DUA PULUH DUA: AWARD INVITATION

1212 Kata
“Kak.” “Hmm.” April dan Mei sedang di dapur. Biasa, kalau hari minggu, salah satu dari tiga kali makan hari itu di rumah pasti mereka yang masak. Nggak tentu sih, kadang pas sarapan, karena siang dikit Mei pasti kencan sama Didit. Kadang pas makan malem, kalau April beruntung, Mei bawa makanan dari luar, jadi mereka nggak perlu menyiapkan apapun dan April tinggal cuci piring habis makan. Yang jelas nggak mungkin mereka masak pas makan siang. Mei belum pulang dari acara kencannya bersama Didit dan April juga paling malas kalau acara tidur siangnya diganggu. Kali ini, mereka menyiapkan sarapan. Simple aja, tengah bulan, gajian masih seminggu lagi, menu simple yang tetap enak untuk kantong miskin mereka. Nasi goreng gila. “Di kantor, ada nggak suh, yang sirik sama lo. Sama apa yang lo capai sejauh ini.” April memang sedang galau dan agak gila karena tekanan yang dia dapatkan di posisi barunya saat ini. Tapi dia jadi tau sih, mana yang beneran temannya mana yang cuma cari muka di depannya. Dulu waktu cuma jadi editor, semua orang kelihatan baik padanya. Ramah, ya paling ketus dikit, tapi nggak pernah menunjukkan terang - terangan kalau mereka nggak suka sama April. Sekarang, hampir semua kaum hawa yang merupakan separuh lebih penghuni kantor membenci dan menghujatnya. “Ya banyak lah.” Dia tertawa sumbang. “Lo nggak pernah kepikiran?” Mei menghentikan tangannya yang sedang mencincang ham kalengan. “Kenapa, lo? Galau digosipin di kantor?” April mengangkat bahunya sok nggak peduli. “Kurang lebih.” “Cuekin aja. Lo nggak bakal kemana - mana kalo lo dengerin mereka terus.” “Gue paham, cuma kan kalo kita sakit hati, gimana dong. Kenapa juga Jun punya fans model begituan.” Keluhnya menyalahkan Jun sekarang. Ya habisnya kalau bukan Jun, siapa lagi. “Kenapa lagi fans nya Bang Juni?” Mei tau dari cerita April yang dulu - dulu kalau Juni punya fans banyak banget di kantor. Mei cuma ketawa aja tiap kali Paril cerita tentang kelakuan Juni yang sok iyes di kantor dan kelakuan fans cowok itu yang bikin geleng - geleng kepala. “Nggak ngapa - ngapain gue sih, cuma jadi banyak banget omongan nggak enak tentang gue. Masa gue dibilang nyogok HR buat jadi sekretarisnya Jun. Dibilang gue nawarin badan gue sama HR yang pantesnya jadi kakek kita. Yang bener aja.” April curhat sambil merengut sebal. Fenomena yang tak setiap hari April tampilkan bahkan pada keluarganya sendiri. April begini hanya kalau ada sesuatu yang benar - benar mengganggunya. “Cuekin aja, sih. Percuma juga mau lo jelasin ke mereka. Mereka udah percaya lo jelek, nggak akan ngubah pikirannya seketika hanya karena lo terangin panjang lebar.” April paham. Dan memang itulah yang dia lakukan selama ini. Bertahan. “Mereka cuma sirik sama kamu, Dek. Emangnya buat sampai di sini kamu ada minta?” April langsung geleng. “Ya udah, biarin aja. Lo cuma punya dua tangan, sumpel kuping lo sendiri.” Gila, dari mana ceritanya dia seneng jadi sekretarisnya Jun?! Dia malah istighfar terus - terusan sejak tahu dia jadi sekretarisnya Jun.Alasannya tentu saja banyak. Bagaimana dia bisa fokus kerja kalau dia terus - terusan lihat Jun?! Perasannya pada Jun memang seaneh itu. Kadang, dia ingin berlari dan memeluk pria itu, tapi kadang juga dia ingin berlari dan menempeleng kepala Jun. Alasan lainnya, tentu saja karena fans - fans garis keras Jun semacam Bu Sabrina dan kawanannya. Ngomong - ngomong Bu Sabrina, April jadi ingat kalau Jun belum bilang apapun tentang invitation award yang katanya akan dihadiri oleh Jun akhir minggu depan. Setelah dipikir - pikir lagi dengan keadaan kepala yang lebih tenang, memang sebaiknya dia nggak ikut pergi sama Jun. April bukan sok suci ya, April juga bukan cewek yang sepenuhnya taat agama. Sebelas dua belas dengan Jun. Sholat nggak pernah bolong, maksiat juga jalan. Kalau pas lagi khilaf, butek banget, dia juga pergi ke bar kok. Diem - diem. Tanpa sepengatahuan orang rumah apalagi Jun. Kalo lagi bokek banget, dia biasanya cuma beli salah satu merek bir lokal dan meminumnya dengan sedotan. Cuma buat pelampiasan. Walaupun sebenarnya nggak ngefek. Dengan begitu, masalahnya juga nggak jadi hilang. Itu cuma pembelaannya saja. Nah, hubungannya dengan Bali dan Jun adalah… ini acara award, yang pasti after party nya minuman - minuman semacam itu akan disajikan. Dia takut kalau dia nanti yang malah menerkam Jun dan membuat Jun tahu rahasianya selama ini yang dia simpan rapat - rapat. Nggak mau. Nggak boleh. Makanya, karena itu nggak boleh terjadi, dia mending nggak ikut ke Bali. Tapi nanti Jun sama Bu Sabrina…. Dia menggaruk rambutnya kesal. Itu juga nggak boleh kejadian. Tapi terus dia harus bagaimna? Pilihannya semuanya sulit!! Dia nggak mau melempar dirinya sendiri pada Jun tapi dia juga nggak rela kalau Jun sama Bu Sabrina. “Heh! Ketombe lo masuk wajan semua, ih! Kita di suru makan ketombe lo?!” Mei menjewer kupingnya. “Aduh, aduh! Gilingan lo, kuping gue mau lepas!” Mei mendengus, “Lebay.” “Lagian gue udah mandi tadi pagi, mana mungkin ada ketombe. Jangan rese ih. Buruan itu potongnya, keburu gosong ini.” “Iya, iya, bawel!” *** Setelah mengobrol dengan Mei akhir pekan kemarin, perasannya jadi lebih ringan. Kakaknya yang nyaris sempurna begitu aja masih ada yang ngomongin jelek, apalagi dia. Tapi dia heran, kenapa Jun sama sekali nggak ngobrol tentang acara award akhir pekan nanti? Bukannya APril seharusnya tahu jadwal dia selama masih berhubungan dengan tugas kantor? Gara - gara kedatangan Nenek, minggu lalu, mereka jadi agak awkward di kantor. Jun juga nggak yang inisiatif gimana - gimana. Bikin April agak bete. Heloo, April ngambek ini, kok nggak ada yang bujuk, sih?! “Nenek pulang hari ini?” Akhirnya April bertanya. Bukan karena penasaran. Cuma kan diem - dieman nggak boleh lebih dari tiga hari ya. Jadi daripada April dosa. “Besok. Besok malem. Nanti kita pulang on time ya. Bunda ngajak makan malem bareng sebelum Nenek pulang.” Jawab Jun. Jawaban yang mengindikasikan kalau nanti mereka sebaiknya pulang bareng aja. Setelah empat hari berangkat dan pulang kantor naik ojol. Terima nggak, ya? “Kok tumben.” “Mei ulang tahun. Nenek pengen rayain dengan syukuran kecil - kecilan.” Oh wao… bahkan Mei bukan cucu kandungnya, tapi sampai dirayakan begini oleh Nenek. Sedangkan dia, yang ulang tahunnya belum sampai sebulan lewat, dikasih selamat aja nggak. Mungkin bahkan Nenek nggak ingat kalau April juga dilahirkan oleh Mama, punya tanggal dan bulan lahir. Tapi dia lebih tau, kalau berurusan dengan Nenek mending diam saja. Terjepit total pokoknya. Diem sakit hati, dilawan durhaka. Hayo, pilih yang mana. Ini adalah pertanyaan setipe dengan Kanan ke kuburan kiri masuk rumah sakit. Sama - sama nggak enak. “Oh iya, gue kelupaan. Btw, gue mau tanya sesuatu.” “Apa?” Juni mendongak. Mata mereka bertatapan dari atas layar PC April. “Gue denger awa award show yang harus lo datengin week end ini di Bali…” “Nggak jadi gue. Erik yang pergi.” April menatap Jun bingung. Bukannya ini bagiannya Jun, ya? Kok bisa jadi Erik? “Lo pengen ke Bali? Nanti kita ke sana sendiri deh, liburan. Berdua aja.” Katanya kalem, niatnya mau menenangkan April. “Dan gue bakal lihat lo cipokan sama cewek lain lagi? No thank you!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN