Bagian 26

1917 Kata
“Regan” Langkah kaki Regan yang hendak mengambil minuman di dapur terhenti, dia menoleh ke arah Papa dan Mama nya yang tengah duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi. Akhir-akhir ini, Regan sering melihat kedua orang tuanya lebih banyak stay di rumah daripada keluar kota. Cowok itu berjalan mendekat, lantas duduk di sofa samping. “Ada apa, Pa?" tanya Regan bingung.  Mereka bertiga saling tatap, sebelum Regan kembali berceletuk "Papa nggak lagi ngajak Regan telepati kan? Soalnya Regan nggak bisa ngerasain apapun" Mama Safa menarik sudut bibirnya “Humormu turunan nya si Papa, receh dan nggak lucu” Papa Rido yang merasa tersindir langsung menoleh ke arah istrinya, sedari tadi dia hanya diam, tapi masih saja kena tembakan. Regan menatap kedua orang tuanya dengan bingung, sebenarnya apa sih tujuan Papa nya memanggil dia? Setelah di tunggu-tunggu akhirnya Papa Rido membuka suara “Regan udah minta maaf sama Mama?” tanya pria itu sembari menatap anak semata wayang nya, Regan melirik sekilas kearah Mama Safa yang balas menatapnya. Dengan ragu Regan menggeleng “Belum” “Minta maaf sekarang” “Pa-“ “Regan!” Akhirnya cowok itu menurut, dia berjalan mendekat lantas menjatuhkan lututnya di lantai membuat Mama Safa tersentak, tapi wanita itu tetap diam. Memang seperti inilah cara mereka meminta maaf, kalau Mama Safa salah dia akan berlutut di depan sang suami sebagai bentuk penghormatan. “Ma, maafin Regan. Sekarang Regan nyesel udah bantah ucapan Mama, kalau kalian nggak mau cerita Regan nggak akan maksa lagi. Dan kalau ada masalah Regan juga nggak akan kabur-kaburan lagi. Maafin Regan, Pa, Ma” Mama Safa tersenyum sendu, biar bagaimanapun dia menyadari kalau posisinya sekarang adalah seorang Ibu, hati nurani nya ter gerak, wanita itu memegang kedua bahu Regan dan menyuruhnya untuk berdiri. Di bingkainya wajah tampan putranya dengan kedua tangan lentik miliknya “Mama udah maafin kamu. Mama juga minta maaf kalau sering meledak-ledak, lain kali ingetin Mama buat calm ya.” “Iya, Ma” cowok itu memeluk sang Mama, pelukan hangat diberikan membuat Regan tersenyum. Memang benar kata Mommy Ra, kalau ada masalah harus dibicarakan baik-baik bukan nya malah kabur-kaburan. Mama Safa melepaskan pelukan Regan saat Papa Rido berdehem, apa pria itu tengah cemburu? Kalau iya, jelas tidak pantas! "Papa akan cerita sedikit tentang masa lalu itu" “Regan nggak maksa, Pa" "Papa akan bercerita sedikit tentang masa lalu keluarga River" Papa Rido menarik nafas sejenak sebelum memulai sesi berceritanya. "Daddy River berasal dari keluarga Wijaya, nama nya Om Ken. Dan Mommy nya River itu berasal dari keluarga Purnama. Kedua orang tua River menikah lantaran perjodohan, tapi lama kelamaan setelah hidup bersama mereka saling jatuh cinta. Tapi, takdir sepertinya lebih senang bercanda dengan keluarga mereka." Regan masih mendengarkan dengan seksama "Dulu, sebelum Om Ken menikah dengan Tante Ra, dia pacaran dengan Mama mu. Papa, Mama mu, Tante Rain, dan Om Ken adalah sahabat. Masalah demi masalah datang, hingga yang tersisa hanyalah Papa dan Om Ken. Tante Rain di bawa keluarga Bagaswara pindah ke Aussie. Sementara Mama mu,.. memalsukan kematian nya untuk menghindari Om Ken." Lenggang, Mama Safa mulai takut. Dia tidak siap kalau harus mengingat tentang luka itu lagi, tapi anaknya membutuhkan penjelasan. Tau kalau Papa Rido juga kesulitan akan hal itu, kali ini Mama Safa mengambil alih, menggantikan suaminya bercerita "Mama sampai di Amerika, Kakek mu menjauhkan Mama dari semua orang. Dan karena itulah, mental Mama jadi sedikit terganggu. Bahkan Mama tidak bisa mengenali siapapun saat itu, kecuali satu orang, Papa mu. Jadi Papa mu bolak balik Indo-Amerika hanya untuk Mama, tapi melihat tidak ada perkembangan akhirnya Kakek mu meminta Om Ken yang datang ke Amerika, membantu proses penyembuhan Mama. Dan karena itulah, Daddy dan Mommy River bercerai." "Jadi, mereka sudah bercerai, Ma?" Kali ini, Papa Rido kembali menjawab "Sebenarnya belum lantaran Om Ken memalsukan surat cerai itu karena Tante Ra tengah hamil, baik menurut hukum dan agama menceraikan perempuan yang hamil itu tidak boleh. Jadi, setelah mendapatkan tanda tangan itu, Om Ken pergi. Dia di usir oleh Mama nya, saat itu Om Ken bertemu dengan Papa di bandara. Dan kita berdua merencanakan soal kematian palsu." Regan tersentak di tempatnya, kenapa para orang tua ini suka sekali memalsukan kematian? Apa menurut mereka kematian itu lelucon? "Om Ken masih hidup, Regan. Bahkan dari dulu hingga sekarang, dia berada di sekitar River dan Tante Ra." "Regan bingung, Pa. Semua hal yang barusan Papa ceritakan terlalu rumit" "Maka dari itu Papa enggan, Regan" spontan Papa Rido menjawab "Dan sudah sampai disini, biar Papa lanjutkan. Sekarang, Om Ken ada di Indonesia dan ingin bertemu dengan River. Papa rasa kejadiannya nggak akan semudah itu, dan kalau kamu tidak keberatan, tetap berada di samping River apapun yang terjadi" Cowok manis itu terdiam, otak cerdasnya masih mencerna semua ucapan Papa Rido. Jadi, benar dugaan nya kalau selama ini Daddy River belum meninggal lantaran semuanya masih terlalu janggal. Tapi, Mommy Ra juga tidak berbohong soal kematian itu lantaran semuanya di palsukan dan mereka semua tertipu. "Regan?" panggil Mama Safa, wanita itu  melihat anaknya yang memasang wajah kaget. "Kamu sudah pernah bertemu dengan Om Ken, Regan" "Maksud Papa?" "Pria yang kamu tabrak waktu di bandara, dialah Om Ken. Dan secara nggak langsung River sudah pernah bertemu dengan Daddy nya" What?! Apa Regan tidak salah dengar? jadi, jadi maksudnya keberadaan Papa Rido di bandara kapan hari memang bukan untuk menjemput dia tapi untuk menjemput Daddy nya River? Melihat keterkejutan Regan membuat Papa Rido berjalan mendekati anaknya, pria itu menepuk pundak Regan beberapa kali “Papa nggak mau cerita masalah mereka karena terlalu rumit, Regan. Ini saja Papa nggak ceritain semuanya, hanya garis besarnya saja. Kamu mengerti kan maksud Papa?” Anggukan kepala samar di lakukannya, Regan paham sekarang. Dia juga paham kenapa Tante Radista hanya bilang kalau Daddy River sudah meninggal karena kalau dijelaskan pasti akan sangat panjang, dan butuh mental yang kuat untuk menerima cerita ini nanti. Kini, Regan berjanji untuk selalu ada di samping River disaat cowok itu membutuhkan nya. “Pa, boleh aku tanya satu hal lagi?” “Apa itu?” “Apa hubungan Tissa dan River” Kali ini Mama Safa yang menjawab, beliau menatap anaknya dengan intens “Daddy Tissa dan Daddy River adalah adik kakak. Yang artinya, Tissa dan River adalah sepupu” Jadi, beginilah isi dari salah satu kotak pandora itu? menguak cerita masa lalu dan keterkaitan antara satu saudara dengan saudara yang lainnya. Dan bisa di simpulkan kalau River, Tissa, dan Regan masih memiliki ikatan kekeluargaan. Cowok berambut kecoklatan itu mengusap wajahnya dengan frustasi. Papa Rido dan Mama Safa melemparkan senyuman, kini mereka sudah membuka satu kotak pandora. Tinggal tunggu kotak pandora lain menunggu untuk di buka. “Regan” Cowok itu menoleh kembali ke arah Papa Rido “Mau sampai kapan kamu menyembunyikan semua piala itu? lemari depan kosong loh” Regan kaget, kenapa Papa Rido bisa tau soal piala? senyum di wajah Papa-Mama nya mengembang saat melihat wajah kaget Regan. Mama Safa mengusap bahu Regan dengan sayang, kini dia dan suami akan mulai memperhatikan Regan dengan lebih baik lagi “Kamu pikir Mama sama Papa nggak tau soal piala-piala itu?” “Kalian, tau dari mana?” Mama Safa mengusap kepala Regan “Sayang, kita ini orang tua kamu. Sesibuk apapun kita, kamu tetap terpantau. Sekolah kamu, kegiatan kamu, hari-hari kamu, kami pantau. Kenapa kami diam dan pura-pura tidak tau soal itu—“ “Karena Mama sama Papa nggak ingin kamu berpuas diri, nggak ingin kamu sombong dan akhirnya malas belajar karena sudah merasa pintar” sela Papa Rido, pria itu mengusap kepala anaknya juga “Kamu anak Papa sama Mama satu-satunya Regan. Nggak mungkin kita nggak peduli sama kamu” Malam ini, banyak kejutan yang Regan dapatkan. Kejutan yang membahagiakan tentu saja “Pa, Ma, maafin Regan” “Kamu nggak salah, sikap kami lah yang menumbuhkan prasangka buruk kamu pada Mama sama Papa” kini Mama Safa memeluk kembali Regan, hal yang sudah jarang sekali dilakukan olehnya “Liburan semester nanti kita ke Belanda, main ke rumah Kakek” ya, keluarga Bagaswara memilih untuk tinggal di sana, menghabiskan masa tua  di negara kincir angin tersebut.  (^_^)(^_^) Daddy Ken termenung di kamar Apartemen miliknya yang sepi, hanya musik yang menemani dia dengan dua lembar foto yang senantiasa dibawanya kemana-mana. Sungguh, pria itu sangat merindukan dua orang yang selama ini ingin di temuinya. “River..” gumam Daddy Ken, dia mengingat betapa manis senyum Radista saat menemukan nama itu, River Ghent Wijaya, nama yang mereka buat saat berada di Belgia. Air mata menggenang di pelupuk, dengan kasar segera ia usap. Pria itu berdiri, dia tak mau bersedih hati dan terlihat lemah. Langkah kakinya menuju kamar mandi untuk cuci muka, Daddy Ken akan pergi ke cafe terdengar hanya untuk merilekskan otak serta pikirannya yang di penuhi dengan River dan River. Kali ini Daddy Ken hanya punya Rido yang akan membantunya, si setan Aussie itu sudah mengundurkan diri. Daddy Ken tak bisa berpergian terlalu jauh, takut kalau orang-orang di masa lalunya tiba-tiba mengenali dia. Nanti kan jadi aneh, mana ada orang yang sudah meninggal tiba-tiba pergi ke cafe kan? Memesan Americano, sembari menunggu minuman nya datang Daddy Ken menscroll media sosial. Melihat postingan Radista yang berisi foto-foto dia dan River, ada satu foto yang masih tersisa di feed paling bawah, yaitu foto pernikahan di mana wanita itu memakai gaun pengantin, juga satu foto teratas dimana dirinya tengah bersama seorang laki-laki, foto yang baru di unggah beberapa hari yang lalu “Cih! dasar tukang pamer” gerutu Daddy Ken, cemburu. Laki-laki itu mendongak saat mejanya di ketuk. “Permisi, boleh saya ikut duduk? kursi yang lain penuh” Daddy Ken terdiam beberapa detik, lantas mengangguk membuat senyum cowok yang tadi mengetuk mejanya mengembang hingga membuat matanya melengkung manis. Tak ada pembicaraan apapun “Ehem” Daddy Ken berdehem. “Kamu sering kesini?” tanya dia, sok kenal sok dekat. Remaja itu menggeleng “Tidak juga, Om. Sesekali kalo pengen” Om. Panggilan itu terdengar menyakitkan untuk Daddy Ken saat River memanggilnya dengan sebutan 'Om'. Ya, remaja itu adalah River “Om sendiri suka kesini?” Tolong, jangan panggil Om lagi atau pria itu akan menabrakan diri ke depan mobil sekarang juga. Dengan berat hati Daddy Ken menggeleng “Sama seperti kamu, saya juga hanya sesekali kesini kalau lagi pengen” Jawabnya “Saya punya anak seumuran sama kamu” “Oh ya?” beo River mencoba sedikit tertarik, dia bukan tipikal cowok yang mudah akrab dengan orang baru tapi kali ini entah kenapa perasaannya menyuruh untuk terus menanggapi semua ucapan laki-laki yang ada di depannya. Daddy Ken tersenyum “Saya sayang banget sama dia, tapi dia belum tentu sayang sama saya” “Setiap anak pasti akan sayang sama Daddy mereka, Om. Seberapa buruk pun sikap orang tua, anak tetep punya kewajiban buat menyayangi orang tuanya” jawab River spontan. Padahal dia sendiri tidak yakin dengan ucapannya tadi, tapi menurut River kata-kata nya juga tidak salah. “Nama kamu siapa?” “River, Om” Pelayan datang membawakan pesanan mereka berdua, sama-sama Americano “Kamu suka sama Americano?” tanya Daddy Ken tak percaya, River menggeleng “Baru sekali ini coba, Om. Sebenernya saya suka Cappucino, sama kayak Mommy” Deg. Benar, Radista memang menyukai Cappucino. River mencicipi sedikit, pait. Raut wajah cowok itu malah berubah jadi lucu membuat Daddy Ken terkekeh. Pria itu kemudian mencontohkan cara meminum Americano dengan baik agar rasanya bisa meresap di lidah. Cowok itu menatap laki-laki yang ada di depannya dengan senang, selain Om Zee, ternyata masih ada Om yang friendly. “Om tau nggak, dari dulu saya pengen banget punya Daddy” Damn it! River langsung menepuk bibirnya, dia keceplosan di depan orang asing. Melihat raut wajah pria di depannya yang berubah datar River buru-buru menambahi “Maaf ya, Om. Saya nggak sengaja kelepasan, lagian sampai kapanpun saya nggak akan pernah punya dan ketemu sama Daddy, karena kata Mommy beliau sudah meninggal.” “Seandainya takdir mempertemukan kalian, apa yang mau kamu lakuin?” tanya Daddy Ken dengan hati-hati, laki-laki itu juga mengontrol diri agar tidak memberitahu River apa yang sebenarnya terjadi sekarang. “Peluk, mungkin” jawab River dengan ragu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN