21 | Karrel Beneran Naksir

2181 Kata
Vian menyikut lengan Tilo dan Azka, sambil mengarahkan dagunya ke arah Karrel seolah memberi kode untuk melihat temannya, yang kini terlihat cengar- cengir, menatap layar ponselnya seperti orang gila. Wajah cowok itu terlihat bersemu memerah, entah karena apa alasannya. Yang jelas, baru kali ini mereka melihat wajah bahagia dari bosgeng mereka, setelah nyaris dua tahun berteman. "Rel, ke RSJ yok! Kok gue ngeri lama- lama lihat lo begini," oceh Vian tiba- tiba, "Abis nelen mamalemon dimana lo?" "Lo kenapa dah, susanto?" Tilo berseru ikutan. Karrel mendongak, masih dengan raut wajah yang sama, bahagia. "Gue udah nemu IG tuh cewek yang gue taksir, anjir. Awalnya di privat, pas gue follow udah di ACC. Dan sekarang, gue sibuk stalking dia cuy," Karrel mengoceh. "Oh, yang itu. Emang, IG nya apaan?" tanya Vian kepo. Karrel menatap Vian sinis, "Ngapain lo nanya-nanya? Inceran gue nih. Cari yang lain aja sono!" Vian mendecih, sedangkan Tilo langsung bangkit, duduk di sebelah Karrel, "Mana coba lihat! Kepo gue tuh cewek cantiknya kayak apa." Karrel dengan semangat, menunjukan ponselnya pada Tilo. Raut wajah Tilo yang semula bingung, mendadak jadi kaget. Bola matanya melebar, "Muke gile, a***y-a***y mamae, terkejut awak. Jadi ini cewek yang lo taksir Rel?" tanya Tilo kaget. "Mana-mana?" Vian langsung heboh merebut ponsel Karrel dari tangan cowok itu. Tidak berbeda jauh dari Tilo, Vian pun ikutan terkejut bukan main. Saking kagetnya, ponsel Karrel hampir saja terlempar, dari genggamannya. Vian bangkit, raut wajahnya masih sama seperti tadi, "INI CEWEK BAR- BAR YANG WAKTU ITU KAN? IYA ANJER, GUE INGET." "Santai lur, santai!" Tilo berseru. "Beneran yang ini Rel?" tanya Vian lagi, lebih penasaran dari sebelumnya. Karrel tersenyum bangga, "Iya, cantik kan?" "Cantik nyet, tapi galak banget anjir, udah kayak macan. Serius, lo naksir cewek model beginian?" tanya Vian tak yakin, "Lo baru ketemu dia dua kali. Masa iya udah cinta aja?" Tilo seolah tak terima. Sedang Azka masih bungkam sejak tadi. "Siapa bilang?" Karrel langsung ngegas, "Tiga kali, gue ketemu dia tiga kali nyet.” "Kapan coba ha, kapan?" Tantang Tilo. "Lo inget nggak, ada siswi Dharma Wijaya yang adu jambak, pas kita tawuran di sana?" tanya Karrel. "LAH ANJIR, IYA. PANTES GUE KAYAK NGGAK ASING!!" pekik Vian kali ini. Vian masih memandangi akun i********: Denta. Menemukan satu foto, keningnya jadi mengerut, "Lah, dia udah punya cowok kasmuji. Nih lihat, dia nge post foto sama Sandy, temennya Gasta." Vian menunjuk heboh, salah satu postingan Denta bersama seorang cowok. "Bukan!" kata Karrel santai. "Jelas-jelas ini pacarnya Rel. Dempet gini fotonya. Sandy pacar ini cewek. Nggak mungkin cewek cantik begini, nggak punya pacar," seru Vian ngotot, menghadap Karrel yang duduk di kursi dengan satu kaki naik ke atas, dan gorengan di depannya. Azka di samping kiri Karrel, sibuk memainkan ponselnya, walau faktanya dia hanya buka tutup menu, tanpa berniat melakukan apapun. Dadanya masih panas, mendengar Karrel bercerita soal Denta. "Kagak anjir, bukan! Baca dong elah, caption-nya!!" Karrel menyahut kembali, "With my brother!" Seolah dia tengah membacakan caption di postingan tersebut. "Gue udah cek i********: Sandy tadi, dia sering posting foto bareng sama ceweknya. Dan ceweknya bukan Denta, tapi Alika," tutur Karrel memperjelas. "Yakin lo?" "Sangat yakin." "Emang, lo udah chat tuh cewek?" "Belum." "Yah g****k. Gaskeun anjir, emang lo mau apa kesalip?" "Ya kagak. Nyiapin waktu yang tepat aja gue." Pandangan Karrel beralih pada Azka yang sejak tadi diam. "Halah, nyiapin waktu yang tepat. Itu cewek di pepet yang lain, mampus! Gue tepokin." Pernyataan Tilo langsung di balas plototan oleh Karrel. Tidak ingin peduli, dia memandang Azka sekarang. "Lo ngapa diem aja bambang?" tanya Karrel sambil menyikut lengan Azka. Azka terlonjak, lalu menoleh, "Oh, eng-enggak kok. Nggak papa." "Lo mikirin Shasa, ya?" "Bukan." "Terus?" "Mikirin mantan gue." Kening Karrel mengerut, "Mantan lo yang anak Dharma Wijaya? Yang lo putusin gara-gara Shasa?" Azka mendecak, "Dia yang mutusin gue, bukan gue yang minta putus." "Ya iyalah anjer, secara dia udah tau kalau elo selingkuh. Mana mau dia mertahanin cowok kayak lo." Azka mengangguk, menyesal sekali untuk itu. "Ka, lihat deh cewek inceran gue! Cantik banget, kan?" tanya Karrel antusias, dengan mata berbinar. Azka melirik foto yang di tunjukkan Karrel padanya. Foto Denta yang tengah duduk di taman, mengenakan short dress pink pastel selutut. Cantik. "Cantik. Dia satu SMP sama gue dulu." "Serius?" tanya Karrel semangat, "Lo kenapa nggak bilang dari kemarin sih ke gue." Cowok itu tertawa geli. "Lo nggak pernah nanya." "Eh, iya juga sih. Oh ya, dari SMP dia udah cantik gitu Ka?" Azka mengangguk sekali, "Iya, dia primadona sekolah pas SMP." Walau Azka sadar, tenggorokannya terasa tercekat mengatakannya. "Nggak aneh sih anjir. Bening banget gini mukanya. Mana gemesin lagi.” "Eh, gimana-gimana soal mantan lo? Lo masih suka dia?" Karrel mengubah topik. Bisa jadi gila dia, kalau membahas Denta terus. "Iya. Kemarin, gue nemuin dia di sekolahnya. Tapi dia nangis pas ketemu gue. Gue sepengecut itu ternyata, lihat dia nangis aja, gue nggak tega." "Seriusan nangis? Lo apain nyet?" Tilo angkat suara. "Wah, anjer. Sampe nangis." Vian ikut angkat suara. "Gue cuma minta maaf. Pengen kami kayak dulu lagi. Tapi dia udah benci banget sama gue." suara Azka terdengar bergetar. "Mau gue bantu?" seru Karrel, "Gue bisa nemuin tuh cewek, dan jelasin kalau elo udah nyesel." "Nggak perlu, Rel. Lo nggak akan berhasil." "Wah ngeremehin gue lo?" Bukan ngeremehin Rel, lo sendiri aja suka sama dia. Gimana mau bantu gue? Sementara itu, dari arah pintu kantin gadis cantik bernama Sherin datang. Membuat se-isi kantin menoleh kaget, karena gerakannya yang terburu- buru. Terlebih, Vian dan Tilo yang melebarkan mata, kala melihat sosok Erlan--anak kelas sepuluh, berjalan di belakang Sherin--ketua kelas di kelas mereka, yang memasang wajah galak. Vian menegak ludah, diam-diam meringsek di samping Karrel. Begitu pula dengan Tilo. Apalagi, saat kaki yang di balut sepatu adidas itu mendekat ke meja mereka. "ELO!" tunjuk Sherin membuat Vian yang berniat kabur, jadi tersentak. Azka yang tadinya merunduk, jadi mendongak. Sadar kehadiran Sherin yang berdiri di antara mereka. "DIEM-DIEM DI SITU!" Pandangan Sherin yang tajam beralih pada Tilo yang ada di sebelah Karrel, "LO JUGA, STOP. DUDUK!" pekiknya. Vian dan Tilo langsung kicep seketika. Menurut pada perintah ketua kelas mereka yang galaknya naudzubillah ini. Sementara Karrel masih tidak peduli, dia terlalu asik dan fokus melihat foto-foto lama Denta di i********:, lalu tersenyum geli karena terpesona. "Oh, dia itu selebgram," gumam Karrel pelan, kembali tersenyum. "KARREL!" teriak Sherin, membuat Karrel mengumpat lantaran terkejut setengah mati. "Apa sih, ah?" tanyanya ketus. "Jelasin ke gue, apa yang tadi pagi lo dan temen-temen lo lakuin sama Erlan!" kata Sherin tegas. Karrel memasang wajah malasnya, sambil melirik Erlan yang kini merunduk takut di belakang Sherin. "Dia bilang, duit jajannya banyak. Ya udah, gue palakin!" sahutnya tenang. "Ya jangan gitu, dong! Erlan ini