Dua Mertua.

1620 Kata
Anne Pov. Mereka memanfaatkanku jadi aku juga memanfaatkan mereka. Kami pun saling memanfaatkan. Menerapkan simbiosis yang dikenal dalam pelajaran biologis. Setidaknya aku bukan satu-satunya yang dimanfaatkan. Juga bukan satu-satunya yang memanfaatkan. Di sinilah keadilan. Akan tetapi keadilan itu tak selamanya baik bagiku. Padahal aku tadi mengusir mereka keluar, tapi yang terjadi mereka berdua mengetuk pintaku dengan tatapan mengiba. "Ada apa dengan kalian?" Tanyaku dengan mata menyipit. Inginnya aku marah tapi mana mungkin. Dengan wajah dengan kadar ketampanan disertai keimutan seperti itu aku tidak sanggup marah. Mereka benar-benar melanggar hukum alam. "Kami tidak bisa tidur, " rengek Clark. Dia memeluk bantal dengan pupil mata membesar, bibirnya mengerucut, ya ampun... wajahnya sangat cute. Hatiku lumer. "La-lalu, apa yang kalian inginkan?" Aku sangat lelah mendapat serangan ketampanan ini. Akhirnya memutuskan untuk menerima apapun permintaan mereka kecuali sek* agar aku bisa tidur dengan tenang malam ini. "Aku ingin tidur di sini," ucap Clark. "Kau sudah berjanji akan ini itu denganku? Setidaknya tempati ucapanmu dengan membiarkan kami tidur di sini?" Ujar Willy. "Baiklah, baiklah. Akan tetapi kalian tidak boleh menyentuh kulitku." "Tentu saja." Mereka pun tidur di kanan kiriku. Dengan wajah tampan, tubuh seksi, otot keras. Ini membuatku serasa di surga. Nikmat mana yang kudustakan Anne. Beruntung mereka menepati janji dengan diam tanpa menyentuhku. ... Pagi hari datang dengan dua kehangatan yang menyelimutiku. Kanan dan kiriku terasa hangat, tak hanya itu, aku juga merasa sangat nyaman. Dan ketika aku membuka mata, barulah aku sadar jika Willy dan Clark sedang memelukku. 'Pantas saja rasanya sangat hangat.' "Andai saja di dunia ini aku bisa memiliki dua suami, pasti akan sangat menyenangkan, " gumanku. Lalu aku menatap dua pria yang memiliki kadar ketampanan yang membuatku hampir kehilangan akal. 'Hm, jika aku tidak bisa memiliki dua suami tapi aku bisa memiliki dua kekasih hehehe.' "Mh, ternyata sudah pagi," guman Willy. Dia merasa enggan bangun karena memeluk sesuatu yang lembut, harum dan hangat. Pun begitu pula dengan Clark. "Para kekasihku, waktunya kalian bangun." Clark dan Willy membuka mata lebar-lebar saat ucapan Anne terdengar. "Kekasihmu? Kami?" "Iya, bukankah kalian memintaku jadi kekasih palsu? Jadi kalian kan kekasihku di mata orang lain." Willy tersenyum tipis, membuatku gatal ingin mencium bibirnya. Dan Clark mengangguk bersemangat, semangatnya menular padaku. "Baiklah, aku ingin menggemparkan kampus hari ini." Mereka nampak penasaran. Kami pun bersiap memulai hari. Seperti biasa, mereka melayaniku seperti ratu. Namun kali ini aku ingin melihat mereka topless. Hohoho ini membuat nafsu makanku meningkat berkali-kali lipat. 'Bolehkan aku meminta mereka membuka bagian bawahnya juga?'tanyaku dalam hati. Bagaimana tidak, aku sangat tersiksa ingin melihat mereka tanpa busa saat melayaniku. Pasti pemandangan itu sangat indah. Jam delapan pagi aku berangkat ke sekolah. Namun ada yang berbeda kali ini. Sebab hari ini aku membuat gebrakan di kampus. Yaitu mengandeng Willy dan Clark dengan senyum bangga di bibirku. Menjadi pusat rasa iri dari semua gadis yang menatap. Ah, rasanya menyenangkan melihat mata iri gadis yang sering memamerkan hubungan dengan Nick-- sang kapten basket secara terang-terangan. Mereka sangat suka menyindirku karena menjadi bodoh dengan menolak pria se-seksi Nick. Dan sekarang aku mematahkan anggapan mereka. Dua bangsawan, tampan, seksi dan memiliki sesuatu yang besar diantara dua kaki mereka berjalan di sisiku. Mengapitku seperti selir yang memujaku. Meruntuhkan normalitas dari jaman kerajaan. Huh persetan dengan kebiasaan pria diapit dua wanita. Disini akulah yang memerankan bajing*n itu. Hahaha persetan dengan diriku. Dan para gadis itu, sekarang tahu siapa yang mereka ejek bodoh karena menolak Nick sedang menggandeng pria yang berkali lipat lebih seksi dari Nick. Lizzie berhenti di depanku. Matanya melotot dengan tatapan tak percaya akan apa yang aku lakukan. Aku pun berhenti kemudian menghadap para pria ini, mencium bibir mereka satu persatu dan memukul b****g mereka seperti bajing*n. "Tunggu aku di ranjangmu, ucapku pada Willy. Dia tidak terima hanya dengan satu ciuman, tangannya yang kekar menarikku agar menempel padanya. Lalu menciumku dengan keras, basah dan dalam. Membuatku pusing karena kelembutannya. "Giliranku nanti yang akan memukul bokongmu, Anne. " Dia menyeringai dan pergi. Kini giliran Clark yang menarikku. Memberikan frenc kiss yang memabukkan. Lalu mengedipkan matanya padaku genit. Sejujurnya dia sangat menggemaskan. "Aku siap dengan berbagai pose yang kau inginkan, " ucapnya seksi dekat bibirku. Aroma mint nafas Clark mampu aku cium dari jarak ini. Langkahnya bahkan diiringi oleh tatapan ratusan mahasiswa di sini. Dia pun ikut meninggalkanku bersama Lizzie. Tak lama kemudian Lizzie menempel padaku. Dia meloncat-loncat sambil menatap Clark tanpa berkedip. "Katakan jika aku sedang bermimpi, Anne. Kau bisa membunuhku dengan rasa iri. " ucap Lizzie. Aku melirik sekelompok gadis yang suka menjerit dan memberi semangat pada altet kampus, sekarang terdiam tanpa kata. "Bearti kau senasib dengan mereka. " Aku menujuk dengan dagu ke arah para gadis cheerleader yang hampir gila karena iri. Mereka duduk berkerumun, menatapku seolah menelanjangiku. Tapi aku tidak menyalahkan mereka. Clark dan Willy adalah badai liar, magnet bagi para gadis yang ingin merasakan tantangan liar. Bukan para pelajar sok keren yang bahkan mereka tidak bisa menghasilkan uang sendiri. Namun bersikap sok keren cuma karena otot. "Ya, ya, maksudku... kau memang membuatku iri. Aku merasa iri tapi tidak seburuk para gadis populer yang ingin menimbunmu dengan tanah. " Lizzie mengatakan hal itu dengan takut-takut. Jelas saja dia takut, para chearleader itu memang suka membully tanpa kenal tempat. Mereka memang memiliki masalah denganku. Sikap mereka berubah seratus delapan puluh derajat setelah aku menolak masuk ke club yang berisi sampah s****a. Aku jelas menolak gagasan tidak bertanggung jawab yang mereka pikirkan di masa muda. Lalu nanti saat aku memasuki usia kerja, aku mengenal seseorang pria hebat tidak akan mengurangi rasa menyesal karena sudah bertindak bodoh. "Yah, biar ku perjelas. Aku tidak akan mengikuti langkah mereka yang dengan konyolnya menerima dimanfaatkan oleh para pria penggemar olah raga itu. Jadi aku sudah menetapkan standar dengan membawa dua pria pekerja keras yang sudah mulai mengembangkan bisnisnya sendiri. Memiliki uang dan tampan. Mereka sempurna dari pada sekumpulan pria yang berotak selakangan. " Lizzie memucat dengan ucapanku. "Anne, kau mencari masalah dengan mengatakan hal itu dengan keras. " Siapa takut. "Tidak, aku sudah mengatakan hal yang benar. Sejak awal mereka bermasalah denganku karena menolak bergabung dengan kegilaan mereka. Aku tidak keberatan berurusan dengan mereka. " "Anne~" "Ayo, kita pergi." Aku melenggang melewati sekumpulan cheerleader itu. Pakaian minim yang menampilkan b****g kebanggaan mereka terlihat mencolok diantara lalu lalang murid lainnya. Aku juga melewati para pemain basket yang tinggi dan berotot. Beberapa di antara mereka memiliki dendam karena aku tolak. Mereka memandangku penuh dendam. Namun tidak ada seorang pun yang berani mencari masalah denganku karena nama keluargaku. Tidak ada seorang pun yang begitu bodoh menantang nama Halle. Sebuah kecelakaan terjadi. Nick menabrakku. Aku hampir oleng karena tubuhnya yang keras menghantamku. Pria pirang bermata biru samudra ini menangkapku dengan satu lengannya. "Ups. Maafkan aku..." kata Nick. Aku menenangkan diriku sejenak. Lalu melirik ke arah Nick yang berdiri di depan Lizzie. Gadis itu memerah. Sedangkan Nick hanya melempar tatapan biasa saja. Jelas ada ketimpangan di sini. "Terima kasih sudah menolongku," ucapku. "Tidak juga. Siapa yang tidak senang menolong Anne Helle. Barang kali ini juga keberuntungan bagiku, siapa tau kau bersedia menggandengku dan membuatku terkenal. " Aku mengangkat alis, membutuhkan waktu sesaat untuk mencerna semua ucapannya. "Apa maksudmu? " Nick terkekeh. "Hei, siapapun yang bersekolah di sini akan menganggap jika pria yang kau gandeng adalah seseorang yang luar biasa. " Well, rupanya efek aku mengandeng dua jalangku cukup bagus. Nick bahkan mendengarnya. "Jangan bercanda. Kau memiliki popularitas sendiri. " Nick tertawa canggung. "Kurasa itu bukan reputasi yang baik. " Aku memandang Lizzie. Mencoba mengenalkannya pada Nick. "Ini Liz, temanku. " "Halo Lizzie. Senang berkenalan dengan mu." Nick menyapa Lizzie dan Lizzie semakin memerah. "Iya, salam kenal. " Aku ingin terus berbicara dengan Nick untuk mendekatkan mereka. Jam di pergelangan tanganku yang tidak memperkenankan rencanaku. "Kelas akan dimulai. Aku harus kesana sebelum ketinggalan. " "Oh. Ya, tentu. " Sedari tadi, Lizzie terdiam dan memerah. Dia hanya bisa melirik pria yang ia kagumi. "Sampai kapan kau akan gugup dan malu-malu, " bisikku. Berhenti bersikap seperti itu, kita ada di negara bebas bukan konservatif. Lizzie menggangguk dengan penuh keyakinan. Lalu aku meninggalkannya bersama Nick. Aku yakin Lizzie mampu menaklukan hati Nick. > Oh kepalaku ingin pecah. Teory para ilmuwan kuno sangat menarik tapi bukan untuk di hafalkan. Drrt. Drrt. From Willy. Jangan lupa kau memiliki janji di ranjang untukku. Willy. Pesan suara itu dari Willy. Dia menjadi agresif setelah kejadian tadi malam. Begitu pula Clark. Padahal aku ingin mulai menjadi money monster dengan kartu kreditnya. "Jika aku menuruti Willy maka aku harus mengucapkan selamat tinggal pada keperawananku," gumanku. Tidak, belum saatnya. Kini aku menyesal sudah mengatakan pada Lizzie untuk tidak bersikap konservatif. Sekarang aku justru bersikap konservatif. Aku membalas pesannya. To Willy. Aku ada janji dengan ibumu. Alasan bagus. Jam pelajaran yang sudah lewat membawaku berangkat ke Meadow Line, ke rumah keluarga Burgen. Satu-satunya cara menghindari Willy atau Clark. Perjalanannya tidak terlalu lama. Terutama di dalam mobil Axton Martin yang keluarga Burgen kirimkan padaku. Gerbang ganda yang memiliki bentuk lengkung menyambutku. Lalu ibu Willy menyambut dan segera membawaku ke taman yang sudah berisi banyak wanita kelas atas. Ibuku juga berada di sana. Di antara semua itu, yang membuatku ingin masuk lubang adalah kehadiran Samantha, ibu Clark. Sebelum aku menuju taman, dia menghampiriku dan mencegahku. Matanya penuh penyelidikan yang menbuatku seperti di hukum gantung. Sialan, dua mertua sekarang berada di hadapanku. Pasti ibu Marry berkata kekasih putranya akan datang pada ibu Samantha. Dan ternyata aku yang datang. Ini seperti aku ketahuan selingkuh. "Jelaskan padaku, Anne. Apa artinya ini? " tanya Ibu Samantha padaku. Wajahnya sangat muram dan sedih. Ini membuatku merasa tidak enak hati. Aku tamat. Apa yang harus aku lakukan sekarang? "Ada apa, Samantha? " Ibu Marry mendekat. Kondisiku semakin buruk. "Anne kemarin memperkenalkan diri sebagai kekasih putraku. " "Apa!? Tidak mungkin. Dia kekasih Willy..." Please, aku butuh lubang untuk bersembunyi. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN