Sang Mafia Kejam
Sebuah mobil Jaguar XJ Sentinel berwarna hitam pekat membelah jalanan malam kota Madrid, Spanyol.
Mobil tersebut melaju dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan yang begitu sepi. Dua orang yang ada di dalam mobil tersebut adalah orang-orang berpakaian serba hitam dan salah satunya mengenakan kacamata berwarna senada yang bertengger di hidung sang pemilik.
Pria yang duduk di balik kemudi begitu fokus lurus ke depan. Sementara pria yang duduk di sampingnya nampak terlihat sedikit bersantai saat ini.
Pria itu adalah John Nicholas Leister, seorang mafia yang terkenal kejam pada semua musuhnya. Tidak ada yang mengenali wajahnya kecuali orang-orang yang berkecimpung di dalam dunia gelap. Bisa dibilang, pria itu selalu bermain aman dan begitu rapi.
Orang-orang awam hanya tahu jika dia hanyalah seorang CEO di sebuah perusahaan J Corp. Tanpa tahu seperti apa dunia gelap yang John jalani.
Pria berusia 30 tahun itu, memiliki wajah yang sangat tampan dan bisa dikatakan jika pria itu terlahir begitu sempurna. Tidak ada yang pernah menyangka jika pria berwajah bak malaikat itu ternyata adalah mafia kejam. Mungkin jika didefinisikan sebagai malaikat, maka yang cocok untuk mendeskripsikan John Nicholas Leister adalah malaikat maut. Karena pria itu terkenal tidak suka memberi ampun pada musuhnya.
John merupakan mafia tersadis saat ini. Tidak akan ada yang bisa selamat jika sudah berurusan dengannya. Dia bertindak sesuka hatinya. Jika bukan nyawa musuhnya yang melayang, maka salah satu anggota tubuh musuhnya akan dia hilangkan. Mendengar jeritan kesakitan musuhnya bagaikan melodi indah di telinga John. Terdengar sangat jahat, kejam dan sadis. Tapi mana ada seorang mafia yang baik hati? Jika ada, itu hanya sebuah karangan semata. John Nicholas Leister tidak begitu.
Pria itu memiliki kekuasaan di Italia, namun beberapa bulan terakhir ini dia memilih untuk menetap di Spanyol. Bukan berarti hidupnya akan aman-aman saja di sana, tapi justru beberapa musuh juga turut mengincarnya.
John Nicholas Leister mewarisi segala kekayaan mendiang kedua orang tuanya. Mulai dari bisnis nyata, sekaligus bisnis-bisnis gelap di dalamnya.
Bisnis gelap itu meliputi pemasokan senjata ilegal, obat-obatan terlarang dan masih banyak lagi yang sepertinya tidak cukup waktu untuk dijabarkan semuanya.
Lalu, pria yang ada di balik kemudi adalah Griffin. Pria itu adalah asisten pribadi John, sekaligus temannya. Griffin lebih tua tiga tahun dari John. Tapi itu sama sekali tidak membuat kecanggungan dalam hal pekerjaan. Justru Griffin begitu patuh dan setia pada apa pun yang John Nicholas Leister katakan.
Saat ini, tidak ada percakapan yang pasti di antara keduanya. Hanya deru mesin mobil yang terdengar sampai ke rungu. Begitu berisik, tapi tak menganggu sama sekali.
Tiba hingga di mana mobil tersebut melewati bangunan-bangunan tua yang ada di salah satu jalanan sepi, John melepas kacamata hitamnya.
"Kau yakin dia masih hidup?"
Suara John yang begitu tegas mendominasi itu mulai menyapa rungu Griffin. Pria itu lantas mengangguk sebagai jawaban.
"Tentu dia masih hidup, Tuan. Hanya Anda yang berhak untuk mengakhiri hidupnya."
John lantas terkekeh begitu mendengarnya. Memang, semua musuh yang ditawan hanya boleh dihabisi olehnya. Tapi jika menyiksa, semua anak buahnya pun boleh untuk melakukannya.
Kekehan John lama kelamaan berubah menjadi tawa yang menyeramkan. Macam seorang psikopat yang sedang haus darah.
"Ah, orang tua satu itu memang sudah tidak berguna di dunia ini." ujar John dan Griffin hanya diam tanpa menyahuti perkataan sang tuan.
Tak sampai 3 menit, mobil tersebut berhenti tepat di depan gedung tua yang berada di paling ujung.
Salah seorang anak buah yang berjaga di sana langsung terburu berlari menuju mobil tersebut dan membukakan pintu untuk John.
"Selamat malam, Tuan John."
John tak menyahut, tapi dia hanya menaikkan satu tangannya sebagai balasan dan pria itu langsung saja membungkukkan badan untuk memberikan hormat padanya. Disusul dengan anak buah lainnya.
John berjalan dengan begitu gagahnya memasuki gedung tua tempat dia menyekap para pemberontak sekaligus musuh-musuhnya. Gedung ini, adalah tempat di mana setiap ruangan yang ada di dalam sana pernah menjadi saksi penyiksaan-penyiksaan yang dilakukan oleh seorang John Nicholas Leister.
Tanpa ampun, tanpa henti, dan tanpa belas kasihan. Setiap darah yang mengucur deras adalah suatu kesenangan tersendiri bagi pria itu. John lebih kejam daripada iblis.
Sebelum memasuki sebuah ruangan, John terlebih dulu melepaskan jasnya dengan dibantu oleh Griffin. John kemudian menarik kemeja hitamnya itu ke atas, kanan dan kiri.
"Aku butuh semua alat-alat mainanku," ujarnya lalu berlalu masuk begitu saja.
Griffin tentu tau apa yang dimaksud mainan oleh tuan nya itu. Dia lantas menyuruh salah seorang anggota dari mereka untuk mengambilnya. Setelah mendapatkannya, Griffin langsung masuk ke dalam menyusul John dengan berbagai alat yang dimaksud.
Siapa pun yang masuk ke dalam ruangan tersebut, pasti akan mencium bau anyir darah. Tentu saja, ruangan itu termasuk ruang penyiksaan.
Griffin mendekat saat sang tuan baru saja menendang tawanan mereka hingga tersungkur ke lantai dalam keadaan masih duduk terikat di atas kursi.
"Kau tua bangka yang sama sekali tidak lagi berguna untukku, Benicio!"
John menarik kursi pria itu dan kembali membuatnya dalam posisi di awal. John tersenyum menyeringai bak iblis yang sudah mulai kehausan.
Siapa yang melihatnya, pasti akan merinding sekujur tubuhnya. Sama halnya yang tengah dirasakan oleh Benicio.
"Tu-tuan! Tolong maafkan saya! Tolong biarkan saya keluar dari sini."
Benicio bersuara dengan tenaga yang melemah. Sekujur tubuhnya sudah penuh dengan luka. Bahkan wajahnya benar-benar tidak bisa lagi di definisikan.
"Kau ingin keluar dari sini? Baiklah, aku akan mengabulkannya."
Baru saja Benicio hendak tersenyum dan menantikan kebebasannya, dia justru melihat senyuman gila John yang membuatnya langsung bungkam.
"Jangan senang dulu, Pak Tua! Aku masih ingin bermain denganmu. Permainannya cukup mudah. Kau tak boleh bersuara atau pun berteriak jika aku melakukan sesuatu padamu. Jika kau berteriak, maka aku tidak akan melepaskanmu. Tapi jika kau diam, maka aku akan membebaskanmu."
"Tuan—"