Bab 2. Mencari Keberadaan Callista

1089 Kata
"Cepat cari informasi tentang wanita itu!" titah Maxime saat berada di mobil untuk kembali ke markasnya. "Baik, Bos. Saya akan kerahkan orang untuk mencari keberadaannya," sahut Lois. Maxime teringat saat tadi dia terjaga, rupanya wanita di sampingnya sudah tidak ada lagi. Maxime tidak tahu kapan wanita itu pergi. Maxime bahkan tidak tahu namanya, dia sama sekali tidak sempat mengecek identitas Callista karena apa yang terjadi semalam. Satu jam sebelum Maxime bangun, Callista yang kebingungan karena berada di kamar dengan pria asing langsung memungut pakaiannya. Rasa perih di area sensitifnya tidak dihiraukannya, yang ada dalam pikiran Callista saat itu hanya secepatnya pergi dari tempat itu sebelum pria di atas tempat tidur itu terjaga. "Bagaimana aku bisa sampai di sini, aku ingat ada pria yang hendak melecehkanku. Tapi yang jelas bukan dia, pria itu yang dikenalkan oleh Helen padaku. Lalu kemana Helen, apa dia tidak mencariku?" tanya Callista bicara sendiri sambil mengenakan pakaiannya. Selesai berpakaian, Callista langsung mengendap keluar. Sebelum keluar Callista mengintip dari pintu, saat dilihatnya tidak ada siapapun dia langsung bergegas keluar dan mencari lift. Callista keluar dari hotel saat hari masih gelap, dia pun langsung mencari taksi dan naik salah satu yang terparkir di area hotel. "Kemana, Bu?" tanya sopir taksi. "Jalan saja dulu," sahut Callista seraya mengambil ponsel di tasnya. "Pukul lima, pantas saja masih gelap." Callista mencoba menelpon Helen, tapi tidak diangkat. Sebenarnya dia ingin menumpang di rumah Helen karena tidak berani pulang, tapi berhubung Helen tidak mengangkat mau tidak mau dia harus pulang ke rumahnya dengan resiko mendapatkan amarah orang tua angkatnya. Setibanya di rumah Callista yang hendak masuk dengan sembunyi-sembunyi melalui jendela bagian dapur tempat dia selalu masuk dalam keadaan terdesak terkejut saat melewati ruang tengah rumah yang ternyata sudah ada ibu angkatnya. "Bagus! Kamu pikir rumah ini tempat penampungan yang bebas kamu masuki kapan saja. Apa kamu p*****r, pulang sepagi ini?!" tanya wanita paruh baya seraya beranjak dan mendekati Callista. "Ma-maaf, Ma." "Apa? Maaf katamu!" bentak wanita itu dengan tangan melayang ke wajah cantik Callista. Callista terhuyung mendapatkan tamparan yang menyakitkan itu, dia tetap berdiri dengan kepala tertunduk karena takut. Ibu angkatnya selalu bersikap kasar padanya, menjadikannya mesin untuk penghasil uang. "Maaf, Ma. Aku tidak bermaksud pulang sepagi ini, aku mengerjakan tugas kantor di rumah Helen. Tidak sengaja aku ketiduran jadi tidak pulang, tapi begitu bangun aku langsung pulang." Callista terus mencari alasan agar ibu angkatnya tidak marah. "Dasar pembohong! Mau sampai kapan kamu mau membohongi kami, hah?! Kamu pikir kami tidak tahu kamu hanya bekerja di restoran! Apa kamu pikir kami bodoh?!" tanya Maria ibu angkat Callista dengan suara tinggi. Callista terkejut saat mendengar apa yang dikatakan ibunya, selama ini dia memang tidak memberitahu jika dia hanya bekerja di sebuah restoran sebagai pelayan. Callista terpaksa berbohong, agar tidak selalu dihina oleh keluarganya. Tapi rupanya mereka sudah tahu dan sengaja diam saja, karena yang terpenting bagi mereka adalah Callista memberikan uang setiap bulannya. "Ba-bagaimana Mama tahu aku bekerja di restoran?" tanya Callista tergagap. "Ada apa ini, kenapa pagi-pagi sudah berisik?" tanya pria paruh baya keluar dari kamarnya. "Lihatlah anak ini, dia baru pulang sekarang. Apa dia pikir ini rumahnya, yang bisa dia bebas keluar masuk!" "Sudah, Ma. Dia pasti punya alasan, sudah sana kamu masuk ke kamar." "Baik, Pa." Callista bergegas berlari ke kamarnya sebelum mendapatkan amarah ibunya lagi. "Papa! Kenapa kamu belain dia, lama-lama dia akan kebiasaan seenaknya!" tukas Maria emosi. "Tenang, Ma. Jangan terlalu sering memarahinya, kalau dia capek dia bisa kabur dari rumah ini. Bagaimana kalau dia sampai pergi, siapa yang akan mencari uang tambahan untuk Mama? Bukankah Mama sendiri yang akan rugi?" tanya Tuner ayah angkat Callista. "Hem, kamu benar, Pa. Tapi nanti dia semakin seenaknya kalau dibiarkan," sahut Maria. "Sudahlah, yang penting dia bisa menghasilkan uang untuk kita. Sudah sebaiknya siapkan saja sarapan, aku terbangun jadi lapar." "Kenapa Mama sih yang harus siapin, kenapa tidak suruh anak itu tadi." "Dia baru pulang pasti lelah, biarkan dia istirahat sebentar. Sudah siapkan saja sarapan yang mudah," bujuk Tuner. *** "Bos, kami sudah dapat identitas gadis itu." Lois melapor pada Maxime saat Maxime sedang makan siang. "Bagus, katakan siapa dia." "Namanya Callista, dia berusia 22 tahun. Saat ini dia bekerja di restoran Star seafood, dia tinggal bersama orang tua angkatnya yang memiliki dua anak kandung. Dia pergi ke klub semalam bersama teman kerjanya, rupanya dia sedang patah hati dan temannya mengajak ke klub untuk menghiburnya. Tapi ...." "Tapi kenapa?" tanya Maxime menatap Lois yang menggantung ucapannya. "Ternyata temannya itu punya niat jahat dan hendak menjual gadis itu pada pria semalam, karena masih perawan dia dihargai cukup mahal." Lois menjelaskan kembali tentang Callista dan kejadian yang menimpanya semalam. "Aku tahu dia masih perawan," ujar Maxime tanpa sadar. "Hah, bagaimana Anda bisa tahu, Bos? Atau jangan-jangan ...." "Mau bagaimana lagi, dia yang memaksaku melakukan itu. Obat itu begitu kuat sehingga membuatnya tidak tahan dan terus memintanya, bagaimana aku bisa menolak. Sudah jangan berisik, sebaiknya cepat kamu cari dia dan bawa kepadaku!" tegas Maxime memberikan perintah. "Baik, Bos. Akan saya jemput dia sekarang, ini sudah jam kerjanya jadi pasti dia sudah ada di tempat dia bekerja." Sementara itu, Callista yang tidak merasa heran dengan kejadian semalam dengan santainya menyapa Helen saat tiba di tempat kerja. "Kamu kemana semalam, aku mencari-carimu?" tanya Helen tanpa merasa bersalah. "Entahlah, aku mabuk dan saat sadar sudah ada di hotel." "Apa? Di hotel?! Bagaimana bisa?" tanya Helen terkejut, karena semalam dia mendapatkan amarah dari orang yang membeli Callista karena gagal mendapatkannya. "Hust, pelankan suaramu. Bagaimana kalau ada yang dengar," sahut Callista menutup mulut Helen. "Sorry, jadi bagaimana bisa kamu di hotel. Apa pria yang membayar minuman kita yang membawamu?" tanya Helen berpura-pura. "Bukan, aku bangun tidur lalu melihat pria asing di sampingku. Jadi aku buru-buru kabur," jawab Callista. "Terus, apa dia menidurimu?" "Aku tidak tahu, aku benar-benar tidak sadar. Memang sih bagian bawahku sakit, aku tidak tahu apa yang terjadi. Hanya saja aku merasa badanku sangat panas semalam, tapi aku benar-benar tidak ingat apapun." "b******k, aku jadi batal mendapatkan uang. Tapi dia tetap kehilangan keperawanannya, dasar bodoh kamu Callista." Helen memaki dalam hatinya karena kesal pada Callista. "Sudahlah, ayo kita kerja. Nanti manajer akan memarahi kita kalau terlambat," ujar Callista membuyarkan lamunan Helen. Helen tersenyum miris dan mengikuti Callista keluar dari ruang ganti, mereka langsung menuju ke bagian restoran karena sudah masuk jam makan siang dan pelanggan sudah mulai berdatangan. Saat sedang melayani pelanggan, beberapa orang bertubuh tegap masuk ke dalam restoran. "Nona Callista, Anda harus ikut kami sekarang!" ucap Lois dengan suara tinggi membuat Callista terkejut. "Siapa kalian?" tanya Callista dengan tatapan bingung dan wajah memucat karena takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN