TIGA PULUH SATU: ENAK KAN, MAS?

1365 Kata
"Maaf, maaf. Saya keluar lagi, sialakan dilanjutkan." Jun yang kaget karena tiba - tiba ada yang buka pintu sempat nge bug untuk beberapa saat. Dia sampai nggak sadar kalau yang barusan masuk itu April. Orang yang dari tadi di cari - cari. “Eeeh, Mas Jun mau kemana? Pijatnya kan belum selesai!!” Sabrina menarik lengannya agar kembali duduk di kursi dan melanjutkan pijatannya yang kini jadi semakin bersemangat di bahu Jun. “Eh, eh.. Rin, bentar dulu, Rin. Awh!” Jun dilema. Dia ingin menyusul April, memanggilnya agar balik lagi ke ruangan mereka, tapi pijatan Rina saat ini juga mantep banget. Dia jadi melenguh dan menggeram secara bersamaan; melenguh karena saking enaknya, dan menggeram karena gemas dia nggak bisa kemana - mana selain menikmati saja pijatan yang dilakukan oleh editornya ini. Wajahnya nelangsa luar biasa. Penggambaran sempurna pria yang tak berkutik di bawah tangan perempuan. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk menikmati saja saat ini. Sepertinya dia lebih membutuhkan pijatan Rina untuk saat ini. “Agak ke bawah dikit Rin, nah iya situ…. Gila! Mantep banget! Kamu belajar mijet dari mana, sih.” Di belakangnya Sabrina tersenyum senang, ditambahnya sedikit tekanan pada pijatannya di bahu dan tengkuk Jun. “Enak kan, Mas. Mas Jun kalo lagi capek, pegel, nggak usah sungkan, cari saya aja. Kapan aja Mas Jun minta, pasti saya kasih.” Tambahnya berbisik. Jun mengangguk - angguk antusias. Masih sambil melenguh dan menggeram beberapa kali mengapresiasi keterampilan memijat Sabrina yang luar biasa. Lupa sudah dia dengan April yang sekarang entah di mana. Dia juga nggak sadar dengan kalimat Sabrina yang ambigu, atau seperti apa obrolan dan suara mereka jika terdengar dari luar. *** Sementara itu, April yang seperti habis memergoki sesuatu yang tak seonoh langsung lari ke toilet lantai tiga.  Kebetulan ruangan Jun ada di lantai tiga. Meskipun agak klise, kenapa larinya harus ke toilet, tolong dimaklumi saja. Setting kantor memang nggak banyak tempatnya. Kalau dia lari ke ruangan Pak Ano… ngapain? Belum saatnya gajian. Dia nggak ada rencana untuk kasbon juga. Dan dia juga belum berencana memberikan surat resign nya. Dia mau kerja beberapa tahun lagi, nabung, sampai uangnya cukup untuk membuka cafe dan eatery yang sudah menjadi impiannya sejak dulu.  April cekatan di dapur. Apapun racikan April selalu saja nikmat dan bikin ketagihan. Nyaris semua resep coba - cobanya nggak ada yang terbuang sia - sia. Itu juga kenapa Papa di pagi hari, lebih suka dibikinkan kopi oleh April. Takaran April selalu pas.  Tapi mimpi April ini rahasia. Nggak ada yang tahu selain April, kalian dan Tuhan. Jadi jangan bilang - bilang Jun. Walaupun secara nggak langsung ide itu tercetus karena Jun, sih. Flashback “Ini namanya apa, Pril? Mantep banget rasanya.” Jun menyeruput minuman di gelasnya, sementara Mei mengangguk, kembali menyomot bitterballen bikinan April yang sama sekali nggak bitter.  Mereka bertiga sedang di halaman belakang rumah Jun. Waktu itu tahun terakhir April kuliah. Kalau biasanya di hari minggu dia akan mengusir Mei dan Jun kalau berani - berani mendekat ke kamarnya apalagi sampai berani memanggil namanya, hari ini pengecualian. Bab empat skripsinya baru saja di acc kemarin setelah tiga bulan penelitian yang panjang, penuh darah dan air mata. Jadi April memutuskan untuk beristirahat di akhir minggu ini. Sekalian cari inspirasi untuk membuat simpulan alias Bab 5. “Ini bahkan leih enak loh Dek, daripada bikinan kafe yang biasa gue sama cowok gue datengin!” Mei yang biasanya kalau makan suka pilih - pilih dengan alasan sedang diet sampai lahap banget makannya. Atau mungkin dia lapar karena tadi nggak sarapan? Saat itu, Mei masih dengan pacar kilatnya yang April nggak tau namanya. Males ngapalin nama cowoknya Mei. Pas April sudah mulai hafal muka dan namanya, biasanya mereka putus dan Mei langsung dapat gantinya lagi. Makanya April males. Waktu sama Didit aja, April tahunya setelah mereka 3 bulan jalan. “Lo bikin cafe aja. Atau kerja jadi chef ama barista di cafe. Pasti laris, Pril. Enak sumpah.” Puji Jun lagi. “Nggak usah bohong. Tadi itu nggak seuai loh sama resepnya. Bahannya ada yang nggak ada, jadi gue ganti pake yang ada di rumah. Rasanya harusnya beda sih, sama yang biasanya.” Seperti biasanya, kalau dipuji, April akan merendah. Sudah default dari langit. “Emang beda! Beda banget, sumpah. Tapi gue lebih suka yang ini, sih. Lebih bertekstur gitu. Iya, nggak, Bang?” Mei menjawil Jun yang sedang mengisi kembali gelasnya dengan minuman racikan April yang bahan utamanya adalah air dan sirup markisa. Jun langsung mengacungkan kedua jempolnya. “Kalo nggak percaya tanya deh, sama Bunda. Bunda!!!” Dia langsung mangap memanggil Bundanya di dalam. Yang dipanggil melongokkan kepalanya dari pintu dapur. “Bund, bikinan April enak banget kan ya Bund, kaya beli di cafe - cafe.” “Beli di cafe apaan.” April yang awalnya antusias karena akan dipuji langsung lemas. “Ini sih lebih enak dari pada cafe. Bahkan lebih enak dari bikinan Mama, Pril. Tapi kamu jangan bilang - bilang sama Mama, nanti Bunda nggak dikasih lagi kalau Mama bikin - bikin.” Tambahnya lebih pelan, membuat ketiganya tergelak ramai. Bunda pinter banget gantungin orang, deh. Flashback End April tersentak kaget saat bilik toilet yang ditempatinya melamun diketuk dari luar. “Ini kok lama banget yah, di dalem. Ada orang nya nggak sih?! Halo?!” Panik! April panik loh, sekarang. Tapi kalau dipikir - pikir kan kenapa harus panik, ya? Kan dia nggak abis nyolong ini. “Ehm!” Entah kenapa kok April malas mengungkapkan identitasnya. Jadi dia hanya berdehem saja. “Eh! Ada orangnya bego! Ya udah ini aja ngantri si Mini sama Ita di bilik yang dua ini.”  “Tapi lama banget tau!” “Ya kali lagi sakit perut!” April nggak mengenali suara yang ada di balik pintu bilik toiletnya. Mungkin dari devisi editor yang lain, bukan under Bu Sabrina. Maklumin aja, April kan nggak punya banyak teman. “Eh, tau nggak, masa ya, tadi pas gue lewat ruangannya Pak Jun, gue denger suara aneh tau!” “Lah iya, lo juga? Gue malah sampe denger dia ngedesah - desah gitu.” Nah ini, mulai deh ini. Tim gosip di toilet di sela - sela jam kerja. April anteng saja di biliknya. Belum berencana untuk keluar. Aslinya, dia juga kepo, tapi sok cuek gitu si Jun ngapain sama Bu Sabrina. Tadi sih, dia lihat Bu Sabrina lagi mijitin Jun. Tapi abis itu kan mereka bisa ngapain aja. April nggak mau kepo, sumpah! Beneran dia nggak mau kepo! Tapi masa tau - tau keluar dari sini? Kan agak gimana gitu. "Gue denger dari temen gue yang di editor in Bu Sabrina, sekarang tirai ruangannya Pak Jun sering ketutup loh." "Ih ya pantesan sekarang fo GC Junaidi milik bersama jarang ada yang update foto Pak Jun yang nukanya lagi serius kerja. Bikin gemes pengen seriusin juga." April mangap, sebelah tangannya menutupi mulutnya agar nggak tertawa ngakak. GC Junaidi Milik Bersama katanya. Sumpah, itu group chat apaan kok namanya absurd gitu?! "Sejak punya sekretaris tuh dia jadi begitu. Nah kata temen gue lagi, katanya itu sekretaris barunya Pak Jun tuh aslinya nggak bisa kerja. Dia diangkat jd sekretasris karena… tau lah lo." April melotot nggak terima. Sembarangan mereka ngomong! Kalo nggak percaya tanya sendiri sana sama Pak Ano! "Wah, kalo itu bener, jangan - jangan tadi mereka lagi…." "Btw nama sekretarisnya pak Jun siapa sih." Maunya April udahan, tapi suara heboh dari bilik di sampingnya membuatnya kaget. Kenapa coba orang di sebelah ini? Nggak lama kemudian suara baru mulai berseru histeris dan akhirnya resmi bergabung dengan jajaran pasukan ghibah di toilet. Kayaknya si sesembak dari toilet sebelah April. "Nama sekretasris Pak Jun itu April." "April? Tapi yang gue denger…. Oemji!! Pak jun tuh manggilnya Rin Rin gitu loh!" Salah satu dari mereka memekik tertahan diikuti kesiap dari berbagai sudut. "Rin ini maksudnya…. Rina?! Sabrina? Kak Sabrina?! Tapi emang tadi pas gue ke sini tadi meja Kak Sabrina kosong sih. Kan mereka tempatnya sebelahan, tuh. Ruangan Pak Jun, kubikel Kak Sabrina." Mungkin si narasumber sedang menjelaskan tata letak ruangan yang dia maksud. Lagi - lagi suara kesiap keras.  "Bu Sabrina sama Pak Jun? Yang bener?" "Eh lo buruan katanya tadi kebelet pipis, ih! "Oiya iya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN