Sofia?

981 Kata
"Tuan—" "Griffin, jangan ikut campur." sela John dengan cepat. Dia tahu, Griffin salah tangkap padanya. "Baik Tuan, lakukan apa saja pada saya. Tapi biarkan saya keluar dari sini." John lagi-lagi tersenyum smirk sembari memutari kursi Benicio. Hingga akhirnya John memilih berhenti di belakang pria itu. "Grif, kemarilah." titah John meminta Griffin untuk mendekat ke arahnya. John menyipitkan kedua matanya seolah sedang menimbang ingin menggunakan alatnya yang mana kali ini. Hingga pilihannya saat ini jatuh pada sebuah capitan berbahan besi. Seringaian buas mulai muncul di bibir John. Tatapan gila seperti seorang psikopat muncul tanpa diminta. Pria itu berbisik, "siap-siap, Benicio. Aku hanya akan—" "AKHHHHH!" Teriakan penuh kesakitan Benicio terdengar nyaring memenuhi seisi ruangan. Tapi John justru tersenyum saat mendengarnya. John kembali melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, yaitu mencabut paksa kuku-kuku jari tangan Benicio seluruhnya. Menggila, tanpa rasa belas kasih. Semakin Benicio berteriak, maka semakin kuat juga John menariknya secara paksa. Darah mulai keluar dan John tersenyum senang. "Kau gagal, Benicio. Aku sudah menyuruhmu untuk diam dan tidak berteriak kan? Kenapa kau sangat bebal sekali?" Benicio tak menyahut. Dia masih merasakan rasa sakit yang bertubi-tubi. Dia benar-benar sudah lelah dengan segala siksaan yang dia terima. Benicio benar-benar sudah tak bisa merasakan yang namanya sebuah kehidupan. Takdirnya memang sepertinya akan mati di sini, di tangan John Nicholas Leister. "Jangan menangis, jangan menangis." seru John sembari menghapus air mata Benicio. Lalu detik berikutnya, John justru tertawa dengan begitu menggelegar. Dia sedang menertawakan seorang pria tua yang banyak tingkah. Lucu sekali. "Ini akibatnya karena kau sudah berani membohongiku. Aku membayarmu mahal untuk mencari informasi, bukan menjual informasi pada musuh. Maka, kau harus terima segala konsekuensinya." Tatapan tajam John sudah tak berarti apa-apa bagi Benicio. Dia benar-benar sudah tak memiliki tenaga sama sekali. Dia sudah pasrah dengan takdirnya. "Tu...an. Tolong—" BRAAKKK! John kembali menendang kursi tersebut yang mana membuat Benicio kembali tersungkur ke bawah. Merasakan kesakitan yang bertubi-tubi gilanya. Dia hendak kembali bersuara, tapi mulutnya langsung bungkam saat mendongak, dia melihat John sudah menodongkan senjata api ke arahnya. Senjata itu adalah sebuah revolver yang termasuk dalam revolver paling mematikan di dunia. "Kau ingin keluar dari sini kan? Akan aku kabulkan keinginanmu. Kau, akan keluar dengan tubuhmu yang sudah tak bernyawa. Tapi tenang saja, khusus untukmu, aku menggunakan revolver kesayanganku ini agar kau bisa langsung terbang menuju surga." John menarik pelatuknya dan bersiap untuk menembak kepala pria itu. Tapi sebelumnya, John kembali berkata, "lihatlah kedua mataku, Benicio. Aku adalah iblis kematianmu. Tapi aku sedang berbaik hati, karena kau tak akan merasakan sakitnya tertembak. Kau akan langsung...." DORRRR! "Mati." lanjut John dengan tatapan dingin saat berhasil menembak tepat pada dahi Benicio sampai menembus ke kepalanya. John, tidak pernah main-main dengan apa yang dia ucapkan. Pria itu benar-benar orang yang sangat kejam. Sebenarnya, sifat kejam, keras dan dinginnya pria itu dipicu dengan adanya masalah di masalalu. Sesuatu yang membuat hatinya sekeras batu dan tak berperikemanusiaan sama sekali. Hatinya terasa sudah mati. Rasa kasih sayang dan cintanya sudah lama mati. Kini yang hidup dalam dirinya hanyalah pelampiasan, amarah dan pembalasan dendam. +++ Beberapa jam setelah menuntaskan hasrat dan gairahnya, John keluar dari tempat penginapan yang dia sewa. Ini baru pukul 9 malam, dan itu tandanya masih ada minimarket yang buka. Karena di pusat kota Madrid, minimarket biasanya akan tutup tepat pukul 10 malam. John memutuskan untuk pergi ke minimarket terdekat dengan berjalan kaki. Bahkan tanpa pengawalan sedikit pun. Tidak ada rasa takut sama sekali. Padahal, dia adalah orang yang termasuk memiliki banyak musuh. John bahkan juga tak membawa senjata apa pun di saku celananya. Pria itu masuk ke dalam minimarket yang sudah mulai sepi pembeli. Dia ke sana untuk membeli minuman kaleng yang menyegarkan. Tidak membutuhkan banyak waktu baginya hanya untuk mengambil minuman yang dia inginkan. John berjalan menuju meja kasir dengan santai. Tapi tetap saja wajahnya terlihat datar dan begitu dingin. Dia meletakkan minuman kalengnya di atas meja kasir dengan cukup kasar hingga menimbulkan bunyi yang membuat sang penjaga toko tersebut langsung menoleh. "Oh, maaf." seru wanita tersebut yang baru tahu jika ada pelanggan yang hendak membayar. Wanita itu tentu saja langsung men-scan barcode harga yang ada di kaleng minuman tersebut. Dia dan John sama-sama belum saling melihat serta bertatap muka. Jika John sibuk merogoh dompetnya, sedangkan wanita itu sibuk men-scan barcode minuman kaleng tersebut. "Totalnya 3.00 EUR, Sir." John mengeluarkan uangnya dan bergegas memberikan uang tersebut pada wanita itu. Tapi yang terjadi justru John tak melepaskan uang yang dia pegang, sehingga membuat wanita itu menatapnya bingung karena uangnya terus dipertahankan. "Sir, uangnya. Jika saya menariknya, nanti bisa robek." "S-sofia?" seru John tergagap saat mengatakannya. Bahkan suaranya tidak begitu jelas karena tertahan di tenggorokan. Membuat wanita yang ada di depannya itu mengerutkan keningnya bingung. "Sir, Anda bicara apa? Tolong lepaskan uangnya." seru wanita itu sedikit tegas, dan John yang sadar langsung melepaskannya. Bukannya menunggu kembalian uangnya, John justru langsung meraih kaleng minumannya dan bergegas keluar dari minimarket tersebut. John tidak mengerti mengapa tiba-tiba dia terbayang wajah seseorang. Dia yakin sudah salah lihat barusan. Untuk menjauhkan pikirannya dari wajah wanita yang tiba-tiba muncul di benaknya, John memilih untuk pergi begitu saja. John yakin dia sedang banyak pikiran yang mana membuatnya berhalusinasi. Pria itu bahkan mengabaikan panggilan dari wanita tadi dan terus berjalan tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. Otaknya mendadak membeku sulit untuk mengartikan semua yang dia lihat barusan. John menggeleng pelan masih tidak percaya jika apa yang dia lihat tadi benar atau tidak. Tapi sayangnya, John yakin jika wanita tadi bukanlah Sofia—mendiang kekasihnya. John yakin sekali jika dia sedang berhalusinasi saja. "Tidak mungkin orang yang sudah tiada hidup kembali," gumamnya sambil terus berpikir dengan keras. Tapi John sendiri sadar betul jika dia tidak sedang mabuk. Mana mungkin dia berhalusinasi saat ini? John sampai tidak fokus karena memikirkan ini semua. Membuatnya hampir saja menabrak tembok yang ada di depan. Tapi beruntung ada Griffin yang langsung menghentikan langkahnya. “Tuan John?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN