Sejak pertemuannya dengan Sagara, Kayari tidak lagi bisa berpikir dengan jernih. Isi kepalanya penuh dengan pria tampan yang dominan itu. Hilang konsentrasi setiap mau menulis. Meneruskan pekerjaannya. Teringat bagaimana Sagara menyentuhnya. Seduktif, penuh gairah yang melebur bersama berahi. Pada titik-titik yang tepat. Membuat dia kembali merasa ngilu ketika terbayang. Teringat jelas. Mungkin secara tidak langsung, Kayari seakan mendeklarkan bahwa dalam dirinya menginginkan lagi. Pengalaman luar biasa secara seksual yang pertama kali Kayari rasakan. Sebelumnya dia pernah, dengan mantannya, tetapi tidak pernah semenarik ini
Sagara—berbeda. Dark, menantang. Agak sedikit kasar, mengebu-ngebu, tapi tidak menyakiti dengan cara yang menyeramkan. Hanya karena terlalu menikmati, atau memang seperti itu hentakan yang diberikan. Kayari masih teringat bagaimana napasnya terengah-engah saat melakukannya. Bisa dimengerti karena keduanya sama-sama hanya mencari kepuasan. Menginginkan klimaks pada puncak.
Tidak meninggalkan Kayari begitu saja setelah mereka selesai memadu kasih dalam erangan yang menggema di ruangan, Sagara benar-benar bertanggung jawab mengantar Kayari pulang. Cukup membuat Kayari tersentuh. Jadi membayangkan jika menjadi kekasih Sagara, aftercare apa yang akan didapatkan. Pasti sangat mendebarkan.
Belum lagi terakhir, sebelum mengantarnya pulang, Sagara itu mengatakan—
"Nanti-nanti, bisa lagi, kan? Aku pasti kangen," katanya sambil mendekatkan wajah pada Kayari ketika di dalam mobil. Bisikannya terdengar begitu seduktif. Suara beratnya semakin seksi dalam keadaan seperti ini. Belum lagi helaan napas yang menyapu kulit Kayari pada pipi dan leher. Rasanya seperti oksigen di sekitarnya menipis.
"Kangen ini," ucapnya sambil mencium bibirnya Kayari. Tidak berhenti di sana, Sagara melanjutkan ucapannya, "sama kangen yang ini," katanya lagi sambil tanggannya sudah menjalar nakal. Mengusap bagian bawahnya Kayari hingga wanita itu melengguh sendiri.
Kayari pikir setelah one night stand yang dilakukan bersama Sagara, semua akan selesai. Mereka tidak akan berhubungan sama sekali. Seperti tidak kenal. Kembali sebagai penggemar dan idola. Kayari sendiri mengerti dan bukan tipikal merepotkan sebab di awal sudah sama-sama ada persetujuan. Ada consent. Namun ternyata Sagara ingin hubungan yang lebih. Bukan berkencan, tapi masih sering bertukar pesan. Bukan tipikal yang saling chat setiap saat, Sagara sesekali menelpon hanya dengan suara, atau video call yang bisa dibilang waktunya tidak menentu. Kadang malam sekali, pagi, atau kapan pun secara tiba-tiba. Kalau kata Sagara, selagi jadwalnya kosong.
Ketika Kayari bertanya kenapa dia yang dihubungi, jawabnya cuma— "Bosan aja"
Menurut Kayari itu alesan yang paling nggak bisa diterima untuk model seperti Sagara. Seorang Sagara Caraka Sagara yang temannya banyak dimana-mana.
Tapi tidak jarang, Sagara akan menjadi begitu dominan di telepon mengatakan, "moaning for me, baby. Could you?"
Jika bukan pria yang Kayari suka, dia sudah block. Tetapi dia sudah memberikan consent. Walaupun Sagar sering sekali meminta seperti itu. Lama-kelamaan kerap tidak tahu waktu. Kadang tengah Malam, kadang juga terlalu pagi. Katanya suka mendengar suara Kayari yang mendesah. Sepertinya sudah bisa ditebak apa yang sedang dilakukan. Kadang mereka seperti sepasang kekasih yang sedang menjalani long distance relationship, tapi tentu Kayari sadar bahwa hal semacam itu tidak akan terjadi.
Menjadi semena-mena, Sagara melakukannya persis seperti saat ini.
"Schedule kosong, aku tunggu di apart ya,” kata Sagara ketika menelpon dengan tiba-tiba. Tidak menunggu Kayari menjawab, langsung ditutup saja. Dan ya—berakhir pasti Kayari menuruti. Sulit menolak pesona Sagara dan keduanya memang sama-sama mau. Sama-sama merasa diuntungkan. Bukan hubungan romansa.
***
Sebenarnya sebelum Sagara mengantar Kayari pulang dengan mobilnya sendiri. Berdua. Tidak meminta supir, manager atau siapa pun, Sagara sempat bertanya, "nomor rekening kamu berapa?" Memberikan senyuman manis, khas sekali idola. Tidak ada tatapan meremehkan atau memperlakukan Kayari dengan rendah. Jelas pria itu mengantar Kayari. Walaupun Kayari juga tidak masalah, sebab sama-sama diuntungkan.
"Kamu mau bayar aku?" Dia kira ini hanya sekadar one night stand. Sama-sama mendapatkan kepuasaan berahi saja menurut Kayari sudah cukup. Tapi sepertinya dia akan mendapatkan hal lain yang lebih menguntungkan. Kayari suka uang. Dia juga suka Sagara. Dia tidak mau terlibat dalam hubungan romansa. Tapi seks dan uang adalah salah satu kebutuhan. Kayari lebih suka berkerja dan bersenang-senang, terutama belanja.
Sagara mengangguk. "Iya, kan? Aku nggak tau sih transfer berapa, kamu kan pertama ngelakuin kayak begini sama aku. Tapi aku rasa cukup, semalam juga—wow. Liarnya penulis sama model, beda ya," kata Sagara sambil menciumi leher Kayari.
"Kamu—nagih," kata Sagara lagi seduktif. Berbisik dan sengaja menyapu kulit pucat Kayari. Meninggalkan beberapa bekas merah di sana.
Perihal ajakan dia yang semena-mena tadi, pada akhirnya Kayari menuruti. Karena ya, dia juga memang mau. Selama waktu seminggu terhitung sejak malam itu, setiap liat postingan Sagara, Kayari merasa lemas sendiri. Tidak konsen mengerjakan apa-apa. Apalagi kalau Sagara sudah video call sehabis dia pulang berkerja. Sambil tiduran, topless, Iya, setengah telanjang. Tangan dengan jari-jari panjang itu kemudian menepuk-nepuk paha sambil bilang, "Give me blow job, baby." Walaupun jauh, hanya lewat kamera, tapi sensasinya membuat bergidik pada seluruh tubuh. Seperti disengat listrik, tapi bedanya ini ngilu yang nikmat.
Pusing sendiri.
Dan hari ini, seminggu setelahnya, mereka bertemu. Kayari kembali menghubungi Sagara duluan.
"Aku dibawah,” kata Kayari tanpa basa-basi. Ia mengenakan dres yang membentuk tubuhnya seperti biasa. Sekalipun terbilang mungil, tetapi kakinya cukup jenjang dan indah. Tidak heran mengapa Sagara tertarik pada Kayari. Menurutnya, wanita itu sajian yang menarik di balik kehidupannya. Dia harus berhati-hati dekat dengan siapa pun agar tidak membuat karirnya rusak. Dan Kayari adalah jawabannya.
"Sebentar, aku jemput.” Seperti biasa, Sagara langsung bergegas. Mereka selalu seperti itu, sebab agar tidak tertangkap wartawan atau siapa pun. Mengingat penjagaan apartemen Sagara yang ketat, sebenarnya tidak perlu takut, tapi untuk beberapa hal, mereka tetap berjaga-jaga.
Tidak butuh waktu lama seperti sebelumnya, Sagara sudah menjemput Kayari. Pria itu sendiri sebab ini memang apartemennya. Tinggal sendiri. Tidak banyak pula wanita yang dia bawa ke sana. Berbahay. Mungkin Kayari anomali disbanding lainnya untuk kehidupan ranjang Sagara.
Menarik Kayari buru-buru masuk ke dalam lift denagn lembut. Tidak butuh waktu lama untuk Sagara langsung mencium Kayari seenaknya. Selalu seenaknya. Seakan semua milik dirinya. Kayari miliknya.
"Kangen," katanya.
"Sagara, nanti ada orang," kata Kayari sambil berusaha menjauh. Panik sendiri. Tidak mengerti mengapa Sagara tidak berhati-hati, padahal dia yang paling berbahaya jika mereka ketahuan. Tapi sulit sekali menjauh, sebab tenaga Sagara tentu jauh lebih besar darinya.
Mendengar ucapan Kayari, Sagara malah tertawa. "Perhatian juga ya kamu sama aku," katanya sambil melepas ciuman dan pelukan mereka ketika lift terbuka. Timing yang tepat agar tidak ketahuan. Tidak perlu takut akan cctv, Sagara pasti memastikan tidak akan ada jejak yang tertinggal. Di sini, privasi nomor satu.
