lo kalo lo-lo pada tingginya setiang tower. Mau nyiksa temen gue lo?!" "s***p nih bocah," gumam Karin merotasi bola matanya. Merekapun mencari tempat duduk strategis yang tersedia di taman. Setelah dapat, mereka mulai mengobrol tentang banyak hal dengan Rindy yang sibuk dengan surai Karin pertama-tama. Gadis mungil itu memang mempunyai hobi mengikat atau membentuk bermacam jenis style rambut yang ia lihat di internet. Rindy sudah menyukai hal itu sejak kecil. Bahkan ketika dulu bundanya sering membelikan mainan berupa boneka barbie, rambut boneka kecil itu pasti akan berakhir acak-acakan akibat ulah Rindy. Rindy kecil suka sekali membongkar kepangan atau ikatan si barbie, yang kemudian akan ia variasi sesuai imajinasinya sendiri. Namun karena ketika itu dia hanyalah bocah berusia empat tahun, otomatis apa yang menjadi ekspektasinya sama sekali tidak ada yang menjadi nyata. Yang ada justru kepala barbie menjadi botak besar dibelakang akibat terlalu seringnya ia urai-ikat secara berulang. Boneka yang malang. Setalah beberapa saat, Rindy mengatakan bahwa pekerjaanya sudah selesai. Karin yang penasaran menyuruh salah satu temannya untuk mengambil foto tampilannya dari belakang dan melihat hasil tangan Rindy. "Ih... bagus banget!!! Fix. Kita bakal pake lo." komentar Karin puas melihat penampakan rambutnya sesudah diuntai oleh Rindy. "Gue juga mau dong, Ndy." teman-teman Karin membondongi Rindy agar men-style rambut mereka juga. Dan Rindypun dengan senang hati melakukannya. ..... "Liat deh cewek-cewek di sono, kayaknya dua dari mereka gak asing deh. Kayak pernah liat dimana gitu." tunjuk Sigit kearah kumpulan wanita yang tengah bercengkerama ria. "Oh... gue inget. Itu mawar-mawar Nando yang udah gugur. Inget gak lo, Bro?" Nando yang tengah menyesap rokok menggeleng tak acuh. Melihat arah maksud Sigit saja ia ogah. "Tapi yang paling kecil itu, cantik juga loh. Bening banget tuh cewek." Gio ikut bicara. "Yang lagi ngiket rambut temennya?" tanya Galih yang diiyakan Gio. "Namanya Rindy. Orangnya emang terkenal cantik plus gak sombong di kampusnya. Banyak yang ngincer tuh." "Suer lu? Wah... boleh dong gue," wajahnya penuh sinar seolah melihat jackpot didepan mata. "Tapi dia tunarungu." sambung Rifki kemudian. Tidak hanya Gio yang terkejut, Nando yang hendak menenggak minuman kaleng bersodanyapun tertunda menyempatkan diri menyimak. Begitupun dengan Yogi yang sedari datang fokusnya ada pada game. Bedanya, jika Yogi memilih kembali pada smartphonenya, sedang Nando memilih menengok ke arah cewek-cewek itu dan menatap lurus satu orang disana sambil menenggak minuman. "Jangan asbun lo!" "Dibilangin gak percaya. Tanya noh sama Galih." Rifki meyakinkan. Gio melempar raut bertanyanya yang diangguki Galih. "Sayang banget. Cantik padahal." ujar Gio penuh simpati. "Keliatannya polos juga. Perawankah?" celetuk Gio kemudian mengundang decakan tak suka Galih dan Rifki. "Gatel gue pengen nyobek mulut lo, Gi." rutuk Galih. "Nggak yang bobol gak yang polos itu sama aja. Cewek itu prinsipnya rating semua. Liat yang kaya dikit bintang lima, ada yang lebih kaya pindah tangan, nemu yang lebih kaya lagi, pasti lupa diri. Gak ngaruh dia sempurna apa nggak." ucap Nando berdasarkan kawakannya. Gio, Galih