"Sepertinya dia sudah tidak sadar, apa kamu sudah memasukkan obatnya tadi?" tanya Helen pada pria yang duduk di samping Callista.
"Iya, dia bukan hanya mabuk tapi juga berhasrat saat ini. Lihatlah dia terus menempelkan tubuhnya padaku, kalau begitu aku akan membawanya. Sisa uangnya akan langsung aku transfer," ucap pria itu dan membantu Callista berdiri dan memapahnya.
Belum juga pria itu melangkah beberapa langkah, sebuah pukulan mendarat di wajahnya membuatnya terhuyung. Salah seorang anak buah Maxim langsung menyambar tubuh Callista yang hampir terjatuh. Semua tamu yang berada di bar itu langsung berdiri dan menatap ke arah mereka.
"Siapa kalian? Kenapa tiba-tiba memukulku?!" tanya pria itu dengan suara tinggi.
"Tidak cukup sekali, ini kali kedua kamu berusaha menjualnya. Kali ini tidak ada ampun, bawa dia!" titah Lois tanpa menggubris pertanyaan pria yang hendak membawa Callista tadi.
"Jangan bawa aku, tolong ampuni aku." Helen langsung memohon ampun dia bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka membawanya.
"Siapa kalian berani mengusik kami!" bentak pria tadi dan teman-temannya berkumpul mendekati Lois.
"Menyingkir jika tidak ingin terluka!"
"Jangan kamu pikir aku takut hanya karena tampangmu mirip anggota mafia, lepaskan gadis itu." Pria itu hendak mendekati Callista lagi, tapi Lois berbalik dan kembali memukulinya.
Lois memukulli pria itu tanpa ampun, teman-temannya langsung menyingkir tidak berani membantu. "Sudah aku katakan untuk menyingkir!" bentak Lois penuh emosi.
Helen yang melihat itu semakin ketakutan, di tempat umum saja dia berani memukuli orang. Dia berpikir bagaimana jika dia bawa, dia tidak bisa bayangkan apa yang akan dialaminya nanti. Helen berusaha kabur dengan sembunyi-sembunyi, tapi salah satu anak buah Maxime menghadang jalannya yang mengendap-endap.
"Dia mau kabur, Bang."
"Bawa dia cepat!"
"Tolong ampuni aku kali ini, aku janji tidak akan melakukan hal ini lagi. Aku bersungguh-sungguh," ucap Helen memohon.
Mereka tidak menggubris permohonan Helen, Lois memapah Callista yang setengah tidak sadarkan diri. Sementara anak buah Maxime yang lain membawa Helen yang terus memberontak untuk dilepaskan. Pria yang di hajar Lois dibantu teman-temannya, wajahnya mengeluarkan darah segar dari hidung dan mulut.
Setibanya diluar Bar, Lois yang hendak membawa Callista ke mobil terkejut saat mobil Maxime berhenti di depannya. Dia belum melapor pada Maxime, tapi bosnya ada di sini sekarang. Mungkin salah satu anggota Red Wolves yang memberitahu Maxime, sehingga bosnya bisa ada di sini saat itu.
"Bawa dia masuk ke sini!" titah Maxime membuka pintu mobil tapi tidak turun.
Lois langsung memasukan Callista di kursi belakang bersama Maxime, dia sendiri langsung naik di kursi depan duduk di samping Aron rekannya yang mengemudikan mobil. Sedangkan Helen di bawa dengan mobil lain, Maxime sempat melihat saat Helen di masukan ke dalam mobil.
"Dia yang membawanya ke sini? Bukankah dia yang hendak menjualnya saat itu?" tanya Maxime saat mobil mulai melaju.
"Benar, Bos. Tadi juga keadaannya sama, dia hampir dibawa salah satu pria, mungkin temannya itu mau menjualnya lagi. Itu kenapa saya membawanya sekalian, terserah Bos mau melakukan apa padanya."
"Hemz, untuk malam ini masukan saja dia ke penjara bawah tanah. Besok kita putuskan lagi akan melakukan apa padanya, mungkin gadis ini mau ikut memberikan hukuman pada temannya yang jahat itu."
"Baik, Bos."
Mobil pun melaju dengan cepat, di tengah malam di jalanan yang sepi membuat mobil yang ditumpangi Maxime bisa melaju dengan leluasa tanpa hambatan. Di mobil sendiri, Maxime kembali kelimpungan saat Callista mulai meraba-raba d**a bidangnya dan tubuhnya sendiri. Napasnya tersengal-sengal, seperti orang yang habis berlari jauh.
"Dasar bodoh, sudah terjadi sekali tapi masih saja bisa dibodohi. Merepotkan saja," gerutu Maxime tapi sebenarnya dia merasa senang dengan tindakan Callista yang liar.
Sesampainya di markas Red Wolves, Maxime langsung menggendong Callista yang tubuhnya basah oleh keringat. Tangannya yang hendak masuk ke bagian celananya selalu di tahan oleh Maxime, Callista yang setengah sadar meracau marah. Namun tidak dipedulikan Maxime, karena jika sampai dia membiarkan Callista melakukan itu. Maka, Lois dan Aron akan melihat tindakan liar Callista.
"Sabar, sebentar lagi kita akan sampai di kamar. Kamu hanya milikku, hanya boleh melayaniku. Tidak ada satu orang pun yang boleh menyentuhmu, apalagi sampai tidur denganmu. Aku akan memotong tangannya atau melenyapkannya jika berani melakukan itu. Harusnya kamu tidak kabur dariku, jika akhirnya akan dimanfaatkan lagi oleh temanmu itu." Maxime mengoceh sepanjang jalan menuju kamarnya sambil menggendong Callista.
Setibanya di kamar, Maxime meletakan tubuh Callista ke tempat tidur. Belum juga dia berdiri, Callista langsung menarik Maxime hingga membuat Maxime menimpa tubuh Callista. Bagian kenyalnya terasa menempel, membuat hasrat Maxime ikut terpancing.
"Aneh, kita selalu bercinta disaat kamu tidak sadar. Ketika sadar kamu malah kabur dariku dan hampir berakhir di pelukan pria lain."
Maxime bicara sejenak sebelum akhirnya bibirnya menempel dengan bibir Callista, mereka saling melumat dengan liarnya. Efek obat perangsang yang diberikan Helen, membuat Callista sangat liar. Maxime hampir kewalahan meladeni hasrat Callista malam itu, sepertinya Helen memberikan dosis yang lebih banyak dari waktu itu. Mungkin karena saat itu Callista masih sadar dan kabur dari pria yang membelinya.
Suara desahan memenuhi ruangan itu, Maxime melepaskan pakaiannya dengan terburu-buru. Dia juga membantu melepaskan pakaian Callista, membuat keduanya benar-benar tanpa busana. Maxime menikmati d**a Callista bergantian, membuat Callista mendesah hebat. Tubuhnya meliuk-liuk merasakan sengatan nikmat dari sentuhan Maxime, hal yang didambakannya sejak tadi.
Maxime semakin turun, setiap inci tubuh Callista tidak terlewati dari tarian lidahnya. Sampai-sampai tubuh Callista basah oleh keringat dan air liur Maxime. Callista memaksa Maxime menjilati area intimnya, tanpa rasa jijik Maxime mengikuti kemauan Callista. Lidahnya seolah sudah terlatih bermain lincah di sana, Callista semakin tidak bisa diam bak cacing kepanasan.
"Ouh, lakukan ... se-sekarang." Callista meminta Maxime melakukan permainan inti karena sudah tidak tahan.
Maxime dengan patuh menuruti kemauan Callista, kini dia sudah berlutut di bagian bawah Callista. Dengan kedua tangannya memegangi kaki Callista agar tetap terbuka, barulah setelah itu dia memasukkan miliknya. Teriakkan Callista terdengar di kamar itu, bukan teriakan kesakitan melainkan kenikmatan saat miliknya ditembus milik Maxime.
Maxime mengayun perlahan, semakin lama ritmenya semakin cepat. Keringat mengucur deras dari tubuh keduanya, Callista terus saja mendesah tanpa perduli suaranya bergema di dalam kamar itu. Untunglah kamar Maxime kedap suara, sehingga membuat suara Callista tidak terdengar sampai keluar.
"Akhhh!" teriakan Callista terdengar saat dia merasakan denyutan di bagian intimnya.
Maxime menekan semakin kuat, merasakan sensasi denyutan milik Callista. Sampai akhirnya dia merasa tidak tahan, setelahnya berjuang cukup lama mengayunkan pinggulnya tadi Maxime akhirnya menyemburkan cairan puncak kenikmatannya. Tubuhnya terkulai di atas tubuh Callista, tubuh mereka menempel karena keringat yang membasahi.