masih anak kelas sepuluh. Lagian itu duit mau di pakek buat bayar SPP." Karrel melihat Erlan, "Lah, elo sih, ngapa nggak bilang buat bayar SPP?" katanya langsung sewot. "L-lo nggak nanya bang," sahut Erlan takut-takut. "Mau nyalahin gue lo?" tanya Karrel galak. "Bacot. Emangnya lo mau kena kasus lagi kayak yang udah-udah? Mikir dong Rel, makanya!" omel Sherin emosi. Sherin menoleh ke arah Vian. Cowok itu jadi menegakkan tubuh seolah dalam posisi duduk siap, saat mata keduanya bertemu. "Elo kan yang bagian bawa duit hasil palakan kalian?" tanya Sherin tajam. "I-iya Rin," sahut Vian salah tingkah. "BALIKIN!" teriak Sherin. Terkejut, Vian buru-buru mengambil beberapa lembar uang dari dalam saku seragamnya, menyerahkannya pada Erlan, yang wajahnya langsung berseri seketika. "Lo balik aja sana!" kata Sherin bermaksud menyuruh Erlan pergi. Pemuda itu mengangguk, langsung ngacir pergi. Meninggalkan Sherin yang masih menatap kesal teman- temannya sekelas. Sebenarnya, Sherin itu agak gondok pada wali kelasnya. Mengapa harus dia yang jadi ketua kelas, mengurusi anjing-anjing nakal yang selalu merepotkannya ini. Tidak hanya kasus ini. Nyaris setiap hari, ada saja ulah mereka yang membuat kepala Sherin migrain. Sherin mendesah, "Gue denger, besok kalian mau tawuran lagi sama anak DW?" "Ngapain lo nanya? Biasanya, lo nggak peduli, asal kita nggak pakek seragam sekolah," kata Karrel. "Nggak, cuma mau bilang, awas aja kalau sampai lo lukain wajah pangeran gue." Karrel mendelik, pun dengan tiga temannya yang lain, "Siapa? Gasta maksudnya? Anjir, lo masih naksir sama dia?" kata Karrel terbahak, Azka dan lainnya ikutan terkekeh. Karrel dan Sherin memang teman satu SMP. Tidak heran jika Karrel tau persoalan ini. Terlebih, karena Sherin teman Melody. Ahh, mengingat satu nama itu, membuat Karrel muak. "Bukan urusan lo!" "Mundur aja Rin, emangnya dia mau apa sama bola bekel kayak lo?" Vian terbahak, langsung kicep saat Sherin menjambak rambutnya dengan brutal. "Bodo, intinya kalau sampai Gasta kenapa-napa, lo berempat yang gue telen. Paham?" *** "Pada mau pisang goreng nggak?" Alex menyodorkan, sepiring cilok dan langsung di serbu temannya. Detik itu juga, Alex mendesah kesal, "Nyesel gue basa-basi nawarin, ehh kalian pada mau." Nugraha menabok kepala Leo setelah itu, "Mabok kaporit lo, ini cilok woy, bukan pisang goreng." "Suka-suka gue lah, mau nyebut ini makanan apaan," Alex berseru jadi sewot. Sementara Sandy dan Leo masih serius dengan perbincangannya dengan Gasta. Tidak memperdulikan dua domba nakal yang saling lempar nyinyiran. "Jadi maksud lo, kemungkinan besar Karrel naksir Denta, gara-gara cowok itu pernah nolongin dia?" tanya Leo serius, di angguki tenang oleh Gasta. "Terus, Azka kemarin sore ke sini, dan meluk Denta yang nangis?" sambung Sandy, lagi-lagi Gasta hanya mengangguk. "Busyet, apa kabar tuh dua orang. Perang saudara dong. Mereka kan sahabatan. Emang Karrel nggak tau apa, kalau Azka mantannya Denta?" sahut Nugraha. "Gue nggak tau," jawab Gasta cepat. Tepat ketika Gasta selesai mengatakkannya, tak jauh dari sana, Gasta melihat kekasihnya datang dan memilih meja bersama Gista dan tiga cowok dari IPS 1. Denta tampak tak menyadari kehadiran Gasta. Sandy yang melihat kejadian itu awalnya mendelik, sebelum akhirnya berdehem pelan, "Ekhem, itu Marvin,” pancingnya. "Ekhem, anak jurnalistik." Nugraha ikut-ikutan seperti Sandy. "Wah, ganteng banget, lur," suara Alex menimpali. "Nggak lo samperin, Gas?" tanya Leo, yang sepertinya masih waras sendiri. Gasta melirik Leo sekilas, "Nanti aja." Kemudian menyedot es cappucino dengan mata tak lepas dari punggung yang membelakanginya. Alex teringat sesuatu pun bertanya, "Nugraha...lo lagi deket ya sama Teresha anak IPS 1?" Nugraha tertawa renyah, kemudian menunjukkan layar ponselnya dengan sangat bangga, "Dia sering banget like dan komen postingan gue, coy!" Leo mencibir, "Nggak usah baper! Dia cuma nge-like postingan lo, bukan nge-like elonya." Nugraha melirik sinis pada temannya itu, "Masih mending gue. Nah elo? Di like anaknya, nggak di like bapaknya." "Anjrit!" umpat Leo tiba-tiba. Gasta mendengar jelas percakapan empat temannya, tapi tidak berniat menimpali. Perhatiannya lebih terfokus pada Denta yang tengah berbicara serius dengan Marvin. Interaksi Denta dan Marvin menjadi magnet tersendiri untuknya. Mereka terlihat akrab sekali. Sesekali, ada kontak fisik di sana. Entah Denta manabok Marvin, menjambak cowok itu, atau Marvin yang semakin merapat pada Denta. Tanpa sadar, dia menghela nafas kasar. Ke empat temannya kompak saling lirik. Gasta kemudian bangkit dari duduknya, berjalan tenang mendekati meja Denta. BRAK "Aduh, gue sampe keselek. Belum gue kunyah ciloknya, udah masuk," protes Denta, memegangi lehernya yang sakit. Gebrakan nyaring itu membuat semua orang yang di sana terhenyak. Tidak terkecuali Gista, Marvin dan ke dua temannya yang kini terkejut luar biasa. Sementara Denta, terus merintih memegangi lehernya. Terbatuk-batuk, sampai akhirnya Gasta dengan cepat menyodorkan minuman pada cewek itu. Denta meneguknya sampai tandas, lalu melihat Gasta dengan kesal, "Lo mau bunuh gue ya?" seru Denta dengan suara meninggi, tak lupa menabok tangan cowok itu. Gasta mengulas senyum miring, lalu mengalihkan pandang pada Marvin dan dua temannya yang kini sudah gemetar ketakutan. "Ngapain lo bertiga?" tanya Gasta dengan intonasi setenang mungkin. "K-kita cuma mau bahas soal--" "Soal apa?" sela Gasta, menatap sinis Marvin. "Soal wawancara buat besok lusa, Gas. G-gue anak jurnalistik, dan butuh Denta buat jadi narasumber." "Udah?" "U-udah kok Gas." "Terus, ngapain masih di sini?" Gasta mulai mendekat pada ketiganya. "I-ini, juga udah mau pergi kok. Ayo cabut!!" Dengan cepat Marvin menyambar tangan teman-temannya, dan kini ketiganya sudah kalang kabut keluar dari kantin. Di ikuti Gista yang kini pamit, tidak mau menganggu. "Lanjut makan!" Gasta mendudukkan diri di samping Denta. "Ngapain lo nakut-nakutin dan ngusir mereka gitu?" Gasta memiringkan kepala, melihat Denta, "Menurut lo?" "Lo pengen berduaan sama gue ya?" "Terserah, lo mikirnya apa." Senyum Denta perlahan terbit, dia kemudian memakan cilok dengan lahap. "Padahal, gue sama Marvin nggak ngapa-ngapain loh. Dia cuma nanya ke gue, mau nggak di wawancari pas turnamen RIPU Cup." "Oh." Sudah Denta duga, dia akan jawaban ini. "Lo cemburu ya?" "Enggak." "Kenapa nggak cemburu?" "Dia bukan level gue," balasnya singkat. "Halah, ngakuin cemburu aja susah amat sih." Denta mendecak tak suka. "Hai Gas!" Alesia menyapa saat melewati meja keduanya. Cewek cantik itu menyapa dengan lebay dan manja, sambil mengulum senyum semanis mungkin, membuat Denta tidak tahan untuk tidak memuntahkan isi makanan di dalam perutnya. Gasta memberi anggukan sekali, membuat Alesia jingkra-jingkrak kesenengan, lalu duduk di bangkunya sendiri. "Ngapain sih lo ladenin segala? Lihat, dia jadi baper sama lo." "Dia nyapa." "Ya gue tau, tapi ngapain mesti lo jawab, sih? Iya emang, lo cuma ngangguk aja. Tapi lihat deh, Alesia jadi seneng banget. Pengen gue cakar rasanya tuh muka." "Lo cemburu?" Gasta terkekeh pelan. Denta mendecak, "Cemburu, lah, pakai nanya lagi." "Lucu banget." "Eh?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN