hari Sabtu, Tasya ada les balet, biasanya dia membawa mobil sendiri, atau aku yang mengantarnya. namun kali ini dia tidak mengabari ku, akan ke tempat balet membawa mobil sendiri atau meminta aku yang mengantarnya. aku sedikit khawatir dia masih marah prihal kemarin, lagi pula memang aku yang salah, membiarkan dia menunggu terlalu lama. atas tindakanku yang bodoh, aku sangat menyesalinya. tapi kalian paham bukan, mana bisa lelaki membiarkan perempuan berdiri di jalan sendirian.
aku mencoba mengiriminya pesan dari 2 jam yang lalu, namun belum ada balasan. aku ragu jika Tasya lupa membawa handphonenya. alih-alih membuat keributan di dalam pikiran, aku melajukan mobilku ke rumah Tasya.
diluar jam sekolah, aku mengendarai mobilku.
saat sampai rumah Tasya, mobil putih Tasya sudah tidak ada di parkiran rumahnya, aku buru-buru mengambil ponselku. mencoba menelpon Tasya, aku benar-benar khawatir. dia menyetir mobil dengan keadaan marah padaku
dilayar ponselku bertuliskan berdering. Tasya tidak mematikan ponselnya, tapi dimana? mengapa dia lama sekali mengangkat telpon ku.
"halo" suara dari balik ponsel Tasya
"Tasya, dimana? aku khawatir sama kamu" ucapku to the point
"sorry ga, ini gue Rara, Tasya lagi di kamar mandi. dia lagi dirumah gue, Lo telpon lagi nanti ya" ucap Rara
aku diam sejenak, Tasya kerumah Rara? apa Tasya meminta penjelasan pada Rara? apa Tasya marah ke Rara? kenapa? kenapa Tasya bertemu Rara
"Ra, jangan di matiin dulu. kenapa Tasya dirumah Lo?" tanyaku
"Lo kerumah gue aja, tau kan!" katanya
"oke" aku mengiyakan
aku langsung melajukan mobilku kerumah Rara, sedikit cemas karena aku tidak tahu apa yang sedang terjadi disana, prihal Rara dan Tasya mengapa banyak hal yang tidak bisa ku pahami. keduanya berteman dengan baik, tapi keduanya selalu menyimpan rahasia, yang satu sama lain tidak mengetahuinya.
aku sampai di depan rumah Rara, dan ternyata benar mobil Rara sudah terparkir rapih di halaman rumah Rara. aku mencoba menelpon Tasya.
"halo sayang, aku di depan rumah Jihan" kataku
"sebentar ya, aku turun" katanya
kali ini yang mengangkat telponku benar Tasya.
aku memarkirkan mobilku di depan rumah Rara, tidak lama dari itu Tasya sudah berdiri di tengah pintu, melambaikan tangan kepadaku, lalu aku langsung ikut masuk mengikuti Tasya.
"rumah Ra, jihan sepi?" tanyaku pada Tasya
"ra? siapa Ra?" tanyanya
Rara mendengar aku, yang hampir menyebut dirinya dengan sebutan Rara di depan Tasya.
"Jihan Az-Zahra wkwk, aku inget pak Darso manggil Jihan dengan sebutan Zahra" kataku
sekali lagi, aku membohongi Tasya. tidak tega sebenarnya, namun apa boleh buat, aku tidak ingin membuat Tasya cemburu, lalu memutuskan meninggalkanku.
"ke atas aja, sya, gal, rumah gue sepi jadi santai aja ya" ucap Rara pada kami berdua
aku mengikuti Tasya dan Rara yang berjalan di depanku, aku sudah bilang bukan? jika Rara yang versi sekolah dengan Rara versi rumah sangat jauh berbeda. Rara terlihat lebih cantik dirumah, ketimbang di sekolah.
"gal, mau minum apa?" tanya Rara
"terserah Lo" ucapku
aku duduk di samping Tasya, dan Rara berada jauh dari jangkauanku. kadang-kadang mata kami bertemu, lalu tersenyum, Tasya tidak menyadari mataku yang sering mengekori Rara.
"kamu ngga les balet?" tanyaku
"les ko, jadwalnya di undur jam 1, kebetulan tutornya lagi nyelesaiin urusan nya dulu"
"ko ngga ngabarin?" tanyaku
"orang rumah taunya aku les jam 10, jadi mereka udah nyuruh aku les terus. jadi ya aku berangkat, bingung mau kemana eh taunya nyasar sampe sini" ucapnya.
"bolos aja, yuk jalan ke Bogor?" ucapku
"nanti tempat les nelpon mamah" katanya
"kamu ke Bogor sama Jihan aja" ucap Tasya
lagi-lagi dia memberiku ruang untuk lebih dekat dengan Tasya, entah kebetulan atau di sengaja. keduanya aku tidak tahu. sama sama masih samar jadi ku pikir hanya sebuah kebetulan saja.
"ngga deh, ngga ada kamu ngga asik" kataku
padahal aku bisa saja berangkat dengan Rara, tapi aku tidak bisa membuat Tasya semakin luka. padahal selama ini kami benar-benar tak berdaya, dibuat semakin dekat atas kesadaran Tasya sendiri.
"Jihan mau ke Bogor ngga?" tanya Tasya pada Jihan
"boleh sih" katanya
"sama temenin gala ke Bogor" ucap Tasya lagi
"kan aku udah bilang, ngga usah kalau ngga sama kamu" ucapku menolak permintaan Tasya
"kalian kenapa sih? jarang banget ngobrol. padahal kan yang satu sahabat aku, yang satu temen aku. akrab dong biar ngga aku aja yang ngobrolin kalian berdua, kalian tuh harus bisa ngobrol" kata Tasya setelah itu dia cemberut, aku jadi bingung mengapa dia sedemikian rupa ingin aku mengobrol dengan Rara, padahal hanya Tasya yang tidak tahu, sekhawatir apa aku pada Rara, sebawel apa aku pada rara. hanya Tasya yang tidak tahu seposesif apa aku pada Rara
"Tasya, kita ngobrol Ko. tanya Jihan" kataku
"Iyah, lebih seringnya ke debat. kita ga cocok sya" ucap rara
"kalian ya, yaudah aku berangkat ke tempat les ya" ucap Tasya
"aku anterin ya sya" ucapku
"ngga usah sayang, kan aku bawa mobil" katanya
"aku ikutin dari belakang ya" kataku lagi
"gala, ngga usah kamu tunggu Jihan aja, dan sok pergi jalan-jalan. abis ini kalian harus akrab ya" katanya sebelum akhirnya Tasya keluar dari ruangan yang sama dengan kami.
hanya Tasya yang tidak tahu bahwa aku posesif pada Rara, kurasa membiarkan segalanya seperti ini, adalah hal yang lebih baik, ketimbang Tasya tahu bahwa aku dan Rara sudah lebih dekat. aku tidak ingin melukai hatinya, aku tidak ingin melihat Tasya kecewa padaku. apalagi Tasya tahu di hatiku. samar- samar ada Rara.
aku dan Rara mengantar kepergian Tasya, kemudian kami balik ke ruangan Rara, kami saling diam. namun ada lega di dalam d**a. aku bisa leluasa mengobrol dengan Rara.
Rara duduk di sofa yang panjang, dan aku duduk di sampingnya. kami saling tatap. lalu tersenyum.
"Lo mau ke Bogor?" tanyanya
"ngga tau, Tasya ngga ada?" kataku
"Iyah, yaudah mending ga usah pergi-pergi kali ya" katanya
"Iyah nanti balik ke malem, ga baik anak gadis" kataku
"apa mau ke Dufan?" tanyaku
"boleh" katanya
Rara mengganti pakaiannya dan aku menunggu dia di ruang tamu, seperti yang pernah ku bicarakan. Rara cantik.
"cantik banget Ra" ucapku
"gue selalu cantik ga, Lo yang ngga pernah liat gue" katanya
aku mengangguk, dan langsung menuju mobil. Rara masuk mobilku, dan langsung duduk di belakang.
"kenapa duduk di belakang" tanyaku
"emang aku boleh duduk di depan?"tanyanya
"ngga boleh sama siapa? tanyaku balik
"kan yang duduk di depan, biasanya yang sepesial" katanya
"Lo sepesial juga ko kaya nasgor" ucapku
"yaudah gue jadi nasgor ya, jadi mau diem aja ngga mau ngobrol sama gaga" katanya
"ngga gitu Ra, maksudnya Lo boleh duduk di depan" kataku
Rara pindah duduk di depan, di sampingku. aku melajukan mobilku menuju Dufan. ada perasaan yang memacu adrenalin. entah dan mengapa. tapi bersama rara, rasanya duniaku berbeda.
setelah membayar, aku memarkirkan mobilku. lalu mulai menjelajah permainan. banyak yang ingin ku Naiki bersama rara. ku rasa Rara juga sama denganku.
dan entah sejak kapan, aku sudah menggandeng tangan Rara. lucu segala hal yang ku lakukan pada Rara tanpa kesadaran diriku. ah sialan aku tidak boleh tergoda.
"Gaga naik itu" kata Rara menunjuk bianglala.
aku mengiyakan ajakannya. kami duduk berhadapan. senyumnya merkah. mataku enggan pindah dari matanya.
"Ra"
"iya ga"
"gue suka sama Lo" kataku
Rara diam sejenak.
"ga, jangan suka sama gue, Tasya pasti terluka" ucapnya
"terserah, gue ga bisa menghentikan perasaan gue yang ngalir gitu aja buat Lo" ucapku
"ga, mari seperti ini saja" ucapnya
Rara menggenggam tanganku erat, aku yakin dia juga menginginkanku, hanya keadaan yang tidak berpihak padaku