Three months later...
.
.
Tiga bulan sudah berlalu, sejauh ini semua berjalan di jalurnya. April harus menyesuaikan diri, mengubah kebiasaan-kebiasaan sewaktu dia masih lajang dan menyesuaikan diri dengan Yoga. Sekarang ini, Yoga, adalah prioritas untuk hidupnya. Meski sulit membiasakan diri bangun lebih awal dari suaminya, berkat wejangan panjang sang mama, April mulai sedikit demi sedikit belajar, bagaimana jadi istri yang baik.
Seperti hari Sabtu pagi, dia tetap bangun lebih awal walau ini Weekend. Surganya leha-leha di ranjang, tapi tidak untuk April sekarang. Saat bangun hari ini aja, seperti biasa, suaminya sudah lari pagi di sekitar apartemen.
Mandi lebih dulu, membereskan kamar mereka, terutama ranjang yang berantakan karena ulah suami-istri tersebut. Intensitas aktivitas ranjang mereka juga selalu hangat, kecuali, saat April sedang datang bulan atau mereka sama-sama sudah lelah karena kerjaan dikantor.
Mengutip pakaian kotor mereka yang berserakan di lantai, April juga mengganti seprei dengan yang baru. Padahal baru diganti dua hari lalu. Dia merasa seprei sudah kotor akibat keringat dan lain hal dari aktivitas mereka semalam, jadi dari pada dia nanti merasa tidak nyaman. Jadi diganti.
Mengumpulkan di ranjang kotor, di bawanya ke ruang cuci baju dan mulai mencuci semuanya.
Yoga sebenarnya memaksa untuk menggunakan jasa asisten rumah tangga. Namun, April menolak. Dia pernah tinggal lama di luar negeri, sekitar hampir empat tahun. Itu proses yang sangat berharga di hidupnya. Selama itulah, saat jauh dari orang tua. April, si anak semata wayang, yang kalau manja suka kelewat batas. Belajar mandiri disana, menantang dirinya sendiri untuk bisa mengatasi sikapnya itu.
Awal-awal hampir saja menyerah, terbiasa apa-apa mengandalkan mama dan asisten rumah. Jiwanya yang suka tantangan, membuat April bisa melewati itu dan dia tidak menyesal karena sangat membawa dampak positif untuk hidupnya sekarang.
Membiarkan mesin cuci berjalan, sambil menunggu selesai, lanjut membersihkan setiap ruang apartemen, selesai barulah ke dapur dan ini bagian tersulitnya.
Dia berhasil menghilangkan sikap manja, bisa bersih-bersih, mencuci, setrika dan pekerjaan rumah lainnya. Tetapi, untuk memasak dan urusan dapur lainnya dia masih tidak ada perubahan. Entahlah, dia pernah belajar memasak tapi hasilnya selalu tidak memuaskan, garam yang kebanyakan bisa buat hipertensi. Daging yang kurang matang, atau malah kelewat matang alias gosong, benci bekas minyak yang menempel di lantai karena habis menggoreng sesuatu. Banyak hal lagi yang buat dia menyerah dengan dapur.
Memiliki suami, membuat April mulai pelan-pelan menyampingkan semua tidak sukaan itu. Karena tidak mungkin kan, setiap hari menyiapkan makanan untuk suaminya, dengan menu itu-itu saja.
Yoga tidak banyak menuntut sebenarnya, semua dilakukan karena April yang mau. Walau pun dia wanita karier, hidup di jaman modern, April tahu kewajiban sebagai seorang istri.
Suara kode pintu apartemen terdengar, tidak lama langkah kaki terdengar kian mendekat.
Suaminya muncul, "Morning.." Yoga sudah terbiasa melihat April di dapur apartemennya, juga mendengar sapaan itu tiga bulan belakangan ini, seperti sudah jadi kebiasaan untuk April. Dulu, April memang kerap menginap di apartemen ini, biar begitu rasanya tetap berbeda.
"Morning, aku mandi dulu." Jawab Yoga
"Kopi atau teh?"
"Nggak keduanya."
April mengerutkan kening, Yoga selalu mengawali pagi dengan dua minuman tersebut. "Tumben? Mau jus aja?"
Dia mengangguk, meneguk air putih hingga tandas satu gelas besar. "Boleh. Ada buah apa?"
April segera membuka kulkas untuk mengecek. "Hanya ada apel dan alpukat, aku belum belanja."
"Alpukat aja, jangan pakai gula, madu aja."
"Oke." Yoga berlalu masuk ke kamar, dan April mulai menyiapkan jus alpukat sesuai permintaan suaminya.
***
Ka Chantika: Jadi ke rumah?
Me: jadi, ngurus suami dulu ka. Baru otw.
Ka Chantika : Oke, aku udah siapkan bahan belajar masakmu. Nggak usah bawa apa-apa. Bawa diri aja. Heheh.
Me : siap Bos! Memang paling best deh kakak!
April menutup Chat itu, meletakkan ponsel pas sekali Yoga muncul dengan rambut basah dan wajah segar, dia baru selesai mandi.
"Nggak bosan, kan sarapan sama telur lagi pagi ini?"
Hari ini, April hanya memasak nasi di rice cooker, untuk lauk hanya telur mata sapi untuk dirinya, sedangkan untuk Yoga telur dadar, yaitu telur yang dikocok lepas ditambahkan irisan cabai dan bawang daun yang banyak. Makanan yang amat sederhana dan mudah, favorit Yoga. Dia bahkan akan minta telurnya dua, dan selalu sedia kecap.
April mengambil nasi, menaruh telur dadar diatas-nya, lalu menuangkan kecap yang banyak. “Cukup?"
Yoga mengangguk. "Makasih." April membalas dengan senyuman, barulah dia menyiapkan untuk dirinya sendiri.
"Ga, hari ini keluar? Apa mau dirumah aja?"
"Aku nobar sore nanti." Yoga menjaga hubungan baik dengan teman-temannya, Doni, Irfan, dan Riefaldi, persahabatan mereka terjalin sangat baik.
"Nobar? Jam berapa?" Ulang April.
"Nonton bareng Motor GP, di Kafe Irfan, jam empat sore."
April mengangguk dan memilih kembali menyuapkan makanannya lagi. "Aku ada janji sama Ka Chantika." Kata April, yang langsung membuat Yoga menoleh padanya. "Boleh, kan?" Setiap kali menyebut nama sepupunya sendiri, April selalu tak melewati untuk meninjau bagaimana ekspresi suaminya itu.
"Boleh, jam berapa?" Wajahnya seperti biasa, datar.
"Emm.. habis ini langsung jalan."
"Oke, aku antar."
"Aku bawa mobil aja."
"Oke, hati-hati." Kata Yoga lalu makan dan setelah selesai, April segera bersiap untuk ke rumah sepupunya. Salah seorang yang handal dibidang memasak, dan April sudah siap untuk belajar bersamanya.
***
Yoga masuk ke kamar bertepatan dengan April yang baru selesai berpakaian, walau tadi sudah mandi, dia tetap kembali mandi lagi karena tubuhnya terasa lengket setelah mengerjakan pekerjaan rumah.
"Uang belanja bulan ini masih ada? Kalau udah habis, bilang."
"Masih sangat cukup sampai bulan depan."
Untuk kebutuhan rumah tangga, Yoga sepakat menyerahkan semua pada April. Dia setiap bulan akan transfer untuk kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan pribadi April, jumlah yang berlebihan menurutnya. Padahal April masih punya gaji setiap bulan. Tapi, Yoga bersikeras mengingatkan April agar tidak menggunakan uang pribadi untuk segala keperluan apalagi kebutuhan rumah tangga. Dia meminta penghasilan April, di tabungkan saja olehnya.
Bicara tabungan, keduanya juga membuka tabungan bersama yang diketahui kedua belah pihak. Yoga akan menyisihkan penghasilan disana, untuk masa depan mereka. Biaya pendidikan anak saja sudah di pikirkan oleh Yoga.
"Stok kulkas yang udah hampir kosong, besok aku ke supermarket deh."
"Aku temani."
"Iya lah, belanjaan pasti banyak. Aku butuh kamu buat bawanya." Dia menyengir setelah melempar gurauan itu.
April beralih duduk di depan meja rias. Menyalahkan Hair dryer, mengeringkan rambut hitam legam yang sudah panjang hingga punggung, lalu berpikir untuk membiarkannya atau mengikatnya. Setelah selesai mengurus rambutnya, dia mulai dengan make up, menyisir rambut dan mengikatnya jadi satu.
"Yoga..”
“Hm...?” Yoga tampak asyik dengan ponsel di tangannya.
“Lihat ke sini dulu!” Yoga langsung menurut, menatap April dengan wajahnya yang datar.
“Kenapa? Mau aku antar, aku bersiap dulu.” Yoga meletakan ponsel diatas ranjang, lalu hendak berdiri.
“Bukan itu!” cegah April, Yoga memandang istrinya dengan bingung sampai April tersenyum lebar. “Cantik nggak?" ternyata dia meminta pendapat pada suaminya, begitu yakin penampilan dia sudah memukau.
"Hm.. Cuman ke rumah sepupu, kan?" Satu alisnya terangkat.
April mengerutkan kening, apa ada yang salah dengan penampilan dia? "Iya.. kenapa sih? Jelek?"
"Nggak usah dandan berlebihan gitu, entar make up kamu juga luntur pas mengejar-ngejar si kembar." Katanya, sambil berlalu ke luar kamar, tanpa peduli April yang sudah melotot.
"Astaga! Suami macam apa sih kamu! Nggak rela banget kasih pujian ke istrinya!" Teriak April, lalu kembali duduk di meja rias dan menghapus make Up-nya.
"Ish! Nyebelin! Apa hanya di atas ranjang saat aku telanjang, dia baru mengakui aku cantik!" Ucapnya kesal, mengingat hanya saat itu saja Yoga dengan suka rela mengatakannya bahkan tanpa April minta.
"dasar laki-laki! Awas aja, nggak akan puji dia ganteng lagi!" April kembali menggerutu, padahal Yoga sudah tampan tanpa butuh pengakuan atau pujian darinya. Dia hanya ingin mendengar pujian dari suaminya, memangnya tidak boleh, ya?
[to be continued]