dan Rifki memberi atensi padanya. "Gue denger doi belum pernah pacaran juga loh." ucapan Galih berhasil mengalihkan netra hitam Nando yang tadinya terfokus pada Rindy menjadi padanya. "Lo tau darimana?" Galih membalas tatapan dingin Nando santai. "Karena gue pernah suka sama dia." jawab Galih jujur. Kekehan Nando lepas seakan ucapan Galih hanyalah sebuah lelucon. Cowok itu menghabiskan minumannya dalam sekali tenggak lalu melihat lagi kearah Rindy. Kali ini tatapannya disertai seringaian penuh arti. ..... Selesai menyulap rambut Karin dan empat temannya, mereka merasa haus yang dengan suka rela Rindy menawarkan diri untuk membeli minum dan beberapa camilan di minimaret yang kebetulan berada tak jauh dari taman. Mendorong salah satu pintu kacanya, Rindy langsung mengambil sebuah ranjang barang berwarna biru tua. Kemudian gadis itu menuju showcase cooler yang berada di pojokan belakang. Rindy sedikit menunduk memilih-milih apa yang diinginkannya juga apa yang dipesan teman-temannya tadi. Tiba-tiba Rindy tersentak ketika punggungnya bertubrukan langsung dengan d**a bidang seseorang yang diyakininya seorang pria. Terasa jelas dari wangian maskulin yang menguar lekat ketika tubuh itu mengurungnya. Rindy hanya bisa terdiam kaku sampai sepasang tangan itu ditarik dengan sebotol minuman di masing-masingnya. Lantas menuruti refleks gadis itu membalikkan badan guna melihat siapa sosok tersebut. "Sorry. Lo kelamaan soalnya." ucap lelaki itu sembari menunjukkan minuman yang diambilnya tadi. "Eh, iya gak papa." balas Rindy. Teringat sesuatu, iris coklat terangnya memicing samar kearah cowok didepannya. "Nando?" tebaknya ragu. Padahal Rindy biasanya sulit mengingat nama orang yang hanya sekali dua kali bertemu. Tetapi cowok didepannya ini, entah kenapa Rindy bisa ingat. Padahal terhitung kenal saja hanya karena kebetulan dan itupun sekali. "Yes babe. That is me," jawab Nando menimbulkan tarikan dikedua sudut bibir Rindy. "Kamu... tinggal di daerah sini?" "Nggak. Gue lagi kumpul aja bareng temen di taman depan." "Oh," situasi diantara mereka menjadi canggung. Rindy berusaha keras melengoskan matanya agar tidak bersinggungan dengan iris dalam milik Nando yang terus-terusan menatap kearahnya intens. Meski begitu, seberapa kuat pun ia berusaha tetap saja sesekali matanya bersitatap dengan Nando. Rindy benar-benar gusar dibuatnya. Meyakinkan dirinya agar tenang, Rindy pun menatap mantap berangsur lembut pada mata bak elang itu. "A—" belum sempat berkata, Nando membuat Rindy membulatkan mata. Bagaimana tidak? Cowok itu dengan santainya menarik Rindy kearahnya seperti memeluk. Dalam posisi yang sudah benar-benar berpelukan intim, Nando membuka pintu lemari es dibelakang Rindy. "Gue lupa udah minum soda tadi. Katanya gak baik, ya?" bisik Nando tepat didepan telinga Rindy. Kulit pipi mereka bahkan sudah bersentuhan. "I-iya. Soda memang kurang bagus untuk tubuh." Rindy membalas pelan. Nando menarik diri yang kini hanya terdapat sebotol air mineral digenggamannya. "See you," usai mengatakan itu Nando berbalik pergi meninggalkan Rindy yang menatap terus sampai punggung tegap itu menghilang dibelokan rak gondola minimaret.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN