Suara riuh menggema di telingaku, tepukan tangan meriah dari para hadirin yang menghadiri pernikahan kami ketika jariku tersemat cincin pernikahan dari Tristan. Aku menatap cincin itu, merasa haru. Wajahku mendongak untuk menatap Tristan, betapa terkejutnya aku ketika dia menodongkan pistol tepat di wajahku. Senyuman di bibirku memudar, sodoran pistor itu ke arah keningku membuatku membatu. DORR!
Aku merasakan keningku terbakar, rasanya sakit sekali. Dia menembakku tepat di kening, pandanganku berputar. Semuanya berubah menjadi abu-abu, tubuhku limbung terasa lemas, kakiku goyah tak bisa berpijak. Aku terjatuh, di hadapannya yang hanya melihatku tanpa ekspresi apapun.
“’AKHH!.”
Aku tersentak bangun dengan posisi terduduk, menatap kursi kosong di hadapanku dengan layar kecil yang me
