saat aku memasuki perpus, Rara atau Jihan sudah disana, dia sedang memilih buku buku yang dia butuhkan. aku menghampiri dia, namun dia tetap tidak bereaksi. bahkan tidak menyapaku balik. akupun sama halnya dengan dia, jika tidak di sapa lebih dulu, maka untuk apa aku menyapanya?
aku mencari buku di rak belakang, Rara. kami benar benar asing. padahal jika aku ingat lagi, aku Tasya dan Rara sering menghabiskan waktu bersama, namun ya, aku dan Rara tidak pernah sekalipun saling sapa.
"ga, bantuin gue" suaranya memecah keheningan
"hah?" aku hanya menoleh dengan wajah yang kaget
"ambilin buku di rak ketiga, gue ga nyampe" ucapnya
aku mencoba meraih buku yang Rara maksud
"buku ini Ra" ucapku
aneh bukan, 2 manusia yang tiba-tiba di beri nama panggilan oleh seorang guru, dan keduanya saling menerima dan memakainya.
"Iyah itu" ucapnya
"Lo udah semua?" tanyaku
"masih ada yang belum, buku tentang bab senyawa gue belum nemuin" katanya
"oh oke, nanti nyoba nyari di rak lain, temenin gue disini dulu, gue baru Nemu 3 buku" kataku
Rara hanya mengangguk, tanda dia mengiyakan.
"Lo kenapa mau ikut OSN?" Tanyanya
"kenapa emangnya?" tanyaku balik
"ngga, bukanya Lo udah ga mau?"
"gimana maksudnya?"
"lupakan" katanya
sialan, Rara benar-benar penuh teka teki. aku menjadi bingung dibuatnya. dia kadang terlihat baik dan kadang terlihat kurang baik. tapi dia tidak pernah basa basi, jika dia ingin A maka langsung ke A. tidak pernah berbelit-belit.
"Lo pasti bingung kan, kenapa gue tau tentang Lo" tanyanya
aku terdiam sejenak, ya benar aku penasaran dengan Rara, banyak yang dia ketahui tentangku, yang bahkan Tasya tidak pernah tau.
"iya mungkin" kataku
Rara hanya tersenyum kearah ku, tidak lagi bertanya atau mengajak ku mengobrol. dia melihat kearah jam tangannya, lalu bergumam sendiri.
"eh ga, gue duluan ya. bentar lagi pak Halim ngejemput gue" katanya
"dia buru - buru ke petugas perpus, memberikan kartu anggota dan meminta Dispen untuk membalikkannya sampai 1 bulan penuh.
aku menghampiri Rara, tanganku reflek menahan kepergian Rara.
"kenapa?" tanyanya
"wa pak Halim, Lo gue anterin balik" aku tidak sadar mengucapkan itu.
"hah?"
Rara terlihat kaget dan kebingungan.
"temenin gue sampe selesai dapet buku buku gue" kataku
"Gilak ih" desisnya.
namun Rara meraih ponselnya, lalu menelfon pak Halim. suaranya samar-samar. tapi aku tahu Rara menyuruh pak Halim untuk pulang duluan.
"pak Halim marah?" tanyaku
"ngapain pak Halim marah?" tanyanya
"karena Lo ga jadi pulang sekarang, padahal dia udah jemput Lo?" kataku
"dia masih dijalan ko, lagian dia ngerti kalau gue sibuk" katanya
"Lo bilang apa emang?"
"gue mau kerja kelompok?" katanya lagi
"kerja kelompok sesore ini?" ucapku sedikit meledek
"Lo pikir gue harus bilang apa? gue mau nemenin cowo cari buku nih?" katanya sedikit kesal
"sabar sebentar lagi" kataku
aku dan Rara kembali mencari 1 buku yang belum ku temukan, alih-alih mencari kami malah berisik karena debat- debat kecil yang kami lakukan.
"kalian berdua jangan berisik, mentang - mentang perpus udah sepi ya!" ucap Bu fina penjaga perpus yang masih muda, dia baru menikah tahun ini. padahal alasan anak anak suka ke perpus karena Bu fina sangat cantik dan baik. tapi setelah dia memutuskan menikah dengan pacarnya, semua lelaki di sekolahan patah hati bersamaan.
"satu lagi, 15 menit lagi tutup ibu mau pulang"
aku buru-buru menyerahkan buku yang akan aku pinjam, sama dengan Rara aku meminta tenggak waktu sebulan.
"gue naik umum aja deh ya ga" katanya
"lah kenapa?" tanyaku
"gue ga enak"
"kasih kucing Ra"
"apa yang kasih kucing?" tanyanya
"kalau ga enak" kataku
"Lo gue kasih kucing nih?" katanya denga polos
"ngga gitu, maksud gue ga usah lah ngerasa ngga enakan"
"oh iya" jawabnya singkat.
"tunggu sebentar, gue ambil Motor dulu" kataku
"oke" jawbanya singkat
aku langsung mengambil motorku, aku dan Rara tidak sama sekali mengobrol di atas motor, beda dengan Tasya yang banyak omong, aku merasa tidak sedang membonceng siapapun.
tidak ada obrolan apapun, hanya sesekali bertanya kemudian diam lagi, sepertinya aku dan Rara benar-benar tidak bisa berteman akrab. terlebih dirinya sangat kaku. dan aku terlalu masa bodo.
"Gaga berhenti di depan?" ucap Rara yang membuat aku kaget
"kenapa?" tanyaku
"mau beli itu" Rara menunjuk salah satu stand minuman yang ada di pinggir jalan.
"beli di depan aja lebih enak" kataku
"ngga loh, gue mau itu aja" ucapnya
aku akhirnya menuruti permintaan Rara, berhenti di stand minuman di pinggir jalan. kami berdua turun untuk memesan, awalnya aku tidak ingin namun Rara terus memaksaku.
"Lo mau rasa s**u caramel atau greentea, yang s**u caramel enak, Lo s**u caramel ya" ucapnya
"aku mau s**u caramel deh, kamu apa?" tanyanya lagi
"yaudah samain aja, s**u caramel" katanya
"ihh, yaudah aku greentea aja" katanya sembari mengerutkan jidat
"lah gimana sih? tadi katanya s**u caramel" kataku
"kalau sama sama s**u caramel ga bisa cicip loh gue" katanya
"astagaaa" kataku
"mas, mau s**u caramel 1, sama greentea 1 ya" ucapnya
kami duduk di tempat duduk yang sudah di sediakan, sembari menunggu es yang kami pesan selesai dibuat.
aku melirik kearah Rara, perempuan ini memiliki poni dan selalu miring ke kanan, beda dengan Tasya yang selalu lurus kedepan, karakternya pun beda, jika Tasya cantik dan manja, Rara lebih terlihat mandiri.
"Gaga, gue nanti cicip ya" ucapnya lagi
"Lo gapapa minum di bekas sedotan yang sama sama gue?" tanyaku
"eh kenapa? Lo punya penyakit yang menular?" dia bertanya balik padaku
"bukan gitu maksudnya" kataku
"yaudah gue pakai sedotan gue sendiri, gapapa kan, jadi penyakit Lo ga nular ke gue" ucapnya
lagi, aku dibuat mengelus d**a, tapi Rara benar - benar lucu. aku hampir tidak bisa menjawab semua persangkaannya.
"mba jadi" ucap mas mas penjual minuman
"Iyah pak, berapa?" tanya Rara
dia mengeluarkan dompetnya, lalu mengeluarkan uang lembar 50.000an. penjual minuman itu memberi kembalian kepada Rara. Rara kembali duduk di sampingku, dia menyodorkan minuman caramel yang aku pesan sebelumnya.
"ayo diminum" ucapnya
"ini berapa, pakai uang ku saja" ucapku menyodorkan uang lembar 50.000an.
"gampang, nanti gantian uang Lo" katanya
"cepetan Gaga, minum"
"Iyah Ra, gue minum ini" ucapku
aku mencoba meminumnya dan ternyata rasanya memang enak, bahkan aku sendiri tidak tahu rasa caramel akan se enak ini
"nah enakan" ucapnya
aku mengangguk
"Lo coba punya gue, gue coba punya Lo" katanya
Rara menyodorkan minumannya padaku, tanpa menukar sedotan yang tadi dia bahas. kami saling menikmati minuman minuman yang kami pesan.
"mas mas, ini" suara penjual dari arah belakang
"Iyah mas kenapa?" tanyaku
"beli 2 gratis hadiah" katanya
"hah?"
"iyaaah, ini boneka monyet buat mas, biar mas kasih ke pacarnya" ucap si penjual
aku mengambil boneka yang tadi mas itu tawarkan, lalu aku melihat ke arah Rara.
"kenapa?" tanyanya
"gue ga suka boneka, tapi boneka monyet suka" katanya lagi
aku menahan tawa, sialan Rara lucu sekali, benar - benar lucu. tidak habis pikir apa yang aku pikirkan tentang Rara berubah drastis.
"tapi kata penjualnya tadi bonekannya buat pacar Lo, kasih lah Tasya" katanya lagi.
aku masih terdiam, bingung mau menjawab apa. Rara terlalu ingin boneka ini.
"hayu atuh pulang" ajaknya
aku langsung memarkirkan motornya, boneka monyet itu masih ku pegang dan ku gantung di motorku.
Rara sepanjang perjalanan hanya diam, namun saat sampai di rumah. aku ikut turun untuk menemani Rara sembari meminta maaf telah terlambat membawa Rara pulang kerumah, namun Rara menahan ku.
"ngga usah ikutan masuk" katanya
"oke"
Rara membuka gerbang, namun sebelum dia berhasil membuka gerbang. aku lebih dulu memanggilnya. dan menyodorkan boneka yang tadi...
"buat Lo aja" kataku