Kegilaan bersama seorang Sagara Carakan seolah belum seberapa, sebab Kayari sendiri ssudah memutuskan untuk mengenal seorang Selatan Cendana lebih jauh. Bukan dalam hal romansa, tetapi keuntungan atas pekerjaan lainnya yang ia dapatkan. Tawaran Selatan yang dia terima. Sebuah berlian yang disuguhkan di depan mata dengan bentu kartu kredit berwarna hitam, black card, American express yang tidak semua orang bisa memiliki. Unlimited. Syaratnya sulit sekali. Bahkan Kayari sempat mengira, mungkin ada salah satu sekrup di otak seorang Selatan Cendana yang lepas. Sebab pria itu terkenal dengan kecerdasan dalam berbisnis, hingga dapat di tempatnya saat ini. Tentu ia tidak benar-benar dari bawah, sebab menurut realita, akan terlihat mustahil. Selatan memang dari keluarga berada yang memiliki privilege dari awal, tetapi tetap berusaha hingga memiliki Achievment sendiri.
Tentu menghabiskan uang yang dia miliki pastinya dengan perhitungan. Walaupun tidak benar-benar perlu berpikir keras atau memikirkannya dengan baik-baik untuk kalangan old money seperti Selatan Caraka. Keluarga Caraka yang memang ssudah kaya sedari dulu. Mungkin uangnya tidak akan habis tujuh turunan— atau mungkin lebih.
Maka dari itu, bagaimana Selatan bersedia menghabiskan uang untuk Kayari sampai menyodorkan black card untuknya, masih menjadi pertanyaan. Ada sesuatu yang mungkin tidak Kayari ketahui. Sesuatu rahasia. Namun juga dia tidak akan menolak tawaran paling menggiurkan yang ssudah dia jalani sejauh ini.
Terhitung sudah hampir seminggu dia berkerja bersama Selatan Cendana si CEO yang—
Aduh, Kayari Manyaka tidak bisa berbicara banyak soal ini deh!
Semua di luar pikirannya. Melebihi ekspektasinya. Cukup mengagetkan, tetapi bukan berarti juga hal yang buruk. Mungkin hanya perlu lebih terbiasa saja.
Tidak kaget juga, sebab sedari awal dia yang menyetujui tawaran Selatan. Keputusan diri sendiri yang seminggu lalu tanda tangan kontrak, hitam di atas putih, atas apa yang diinginkan seorang Selatan Cendana. Menjadi sekretaris dan juga ‘yang lainnya’. Rasanya seperti ‘simpanan’, tetapi bahkan Selatan sendiri tidak memiliki istri ataupun kekasih. Masih melajang. Jadi tidak tahu bisa disebut simpanan atau bukan, sebab memang hubungan mereka terjadi diam-diam. Tetapi lebih ekslusif daripada sekadar wanita yang menghangatkan ranjang. Sebab cara Selatan memperlakukan spesial.
Tentu dimulai sejak menanda tangani kontrak itu, Kayari benar-benar langsung berakhir ke atas pangkuan Selatan setelahnya. Permintaan Selatan. Awalnya cukup bingung, ketika Selatan menepuk pahanya, meyakinkan Kayari untuk menanda tangani, sekaligus menegaskan bahwa dia benar-benar menginginkan wanita itu sekarang juga. Membuat Kayari berpikir, apakah sedari tadi sesuatu di balik celana Selatan sudah membesar? Sesak ingin dikeluarkan?
Ada spekulasi lain, kalau memang itu benar terjadi, berarti sejak awal Selatan sudah mengawasinya. Sejak menunggu antrean wawancara. Mungkin dari CCTV di layar miliknya. Pemimpin seperti Selatan pasti memiliki akses ke banyak tempat, terkecuali yang sangat privasi seperti toilet. Yang lain dibutuhkan untuk memastikan bahwa karyawannya memang benar-benar berkerja.
Dan ya—Kayari mau.
Dia bangkit dari sofanya. Selatan kakinya terbuka agak lebar, membuat ruang untuk Kayari duduk di sana. Mendaratkan b****g di paha Selatan, seperti tempa duduk paling ekslusif. Kayari merasakan ada yang menggesek, sudah mengeras. Duduknya miring, lalu Selatan membantunya untuk membuat posisi paling nyaman.
“Duduknya menghadap ke arah aku saja, ya? Jadi kau mengangkang. Rokmu sedikit angkat. Dan— milikmu itu menggesekku dari luar,” tukas Selatan hampir membuat Kayari menjerit. Nakal, seksi, berani, liar, tetapi nada suara dan cara bicaranya sangat memukau. Classy. Tipikal seorang bos yang ada dalam cerita lalu melakukan skandal dengan sekretarisnya.
Berakhir sesi make out cukup panas di sofa ruangan Selatan yang luas. Terpencil. Kedap suara. Aman sekali. Kayari sampai dibuat berantakan sendiri. Tetapi Selatan memperlakukannya dengan cukup lembut dan menggoda. Memuaskan. Kayari kira, permainan dengan Selatan hanya akan berakhir dengan seorang atasan membutuhkan pelepasan klimaks, mencari kenikmatan dari bawahan, tidak memikirkan lawan mainnya, sudah dibayar ini. Tapi sepertinya Kayari dan Selatan memiliki beberapa kesamaan dalam memuaskan dan bermain.
Kesempatan besar yang menurut Kayari tidak akan merugikan dirinya, selama dia tidak memiliki hubungan dengan siapa-siapa juga. Maka, itu mungkin pertama kali mereka melakukannya, tetapi tidak menjadi yang terakhir. Lagi dan lagi. Bukan hanya sekali, terlebih Kayari sudah bekerja di sana selama seminggu.
Namun selama seminggu itu tentu tidak everyday full of s*x. Mustahil. Keduanya juga sama-sama sibuk. Kayari berkerja, Selatan juga berkerja. Dari sana Kayari juga tahu dan mengerti pada akhirnya, mengapa seks itu termasuk dalam beberapa poin kontraknya.
Selatan sesibuk itu. Sangat sibuk. Dia bukan hanya bermain-main dengan pencapaiannya. Bukan hanya ongkang ongkang kaki saja. Dia begitu teliti, pekerja keras dan ambisius. Benar-benar ingin mempertahankan posisinya. Ingin melawan pencapaiannya sebelumnya. Musuh utama Selatan dalam berbisnis dan segala hal adalah dirinya sendiri. Selatan ingin terus berkembang mengalahkan dirinya. Kayari mengerti sekali, karena dia juga sama. Maka dia memilih pindah ke tempat Selatan, mencari pekerjaan baru, sebab mau semakin mengeksplor kemampuan dirinya sendiri.
Dan ya— Selatan butuh, dan tidak memiliki banyak waktu karena kesibukannya. Ia butuh seks, menginginkan dan menghibur diri. Untuk beberapa orang, seks menjadi kebutuhan sendiri yang cukup penting. Selatan tidak punya banyak waktu untuk mencari orang yang berbeda-beda. Untuk bermain dari satu kelab ke kelab lainnya. Selatan sendiri berusaha membuat namanya menjadi bersih. Jika sesuatu terjadi padanya, reputasinya, maka akan berdampak pada perusahaan. Saham akan anjlok dan bisa saja hancur. Dia tidak mau meruntuhkan begitu saja. Sekalipun mustahil Selatan tidak pernah bermain beberapa kali sebelum bertemu Kayari, tetapi sangat berhati-hati dan tidak pernah memaksa. Tawaran yang dikasih juga cukup luar biasa, walaupun tidak pernah sampai seperti apa yang dia tawarkan pada Kayari.
Dan ketika bertemu Kayari— Selatan tidak akan melepaskan begitu saja. Dia tahu, dia membutuhkan wanita itu. Tidak perlu menghabiskan waktu banyak dan cukup aman. Dia juga bisa memantau kesehatan Kayari langsung.
Tidak perlu jauh-jauh, Kayari mengerti, dirinya saja yang penulis, dan kesibukannya tidak seperti Selatan saja— butuh juga hal seperti itu. Memuaskan dirinya. Melepas penat juga. Dan jelas pernikahan juga bukanlah tujuan utama mereka berdua. Mereka lebih nyaman dan sudah dimabukkan pekerjaan.
Teringat tempo hari Sagara yang beberapa kali menghubungi minta bertemu dan dia tidak mengiyakan. Tidak datang karena ya—
Masih di ranjang sama Selatan, atau masih di kantor buat menemani lembur si CEO ini.
Jadi ingat juga hal lainnya, pertama kali setelah menanda tangani kontrak dan berakhir b******u di sofa, pada hari-hari biasa kerja di kantor, Selatan membuat Kayari cukup bingung dengan apa yang diinginkan pria itu. Alih-alih meminta jelas dengan nakal seperti Sagara (yang sebenarnya sama saja), Selatan lebih jarang sekali membicarakan secara jelas ketika dia sedang ingin. Sedang mau sekali.
Contohnya saat itu Kayari sedang masuk ke dalam ruangan, membantu Selatan langsung mengerjakan beberapa file di sana. Diawasi. Tidak masalah karena sudah siap dengan pekerjaannya sebagai sekretaris. Kayari sendiri sangat suka sibuk dan bekerja. Lalu tiba-tiba, Selatan membuka suara, memecahkan keheningan yang ada. "Nona Manayaka, makan siang saya," kata Selatan tiba-tiba.
Kayari yang sedari tadi menunduk melihat kertas, atau menatap lurus ke layar laptop, langsung mendongak, menatap Selatan. Pria itu melihat ke jam yang melingkar di tangan, mereknya rolex, harganya pasti berapa ratus juta, bisa membuat dp rumah untuk Kayari. Kemudian Selatan melonggarkan dasi yang yang melingkar di kerah kemeja Saint Laurentnya. Ditarik pelan dengan telunjuk pada bagian simpul atas.
Kayari langsung bangkit, lalu beranjak mendekati Selatan. Sigap. Karena iya, tugasnya sebagai sekretaris yang mirip seperti asisten pribadi juga. "Baik Pak Cendana, mau makanan apa? Nanti saya akan meminta ahli gizi kantin kantor, atau memasan langsung di kafe de—"
"Kamu," tukas Selatan memotong. Jarinya mnunjuk Kayari sambil senderan ke kursi kebesarannya dengan kaki yang disilang, tipikal bos besar. Anguh, berwiba dan seksi. Yang terakhir benar-benar khas Selatan. Nilai plus berbeda di banding yang lainnya.
Langsung menjawab dengan respon yang bingung. "Ya?" Jujur saja, Kayari butuh memproses dengan baik arti dibalik ucapan Selatan.
Selatan memberikan senyum asimetris. Agak licik. Lalu menarik tubuh mungil Kayari yang seksi, lagi lagi berakhir di pangkuan dia. Leher Kayari diberi kecupan kupu-kupu dengan manis dan sensual, sambil tangan Selatan mengusap-usap bagian belakang— punggung Kayari. Membuat Kayari jadi melenguh yang terdengar seperti desahan. Geli. Ngilu. Saat itu juga Selatan menghentikan kegiatannya, dengan menarik dagu Kayari agar wajahnya mendekat.
"Kamu," kata Selatan lagi sambil mendekatkan mukanya. Mempersempit jarak mereka sampai sekarang tidak ada jarak lagi dengan Kayari.
"Y-ya?" Kayari gugup sendiri. Diperlakukan oleh Selatan yang dominan sekali, tapi menggoda dan manis.
"Makan siang saya. Kamu makan siang saya, Kayari Manayaka,” ucap Selatan menegaskan. Lalu setelahnya, mereka kembali bermain di kantor.
Dan tidak hanya itu saja. Kayeri memang baru pertama kali kerja seperti ini, baik sebagai sekretaris, ataupun sesuatu di luar itu, seperti yang sedang dia jalani bersama Selatan ini. Kadang pusing sendiri sama apa yang dikatakannSelatan. Lihai sekali. Penggoda ulung. Tapi lama-kelamaan terbiasa. Kayari sendiri mengerti apa maksud Selatan, Cuma kalau boleh jujur, dia sering ragu untuk melakukannya. Namun ia sadar tidak boleh bersikap seperti itu. Tidak professional. Dia sudah menanda tangani kontrak yang diberikan Selatan dan mendapatkan banyak keuntungan yang ada.
"Nona Manayaka," panggil Selatan yang sama seperti dulu— seperti biasanya. Lagi-lagi sambil melihat jam tangannya sesaat, kemudian melirik Kayari.
"Ya, Tuan Cendana?" kata Kayari sambil melihat ke Selatan yang sudah tidak serapi tadi pagi. Kancing atas kemejanya sudah terbuka dua. Rambutnya sedikit berantakan karena dia usak berkali-kali, yang sialnya itu malah membuat keliatan makin seksi. Jelas semua orang di kantor setuju.
Pak Selatan Cendana itu idola di kantor maupun di luar kantor. Taruhan, banyak yang ingin di posisi Kayari bahkan tanpa bayaran. Sekali saja tidak masalah.
"Malam ini lembur," kata Selatan sambil tersenyum miring, sebelum menengguk air putih yang ada di mejanya. Adam Apel (jakun) Selatan naik-turun, kembali membuat salah fokus. Seksi. Meneguk air saja sudah seperti iklan minuman. Tapi kalau Selatan jadi model iklan, pasti orang menjadi bingung lebih mau minumannya, atau Selatannya. Keuntungan lainnya, keduanya dipastikan sama-sama membuat haus.
Kayari langsung menganggukkan kepalanya saja. Lalu kembali melanjutkan pekerjanya sampai terdengar suara tertawa Selatan dari kursi kebesarannya. Kayari kebingungan melihat Selatan yang masih ketawa. "Saya hampir saja lupa kalo kamu sekretaris baru," kata dia pada akhirnya. “Sebenarnya baru atau lama, tidak begitu berbeda sih, tapi memang kamu harus terbiasa,” tambah Selatan lagi.
Jarinya menepuk-nepuk meja, sambil naikin sebelah alisnya, "Sini, lembur," kata Selatan lagi.
Di sana Kayari baru paham perihal lembur yang Selatan maksud. Dia ingin Kayari di atas mejanya, bukan kertas-kertas pekerjaan atau laptop. Bangkit dari meja kerjanya, saat itu juga mendekati Selatan.
"Tuan Cenda—”
"Waktu kerja di kantor habis. Sekarang giliran kamu kerja buat saya," potonganya sambil matanya mengarah ke bagian bawah. Butuh Kayari.
Senyuman asimetris kali ini terukir di bibir Kayari. Seksi sekali untuk Selatan. Cukup membuat dia pelahan menegang, atau setidaknya butuh Kayari untuk membuatnya tegang.
"Beresin," kata Selatan sambil mengarahkan wajahnya ke meja yang penuh sama berkas-berkas kantor.
Mengerti pekerjaan apa yang harus dia lakuakn. Biasa seperti yang ada di kontrak. "Baik—"
"Habis itu kamu yang saya beresin—" sambung Selatan memotong.
"Ya?"
Mukanya kembali menunjuk ke arah meja, "Di sana," katanya sambil memundurkan kursi dan memberi ruang untuk Kayari yang membereskan berkas. Tidak butuh waktu lama, semuanya selesai, sampai akhirnya Kayari menoleh ke belakang. Menatap Selatan yang sudah menunggu dan siap. Sedari tadi dia ingin Kayari. Sudah lelah juga. Sekarang berkas-berkas itu sudah tidak ada di meja, jadi mereka punya ruang lebih bebas. Lebih luas. Kayari bisa berada di atas sana.
[]