Alvian pov
Aku terus memandang kedepan melihat wanita yang sangat kukenal mengantar kan makanan dan minuman untuk para tamu kerajaan.
Jujur saja aku juga memikirkan Zira sekarang, mata hazelnya tadi seperti mengatakan sesuatu kepada ku.
Tapi seperti menjadi misteri bagi diriku.
Aku mungkin menganggap nya sebagai adikku sekarang, karena aku pun tahu kalau Zira tidak menyukai ku.perlakuannya sekarang sama seperti dia dekat dengan Merow ataupun Aldrich. Aku tersenyum mengingat aku tadi mengamati kecantikan nya. Aku terpesona, tentu saja. Pria manapun akan terpesona melihat kecantikan Zira.
Aku kembali melihat gerak-gerik Aisyah, aku yakin sekali setelah mendengar pengumuman baginda Raja tadi dia merasa sedih.
Aisyah memakai tutup kepala dan baju pelayan berwarna putih. Dia tidak secantik Zira, tapi ntah kenapa aku sangat menyukai dirinya yang sederhana itu.
Wajah Aisyah yang muram membuatku merasa sangat bersalah.
Aku terkejut saat melihat Aisyah terjatuh saat dia berjalan untuk mengantarkan minuman.
Aku terdiam ragu untuk melangkahkan kaki ku. Tapi suara baginda raja
"putri Zira berdirilah, biarkan pelayan itu melanjutkan pekerjaannya."
Mendengar dia disebut pelayan dan membayangkan dia memunguti pecahan kaca diperhatikan oleh seluruh mata di aula itu membuat ku yakin untuk berjalan kearah nya dan membawa dia keluar dari aula itu.
Aisyah meneteskan air mata nya, kurasa dia ketakutan akan dihukum karena kecerobohannya.
Aku membawa nya ketempat kami biasa bertemu di bangku hutan kerajaan.
"Apa ada yang sakit? "Tanya ku padanya.
Tapi dia masih diam dan hanya menjawab dengan gelengan kepalanya.
Aku memeluknya, memberikan kekuatan kepadanya.
"Sudahlah, kau tidak akan dihukum karena hal ini.
Lagi pula itu kesalahan Zira." Saat mengucapkan nama Zira aku teringat akan dia yang berlutut memunguti pecahan kaca itu. Aku sedikit khawatir apakah dia terluka atau tidak.
"Aku tidak menangis karena menumpahkan semua minuman itu. Aku menangis karena sepertinya takdir ku diperlihatkan dengan kejadian tadi.
Baginda raja benar seharusnya aku yang memunguti pecahan kaca itu, itu tugasku. Tapi aku malah hanya berdiri diam, membiarkan seorang putri berlutut mengerjakan pekerjaanku. Betapa mulianya hati putri itu dan dia pantas bersanding denganmu."
"apa yang kau katakan Aisyah, hanya kau yang akan bisa mendampingiku.
Aku hanya menganggap Zira sebagai adikku, begitupun dengan Zira. Dia tahu aku mencintai orang lain."
"dan dia tahu kalau wanita yang kau cintai itu adalah seorang pelayan diistana sekarang.
Dulu aku anak pelayan kerajaan, dan sekarang aku menjadi pelayan istana menggantikan ibuku yang sakit."
"Aku menjadi pelayan di acara penyambutan tunangan kekasihku. Dan aku mengacaukan acara itu dengan kecerobohanku. Aku tidak tahu apakah masih ada keindahan dihidupku atau tidak."
"Aku berjanji dengan mu untuk menikahimu, maka aku akan menepati nya. Dan kita akan perlahan membuat keindahan dihidup kita kelak."
"Aku harus kembali, jaga dirimu baik-baik aisyah. Aku menyayangimu."
Alvian pergi dan meninggalkan Aisyah seperti biasanya.
Dan akan begitu terus sampai Aisyah tidak tahu kapan akan berakhir.
****
"Aw..." Zira merintih saat tangannya dibersihkan oleh dokter istana. Almira dan Dion membawa Zira keruang dokter istana karena takut luka Zira akan infeksi.
Tangan zira dibungkus perban karena terdapat belahan di tangan kanan nya.
"Dengar Zira jika apapun yang terjadi, seorang putri tidak boleh berlutut dan membantu pelayan seperti itu. "
Almira menasehati Zira.
"Tapi pelayan itu terjatuh karena aku, aku refleks melakukan itu putri. Aku tidak bermaksud membuat malu kerajaan.
Bagaimana ini",kata Zira khawatir.
"Sudahlah, lebih baik kamu beristirahat sekarang. Ayo aku antarkan kembali ke paviliun mu. "Dion yang sangat khawatir dengan luka ditangan Zira tadi terlihat lebih tenang.
Dion mengantarkan Zira ke paviliunnya, dan kembali ke paviliunnya sendiri.
"tidurlah Zira, kau pasti lelah. Ini baru hari pertama kita disini tapi aku sudah sangat lelah." Dion memang merasa sangat lelah hari ini.
Bukannya langsung tidur, Zira hanya mengganti pakaian dengan jubah tidur ala kerajaan. Jubah putih itu sehalus sutra dan sangat nyaman dipakai oleh Zira.
Zira dibantu dengan pelayan yang bertugas membantu nya selama di Fortania.
Setelah membersihkan wajah nya Zira menyisir rambutnya.
Ntah kenapa pemandangan diluar sana membuat nya ingin keluar.
"Maaf tuan putri apakah anda ingin keluar paviliun?? "
Seorang pelayan melihat Zira ingin keluar dari kamarnya.
"Ya, apakah tidak boleh?? "
"Bukan begitu tuan putri, jika anda ingin keluar dari paviliun pada malam hari atau pun siang hari anda harus menggunakan penutup kepala, Atau jubah penutup ini." Pelayan itu memberikan jubah yang dimaksudkan kepada Zira.
Zira memakai nya dan dia keluar dari paviliun nya.
Istana ini dikelilingi oleh lautan dan sehingga hembusan angin pada malam hari terasa sangat dingin jika berada diluar.
Zira berjalan ke taman belakang istana dan dari sana dia dapat melihat deburan ombak, walaupun jauh dari tempatnya berdiri.
Pelayan yang mengikuti zira tadi berada agak jauh dari nya, zira merasa sangat nyaman disini.
"apa kau sengaja melakukannya tadi?"
Suara Alvian membuat nya menoleh kesampingnya.
"Aku sudah terbiasa di ibaratkan dengan peran antagonis pangeran. Jadi tidak masalah jika kau menuduhku sengaja melakukan keributan diaula tadi."
"Aku juga tidak masalah jika kau membuat keributan di aula tadi, asalkan tidak membuat Aisyah terganggu."
"Aisyah, siapa itu Aisyah?" Zira sedikit mengingat dan dia teringat nama itu.
"Oh... Apakah pelayan tadi itu Aisyah. Maafkan aku, aku tidak tahu. "
"jangan menyebutnya pelayan Zira", bentak Alvian.
"Lalu aku harus menyebutnya apalagi?" Balas Zira tak kalah kuat nya.
"Oh, baiklah jadi aku harus menyebutnya kekasihmu bukan, tapi jika begitu dia akan menyebut ku siapa dong?"
"Zira berhentilah memancing emosi ku."
"Kau aneh sekali pangeran, kau lah yang mendatangiku kesini. Aku tidak mengundangmu, dan lagi pula kau yang emosi sendiri.kau harus tahu kalau aku tidak sengaja membuatnya terjatuh. Aku juga tidak tahu wajah pelayan itu tadi.
Gara-gara membuatnya terjatuh tangan ku yang lembut ini jadi terluka. Untung saja tangan kanan, jika tangan kiri bisa-bisa kita batal bertunangan minggu ini."
"jika pangeran masih ingin disini saya mohon pamit, saya ingin tidur.
Mimpi yang indah pangeran, dan semoga kau memimpikanku.
Tapi jangan bermimpi macam-macam dengan ku. Mengerti!!"
Zira meninggalkan Alvian disana sendirian. Saat Zira pergi alvian melihat sebuah kalung yang terjatuh.
Liontin berbentuk hati menghiasi rantai itu.
Alvian membuka liontin hati itu dan melihat foto Zira dengan seorang pria. Pria itu sedang mencium pipi Zira. Dan zira tersenyum bahagia.
****
TBC