Weekend.
Niatnya Daddy Ken akan menghabiskan sepanjang hari untuk hibernasi di kamar apartemen nya, dia lelah dan ingin istirahat sampai sore. Matanya masih enggan untuk terbuka, tapi telinganya mendengar suara bel apartemen berbunyi, jadi mau tak mau dia harus bangun. Masih dengan training hitam panjang dengan kaos yang membalut tubuh bagian atasnya, Daddy Ken berjalan sempoyongan untuk membukakan pintu. Siapa sih yang bertamu di siang bolong seperti ini? Detik setelah pintu terbuka tatapan mata Daddy Ken langsung ber tubrukan dengan tatapan mata adiknya, Hen.
"Hai, Omegot"
Daddy Ken mengalihkan tatapan nya pada Tissa, cewek itu nyengir lebar lantas nyelonong masuk ke dalam. "Elo, gue kira siapa" Daddy Ken mempersilahkan adik beserta adik iparnya untuk masuk ke dalam. Tissa? dia sudah duduk nyaman di sofa sedari tadi. Sebenarnya Tissa malah untuk diajak berkunjung kemari, tapi kedua orang tuanya memaksa, jadilah dia ikut.
"Tissa, jangan bersikap nggak sopan gitu sama Om Ken" tegur wanita yang saat ini memakai jumpsuit cream itu, lantas duduk di samping anaknya yang hanya mengangguk. Kedatangan mereka hanya untuk bersapa ria, yah mungkin sambil membicarakan masalah perusahaan yang sudah diambil alih oleh Daddy Hen untuk sementara waktu, selain itu mereka juga akan membahas tentang rencana itu. Ternyata, pertemuan mereka bukan hanya untuk bersapa ria saja.
"Om, Tissa laper nih. Ada makanan nggak?" tanya cewek itu saat Daddy Ken baru kembali setelah mencuci muka dan gosok gigi. Pria berkaca mata tipis itu menatap keponakan nya dengan bingung "Kamu fikir ini restoran? Lagian kalian kesini bukan nya bawain makan malah minta makan"
"Om, ada nggak??" ulang Tissa, malas berdebat. Dia tak sempat sarapan tadi. Daddy Ken dengan malas mengangguk, menunjuk arah dapur. Semalam pria itu memesan banyak sekali makanan fast food, dan sisanya di simpan di kulkas. Biarlah, Tissa bisa memanasi makanan itu sendiri nantinya. Pria itu kini memusatkan perhatian pada adiknya "Jadi, apa yang ingin kalian bahas kali ini?" tanya Daddy Ken.
"Pertama, masalah perusahaan. Gue anggap udah beres, lo terbebas dari semua pekerjaan. Gue di bantu Rido dan Rain akan menjalankan dua perusahaan sekaligus. Dan asal lo tau, imbalan atas jasa yang gue beri kan ke elo nggak murah. Setelah urusan lo selesai gue nggak ingin ikut campur lagi, masalah lo ya milik lo, dan masalah gue itu milik gue" Daddy Hen terdiam sejenak, sebelum meneruskan ucapannya "Kedua, masalah rencana lo buat ketemu sama River"
"Bukankah masalah itu juga udah beres??"
"Belum" bukan Daddy Hen yang menjawab melainkan sang istri, Mommy Rain. Wanita itu menatap sahabat s***h kakak iparnya dengan intens. "Aku nggak mau ngelibatin Tissa dalam masalah kamu, Ken. Jadi, rencana yang udah kita susun kemarin harus di ubah"
Hening selama beberapa detik, mereka sama-sama terdiam. Daddy Ken menghela nafas, "Lalu, apa rencana barunya?"
"Nggak ada, semua yang ingin kakak lakuin, lakuin aja. Tanpa melibatkan keluarga gue khususnya Tissa"
"Kenapa?"
Tissa datang dengan sepiring pasta, cewek itu berhenti mengunyah saat melihat situasi di ruang tamu nampak tegang. Tissa melanjutkan berjalan nya dan duduk di samping sang Mommy. Daddy Ken berencana untuk menemui River secepatnya, tapi Daddy Hen tak setuju. Pria itu terkesan mengulur waktu, dia ingin Daddy Ken muncul di hadapan keponakan nya saat liburan sekolah. Alasan nya agar River tidak stress dengan masalah yang ada. Tapi di sisi lain, sebenarnya Daddy Hen hanya ingin menyelamatkan Tissa agar anaknya tak terlalu masuk dalam urusan keluarga kakak nya yang begitu rumit dan penuh drama. Kenapa pas liburan sekolah? Karena saat itu, Tissa akan pergi ke Aussie. "Kenapa sih pada lihatin aku kayak gitu?"
"Kamu suka sama River?"
Uhuk.Uhuk.
Mommy Rain menepuk punggung Tissa yang saat ini tengah tersedak, cewek itu lupa membawa air minum. Mendapati pertanyaan seperti itu dari Omegot yang selama ini tidak mengetahui soal itu membuat Tissa kaget. Jadi, wajar saja kalau dia tersedak. Mommy Rain bangkit mengambilkan segelas air untuk Tissa dari dapur. "Tissa, jawab pertanyaan Om dengan jujur. Apa kamu menyukai River?"
"Dad" panggil Tissa lirih, menatap Daddy Hen yang langsung mengangguk.
"I-iya, Om. Tissa suka sama River, tap-tapi Tissa nggak bisa pacaran sama dia karena kita sepupu an. Lagi pula, Tissa juga udah pacaran sama Arsen sekarang, jadi Om nggak perlu khawatir dan nggak perlu ngurusin soal percintaan Tissa"
Cewek itu menaruh piring yang masih berisi pasta ke atas meja, nafsu makan nya sudah menguar entah kemana. Tissa menunduk, Mommy Rain datang dengan segelas air "Minum dulu, Tiss" cewek itu menerima gelas yang di sodorkan Mommy Rain, lantas meneguk nya hingga tandas. "Selain itu, River pun nggak akan bisa pacaran sama Tissa, Om. Dia terikat janji sama Arsen, janji yang membuat River harus mengalah saat dia menyukai seseorang yang Arsen sukai"
"Jadi sekarang lo paham kan, Kak? River lagi ada di masa kalut. Jangan tambah beban dia dengan kemunculan kakak. Waktu yang kakak punya masih banyak, jangan terburu-buru" sela Daddy Hen. Pria itu lantas bangit, mengajak serta anak dan istrinya untuk pergi. Tapi sebelum mereka benar-benar pergi, Daddy Ken menyempatkan diri untuk berpamitan lantaran besok pria itu akan terbang ke London, menggantikan posisi sang kakak, sementara Mommy Rain akan aktif menghandle perusahaan yang ada di Aussie.
Daddy Ken terpengkur di tempatnya, ucapan adiknya tadi adalah kode kalau setelah ini dia tidak ingin membantunya lagi. Yah, siapa sih yang terus-terusan mau direpotkan meski oleh kakak sendiri? Apalagi masalah yang dipunyai Ken tidak pernah sesederhana masalah orang lain.
(^_^)(^_^)
Mereka bertiga masih diam di dalam mobil, Tissa pun yang biasanya suka asal nyablak kini tidak berkata apapun. Dia bingung akan posisinya saat ini "Jauhi River" ucap Daddy Hen kemudian memecah keheningan yang ada. Tissa spontan mendongak, menatap sang Daddy yang duduk di belakang kemudi. "Dad--"
"Tissa, ini semua demi kebaikan kamu sendiri" sela sang Mommy, kali ini Mommy Rain setuju dengan sang suami. Lebih baik Tissa menjauh dari River sampai semua masalah selesai. Dia tidak ingin anaknya terlalu ikut campur. "Kenapa? apa yang Mommy sama Daddy takutin sih?"
"Kita nggak mau kamu terlibat lebih jauh dengan masalah mereka, Tissa. Daddy membatalkan semua rencana yang melibatkan kamu" Mommy Rain menoleh kebelakang, menatap wajah anaknya yang kini hampir menangis. Mana mungkin dia bisa menjauh dari River? Tissa tidak bisa!
"Mommy tau, Tissa nggak pernah punya temen di Bina. Tissa sengaja nggak cerita masalah ini ke Mommy ataupun Daddy karena nggak mau buat kalian khawatir. Semenjak ada River, hidup Tissa berubah. Dia yang jadi temen Tissa, Dad, Mom. Jadi, disaat River punya masalah bukankah seharusnya Tissa ada di samping dia buat menyemangati dia? Apalagi, River itu sepupu Tissa"
Pasangan suami istri itu saling tatap, mereka menelan ludah. Tak menyangka kalau kejadiannya akan seperti ini. Tissa sudah terisak di seat belakang, cewek itu semakin terisak saat kedua orang tuanya tak kunjung menjawab perkataannya tadi. Daddy Hen menjalankan mobil putihnya "Kamu nggak tau seberat apa masalah mereka, Tissa."
"Tissa nggak peduli, Mom, Dad"
"Tissa, kamu harus nurut sama Daddy dan Mommy. Atau lebih baik kamu pindah ke Aussie saja?"
Cewek berpipi chubby itu tak bisa membantah lagi, dia malah akan jauh dari Regan-River juga Arsen yang saat ini pacaran dengan dia. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, Tissa tidak tau. Tapi yang pasti, cewek itu akan tetap dekat dengan River dan dia tidak akan menjauhi River.
(^_^)(^_^)
River turun dari kamarnya, hari ini dia akan mulai masuk sekolah kembali setelah satu minggu cuti dan menghabiskan waktu di London. Di meja makan sudah ada Opa dan Oma berikut Arsen yang tengah menyantap sarapan nya. Ngomong-ngomong, mereka berdua belum juga baikan. Entah mau sampai kapan keduanya akan terus bertengkar seperti itu. "Morning Oma, Opa" sapa cowok ber netra sipit sembari menarik kursi di samping sang kakak."Morning, River" jawab kedua orang tua itu bersamaan.
Oma Mirna menyiapkan nasi di piring River, lantas mengambilkan lauk dan lain-lain. Kalau kurang River bisa menambahi sendiri. Kebersamaan kecil yang membuat keluarga Purnama terkesan hangat sampai sekarang. Opa Johan berdehem, pria tua itu tak bisa tinggal diam lebih lama lagi saat melihat anak dan cucunya bertengkar "Ehem, ada yang ingin Papa bicarakan sama kamu Arsen" ucap pria itu membuat Arsen yang sibuk dengan sarapannya kini harus mendongak.
“Iya, Pa?"
“Kamu udah dewasa, beberapa bulan lagi Papa harus pensiun. Mulai sekarang setelah pulang kuliah kamu bisa ke kantor dan mulai belajar mengurus perusahaan. Nanti Om Johnny yang akan mengajarimu” lanjut Papa Johan dengan lembut, memang, mengingat usia pria itu seharusnya dia sudah duduk di rumah dan anaknya yang menggantikan. Tapi, dia tak bisa mengandalkan Radista yang tinggalnya di London, harapan satu-satunya yakni Arsen. “Kedua, masalah Tissa. Papa tau hubungan kalian masih tahap pacaran jadi Papa tidak akan menganggap serius, hanya saja, saat kamu mulai serius dengan Tissa kamu harus pikirin resiko dan tindakan apa yang harus kamu ambil"
"Pindah kepercayaan" gumam cowok itu pelan. Papa Johan mengangguk membenarkan. Kini tatapan nya beralih pada River yan jadi pendengar.“Dan ketiga, ini untuk River. Lepasin Tissa karena kamu masih punya janji sama seseorang, Lami.” mendengar nama itu River mengerjap beberapa saat, sementara Arsen langsung menoleh kesamping, Opa Johan mengembangkan senyumnya “Opa dapat kabar dari panti asuhan di bogor, kalau seseorang bernama Lami menelfon kesana dan menanyakan tentang Opa. Kamu tau artinya apa?”
“Lami masih ingat sama River” jawab River, otaknya jadi tidak karuan sekarang. Rasa bahagia langsung menyerang membuat senyum di wajah tampannya timbul. Arsen yang juga ikut merasa senang spontan menepuk pundak adiknya, menyuguhkan senyum berdimple manisnya. “Right, dan sekarang dia ada di Indonesia. Kalian berada di negara yang sama, tinggal takdir yang akan mempertemukan kalian kembali”
Kedua cowok tampan itu saling tatap, lantas sama-sama mengalihkan tatapan pada pria berkulit keriput yang duduk di kursi kepala "Papa serius?" suara Arsen lebih dulu menyela, River menatap sang Opa tanpa kedip. “Dari tadi Papa juga serius, Arsen. Dan sekarang Papa minta kalian berpelukan dan saling minta maaf”
Tanpa ragu Arsen langsung memeluk River “Sorry ya, gue tau sikap gue kemaren childish banget”
“Gue juga, Bang. Mana pake kabur ke London lagi”
Opa Johan dan Oma Mirna saling tatap dan saling melemparkan senyum. Setidaknya mereka sudah berbaikan, dan setidaknya Arsen akan bisa diandalkan kalau suatu saat hari itu tiba, hari dimana River akan bertemu dengan sang Daddy. Opa Johan dan Oma Mirna tau soal itu lantaran Mommy Ra kemarin menelpon dan berpesan untuk terus menjaga River dan mengawasi cowok itu. Mommy Ra masih belum rela kalau River harus bertemu dengan laki-laki yang sudah membohonginya selama belasan tahun lamanya.
Kedua remaja itu pamit untuk berangkat ke kampus dan ke sekolah. Kini tinggalah Oma dan Opa yang ada di meja makan “Sudah bukan waktunya kita ikut campur, Ma. Radista pasti bisa menyelesaikan semuanya dengan baik. Mama nggak perlu khawatir soal Ra, karena disana ada Zee yang akan melindungi dia"
“Mama khawatir sama mental River, Pa”
Opa Johan mengelus punggung tangan Oma Mirna “Papa yakin dia kuat”
(^_^)(^_^)
Regan menatap pantulan wajah nya pada kaca spion, masih tampan seperti biasa. Cowok itu menyugar rambut, lantas nge-wink genit. Dia bangga akan visual nya yang luar biasa tampan. Tapi kalau sudah bersanding dengan Arsen, mendadak Regan jadi insecure. Oh iya, sampai sekarang Ira belum menghubungi Regan lagi, tapi cowok itu tidak terlalu khawatir lantaran Ira sudah janji akan menemuinya nanti. Tissa menepuk pundak Regan membuat sang empu kaget, cewek itu mengembangkan senyum nya lebar-lebar.
“Haii!!”
"Bikin jantungan aja lo pagi-pagi gini"
"Gue mau minta maaf nih, mau pake cara b aja tau pake cara yang anti mainstream?" tanya cewek berpipi itu lagi sembari menatap Regan dengan intens, kali ini dia serius ingin meminta maaf. Cowok menerawang ke depan dengan senyum tipis yang membingkai wajah tampannya, bukannya menjawab Regan malah mengalungkan lengannya di leher Tissa membuat sang empu kaget. Regan turun dari atas motornya. “Gimana kalo lo traktir gue di kantin selama seminggu?”
“Deal”
Bagi Tissa, sahabat adalah segalanya. Ditinggal River dan Regan membuat cewek itu merana dan kesepian, Tissa juga tidak keberatan kalaupun kedua sahabatnya itu meminta ditraktir selama sebulan di kantin asalkan mereka tidak marah dan menjauhi Tissa lagi. Dan soal larangan itu, Tissa tak peduli. “Jadi, lo ngilang selama 5 hari ternyata pergi ke rumah River? di London?”
“Iya, gue butuh nenangin diri.” jawab Regan, mereka berjalan bersamaan menuju kelas “Lo tau nggak, Tiss. Mommy nya River cantik banget, mana perhatian dan humble. Pokoknya kalo lo ketemu pasti suka deh”
Tissa terdiam, Mommy River berarti tantenya. Tante yang tidak pernah Tissa temui, bahkan dia tidak tau bagaimana bentuk wajah yang barusan Regan bilang cantik “Yah, sayang nya lo nggak ikut sih kemarin. Kita bertiga jalan-jalan dong, dan lo tau apa yang lebih asik? ternyata diem-diem River punya Daddy cadangan”
“Hah? maksud lo?” kini Tissa kepo, Daddy cadangan? maksudnya River punya Daddy selain Omegot nya? atau gimana? Regan hanya mengangkat bahu “Ntar deh, lo tanyain sendiri sama dia. Gue duluan, bye” Regan melenggang pergi saat selesai mengantarkan Tissa sampai di kelas dengan selamat. Di lorong Regan bertemu dengan Amanda, cowok itu tersenyum manis “Pagi, Manda” sapa Regan, Amanda cemberut, dia melipat tangan di depan d**a “Cie, ngambek. Kangen ya sama gue?”
“Lo pasti sengaja kan kabur-kaburan gitu?” tanya Amanda ketus, Regan menarik lengan cewek itu untuk duduk “Gue lagi ada masalah, Man, kemarin. Jadi, dari pada nambah masalah gue kabur aja”
“Dan biarin gue nahan kangen disini sendiri?”
Senyum di wajah Regan timbul, dia tak menyangka kalau Amanda akan sefrontal itu mengatakan kalau dia kangen tanpa gengsi, tipe cewek yang disukai oleh Regan. “Tapi sekarang udah ketemu kan?”
Amanda mendekatkan wajahnya, membuat Regan terkejut tapi cowok itu hanya diam dan tidak bergerak maupun menjauh “Boleh peluk nggak?”
“Ya allah nih cewek ya, berani benar. Masih di sekolah, Manda”
Keduanya terkekeh. Regan bangkit dari duduknya, mengacak pelan rambut Amanda “Gue duluan ya” ucap cowok berambut coklat itu lantas berlalu, Amanda hanya bisa menatap punggung Regan yang mulai menjauh, dia senang lantaran Regan sudah kembali, kini Amanda benar-benar sudah jatuh hati pada cowok yang lebih muda 1 tahun darinya itu.
Sisi menghadang Regan saat cowok itu hendak masuk ke dalam kelas, sepagi ini Regan sudah melakukan interaksi dengan 3 cewek sekaligus “Ini apalagi sih anak rabbit” celetuk Regan membuat Sisi mendengus, enak saja dia dikatai anak kelinci! Regan yang melihat wajah ngambek Sisi kini jadi gemas sendiri “Minggir ih, Si. Cogan mau masuk nih”
“Cogan p****t ayam! lo kudu minta maaf dulu ke gue karena nggak masuk sekolah selama 5 hari dan lo nggak bales chat gue juga”
Cowok itu tersenyum “Sisi yang baik, yang cantik, yang imut kayak anak rabbit, gue minta maaf ya udah cuekin elo selama 5 hari karena gue lagi ada masalah. Udah kan? sekarang biarin Cogan lewat ya, Si”
Sisi mengembangkan senyumnya “Silahkan lewat, Cogan p****t ayam”
Dengan kesal Regan mengacak rambut Sisi membuat rambut panjang cewek itu kini jadi berantakan “Regan!” teriak Sisi membuat Regan langsung berlari agar tidak kena pukulan gemoy dari cewek rabbit. Sementara di tempatnya River duduk sebari menggeleng-gelengkan kepala “Udah godain berapa anak orang lo sepagi ini?” tanya cowok itu saat Regan duduk di sebelahnya.
“Apaan sih, itu spontan. Nggak ada niatan kok”
Keduanya terkekeh.
Di luar kelas, tanpa diperhatikan siapapun, sedari tadi Ira terdiam menatap Regan yang berinteraksi dengan ciwi-ciwi SMA Bina, Regan masih belum berubah, manis terhadap siapapun hingga sering di salah artikan. Denyut nyeri di d**a membuat Ira kehilangan mood nya, tapi cewek itu harus tetap mengembangkan senyum lantaran hari ini adalah hari pertamanya sekolah.
“Come on, Ra. Kamu pasti bisa!”