Menjawab kekhawatiran Kayari, padahal Sagara juga tidak masalah, dia sudah sering dan terbiasa seperti ini. Tahu dan memastikan pasti aman. Tapi banyak hal yang susah Sagara jelaskan, terutama keinginan bahwa dia tidak akan melepaskan Kayari. Berbeda denagn sebelumnya. Dia ingin Kayari dalam jangka waktu lama.
Sudah sama-sama tahu dan mengerti, ketika masuk apartemen, Sagara langsung mendekat sambil tersenyum asimetris. Smirk. "Buka," kata Sagara
Kayari jadi tertawa. Melihat pada Sagara sambil membuka kancing bajunya satu. Lalu kembali menatap Sagara dengan seduktif sambil gentian tersenyum asimetris.
Tidak sabar, Sagara ingin Kayari dengan segera. Rasanya seperti sedang dipermainkan. Miliknya sudah menegang. Dia butuh Kayari. "Lanj—"
"Nggak mau kamu aja yang buka?" tanya Kayari memotong kalimat Sagara. Nakal. Dan saat itu juga Sagara menggigit bibirnya penuh gairah. Matanya menggelap dengan napas terengah menginginkan lebih. Kemudian tentu melepaskan pakaian Kayari dengan caranya sendiri. Berantakan, nakal. Berakhir merengkuh Kayari agar keduanya kembali berakhir di atas ranjang.
***
Sekarang jam dua pagi, jelas jika sudah larut seperti sekarang, seperti biasa, Kayari tidak akan pulang. Sama seperti waktu itu. Kayari pikir Sagara tipikal yang setelah main, sama-sama puas, akan meninggalkan begitu saja. Alasannya karena waktu itu Kayari bangun, Sagara sudah tidak di samping dia. Selesai bermain, Sagara di balkon. Kali ini tidak, Kayari tidur sambil dipeluk oleh Sagara. Mata Sagara terpejam, tertidur lelap. Bahkan sebelumnya Sagara mencium kening Kayari. Berbeda dengan sebelumnya. Jadi teringat dulu bersama mantan kekasih.
Kembali bertanya-tanya, Sagara setiap main, semanis ini?
Tetap dominant, tapi setelahnya? Semanis ini? Seriously?
"Mikirin apa?" tanya Sagara setengah bangun. Matanya juga setengah kebuka.
Kayari menggelengkan kepala sambil mencoba tidur. Jujur saja, dia jadi teringat Arka, adik tirinya yang di rumah. Pasti Arka akan marah lagi seperti sebelumnya.
Alasan pertama, Kayari pergi sebelum Arka pulang pulang kuliah, jadi Arka tidak tahu dan dipastikan menunggu dia pulang.
Kedua, ia tidak mengabarkan dan jelas kesalahannya total, sebab lupa.
Ketiga, Arka mustahil tidak mengubunginya. Dari tadi ponsel terus-terusan berbunyi entah panggilan atau pesan masuk. Kayari tahu jelas dan dipastikan itu dari Arka. Dia juga mengabaikan sebab sedang bersama Sagara seperti ini. Tidak mau diganggu atau menyia-nyiakan waktu. Pun di rumah Arka baik-baik saja. Sudah dewasa juga.
"Kamu nggak nyaman kalo terlalu intim gini setelah kita main?" tanya Sagara merasa cemas, sebab Kayari terlihat sedang memikirkan hal lain. Sulit untuk Sagara menebaknya.
Kayari segera menggelengkan kepala dan mencoba tidur kembali. Menenggelamkan kepala di d**a bidang Sagara.
"Kalo gitu—suka kalau sehabis main kayak gini?" tanya Sagara lagi. Sebenarnya lingkupnya di tempat yang sama. Membuat Kayari bertanya-tanya, apa jawaban yang Sagara inginkan. Apa maksudnya.
Kembali menganggukkan kepala. Kayari kira akan mendapatkan pertanyaan sejenis, namun apa yang Sagara katakan berikutnya, membuat Kayari terdiam. Berdebar tidak karuan.
"Pertama kalinya juga buat aku kayak gini, sama kamu…” bisik Sagara lembut. Semakin mendekap Kayari.
Lantas, sulit untuk Kayari tidak terbawa perasaan. Namun berkali-kali menegaskan bahwa dia dan Sagara hanya teman tidur. Tidak lebih. Idola dan penggemar.
[]