saat sampai rumah Rara, aku membiarkan Rara turun dari mobilku, namun aku menahan tangannya. ingin sekali aku mencium Rara, tapi aku tak bisa. aku tidak pernah mencium seseorang yang bukan pacarku, tapi perasaan ini membuat aku semakin sesak. mana bisa aku membiarkan diriku semakin tenggelam karena menginginkan Rara. sedangkan kenyataannya ada hati yang perlu ku jaga.
"kenapa ga?" tanyanya
"sampai bertemu Senin" ucapku
Rara masuk kedalam rumahnya, aku langsung melajukan mobilku, memecah keheningan sore itu. aku tidak pernah mencoba memikirkan perasaan Tasya. bagaimana jika Dia mengetahui fakta yang sebenarnya. namun aku tak berdaya, segalanya diluar kendaliku.
tidak terasa sudah 2 minggu berlalu sejak dinyatakan aku dan Rara mewakili OSN, banyak hal yang sudah kami lewati, banyak hal yang sudah terjadi. tentang perasaan ku yang berubah, aku tidak bisa menjelaskannya.
hari ini aku melihat ka dio membawa mobil ke sekolahku, aku tidak tahu kenapa namun ku rasa dia ingin bertemu dengan pak Darso. karena ini masih pukul 10, belum waktunya untu belajar bersama. masih ada waktu 2 jam, untuk kami belajar bersama. namun tak lama dari itu, berita panggilan yang ditunjukan kepadaku dan Rara, berbunyi nyaring di telinga.
aku bergegas menuju ruangan pak Darso, dan benar saja ka Dio sengaja meminta waktu kepada pak Darso untuk melakukan pembelajaran di luar sekolah, begitu dijelaskan kepada kami, kami sedikit ragu untuk mengiyakan namun tetap Saja. kami tidak bisa menolaknya. yang aku pikirkan hanya satu, bagaimana prihal Tasya?
kami keluar dari ruangan, lalu berjalan berdampingan, seperti biasa di ruang lingkup sekolah, kami seperti tidak saling kenal. kami tidak mengobrol, tidak juga basa basi bertanya A,B,C. saat Rara akan memasuk ruangan, aku menahan pergelangan tangannya
"sampaikan ke Tasya, kita belajar di perpustakaan kota" kataku
"iya" jawabnya
seperti biasa dia hanya singkat padat dan jelas, berbeda dengan Rara saat kami berdua, Rara saat berdua lebih ceria dan lebih aktif berbicara. aku menyukai kedua sisi Rara tersebut. mana mungkin aku hanya menyukai satu sisi dalam hidupnya, namun aku tidak berani meminta lebih dari ini, ada hati yang rasanya perlu ku jaga. prihal Tasya aku tidak ingin dia terluka.
kali ini, aku sudah berada di mobil ka Dio, Rara duduk di depan, ka Dio yang memintanya, dan Rara tidak bisa menolaknya, tas ka Dio ada di jox belakang, tasnya sedikit terbuka ada bunga mawar merah dan coklat di dalamnya, aku sedikit curiga rasanya ka Dio akan menembak seseorang? aku tidak tahu siapa? kurasa Rara. namun selama ini aku tidak pernah melihat Rara berbicara inten dengan ka Dio, hanya bicara soal pelajaran dan selesai. atau mungkin Rara yang tidak sedang ingin membahasnya, maka dia selalu merespon ala kadarnya. ah sialan aku tidak tahu. aku membenci hal ini.
kami sampai di tujuan, tidak ku sangka ternyata bukan perpustakaan tapi cafe khusus yang bisa kita booking satu ruangan untuk belajar, dari dalam kita tidak mendengar kebisingan, kami hanya bertiga, ka Tia sebentar lagi sampai katanya, dan benar tidak lama dari itu ka Tia datang, kami mulai membahas soal satu persatu, sialan padahal kami hanya belajar 2 jam? lantas mengapa harus sejauh ini kami pergi.
aku sesekali memergoki mata ka Dio sedang melihat kearah Rara, panas sekali dadaku, rasanya ingin ku ajak gulat sekarang juga, namun aku tidak bisa. sebagai seseorang yang tidak memiliki status dengan Rara, rasanya aku tidak mempunyai hak untuk melarang, dia di cintai oleh orang lain selain aku.
"kalian mau saya anter pulang atau gimana?" tanya ka Dio saat kami sedang bersiap untuk pulang.
"kami pulang naik taxi aja" kataku
"Rara Kaka anter pulang ya" katanya
Rara hanya diam, dia tidak merespon pertanyaan ka Dio, aku tahu Rara pasti akan di tembak oleh Dio. aku ingin melarang Rara untuk ikut dengan ka Dio.
"kalau ga jawab berarti mau" katanya
aku hampir gila dengan kepedean ka Dio, jika boleh aku ingin sekali menonjok dia. memberi pelajaran untuk tidak sok keren dihadapan Rara, aku takut Rara menjadi ceria jika bersama Dio berdua, aku takut dia melakukan hal yang sama denganku. ah kenapa ini menganggu pikiranku.
"ka Tia duluan ya, Kaka mau ke kampus ada urusan" katanya
kami mengiyakan, kali ini sisa aku dan Rara. aku tidak bisa berkutik. tatapan dia seraya menyuruhku untuk segera meninggalkan mereka berdua, aku pun tidak ada pilihan lain selain pamit pergi lebih dulu, padahal aku hanya menunggu mereka pulang lalu akan ku ikut.
aku melihat Rara dan Dio keluar dari cafe, kemudian Rara masuk kedalam mobil ka Dio, aku langsung menyetop taxi dan memintanya untuk mengikuti mobil yang ada di depan, namun meminta untuk sedikit menjaga jarak. aku berusaha agar Dio tidak curiga kalau dia sedang di ikuti.
"yang di dalam mobil siapa ka?" tanya bapak supir kepadaku
"pacar saya pak, dia sama selingkuhannya" kataku
"wah, benar benar. abis ini Kaka mau apain si cowok" tanyanya lagi
"mau ngasih pelajaran pak, Gilak aja pacar orang sembarang diajak jalan" kataku
"ka, yang salah perempuan. kenapa dia mau di ajak jalan?" katanya
"kayanya di ancam pak, pacar aku pendiem banget soalnya" kataku
kali ini kami hanya diam, hingga kami sampai di tempat tujuan,
aku melihat Rara turun dari mobil Dio, benar saja bunga itu Rara peluk dalam pelukannya, mereka masih mengobrol sampai akhirnya dia melajukan mobilnya, dan Rara akan segera masuk, aku lebih dulu keluar dari taxi.
"Rara?" kataku sembari sedikit berteriak
Rara menoleh ke arahku, dia diam terpaku.
"bunga dari Dio?" aku langsung menanyakan bunga itu
Rara diam tidak menjawab
"gue nanya loh, si Dio ngapain ngasih bunga ke Lo?" kataku lagi
"jawab Ra, gue butuh penjelasan dari Lo" kataku sedikit marah
"kenapa Lo yang marah, gue yang seharusnya marah!" katanya
"Lo kalau ga mau liat gue jalan berdua kaya tadi, kenapa Lo ga berusaha ngeles ke dia, bilang aku sama Rara mau ke A atau apa pun, kenapa Lo dengan pasrah bilang gue duluan. berengsek" katanya matanya berair, aku tahu dia tidak suka pergi bersama orang yang dia tidak ingin
"Lo harusnya nangkep sinyal dari gue, pas gue diem, seharusnya Lo bersikeras minta gue bareng sama Lo" katanya lagi. kali ini tangisnya pecah aku merasa aku bersalah karena tidak bisa peka terhadap dirinya.
"Raa, gue minta maaf. gue kira Lo emang berniat balik bareng sama Dio, makanya gue jadi kikuk disana" kataku
"gue ga pernah mau pergi dengan siapapun, selain Lo" katanya
aku reflek membawa Rara dalam pelukanku, aku mengelus punggungnya, mengelus rambutnya. Rara menjatuhkan bunganya. dan memelukku dengan erat
"Dio nembak Lo?" tanyaku
"iya" katanya
"terus?"
"gue bilang, gue punya pacar"
kali ini aku yang terdiam, aku bahkan tidak tahu jika Rara mempunyai pacar.
"pacar Lo siapa?" tanyaku
"masih jadi pacar temen aku" katanya
aku diam sejenak, kurasa yang dia maksud adalah diriku, ah bagaimana bisa aku bahagia mendengar hal ini.