Kedua cowok yang baru saja menginjakan kaki di bandara itu nampak sangat lelah, terlihat jelas dari aura wajah mereka berdua. Setelah mengambil koper masing-masing kedua cowok itu berjalan keluar Bandara lantaran taxi yang akan mengantarkan mereka berdua ke rumah sudah menunggu. Awalnya sih, Arsen menawarkan untuk menjemput, Regan tentu saja langsung setuju, tapi River malah menolaknya. Ngomong-ngomong soal Regan, sedari tadi cowok itu tak hentinya menguap, padahal di dalam pesawat Regan sudah banyak tertidur.
Bandara selalu ramai, untuk berjalan keluar pun mereka harus berhati-hati agar tidak tabrakan dengan pejalan kaki lainnya. Regan terus menguap beberapa kali, dia benar-benar ngantuk sekarang. Karena kondisi nya yang setengah sadar dan tidak Regan tak sengaja menabrak seseorang. Cowok itu kaget, spontan meminta maaf “Maaf, maaf” Regan menatap pria yang berdiri di depan nya, pria berjaket hitam dan memakai topi sekaligus masker. Cowok itu menatap sedikit takut kearah laki-laki yang ada di depannya yang tak kunjung merespon permintaan maaf Regan.
“Lain kali kalau jalan hati-hati, yang jalan disini bukan kamu saja, mengerti?” ucap laki-laki itu, netranya beralih menatap River, pria itu terkejut. Mundur selangkah, dan hendak kabur, tapi suara Regan mengintrupsi pria itu lagi “Iya, maaf, Pak” ucap Regan kemudian.
River pun ikut meminta maaf, cowok ber netra sipit itu menatap pria yang ada di depannya sekilas lantas segera mengajak Regan untuk pergi dari situ. Tatapan pria yang ditabrak oleh Regan belum beralih dari punggung River, membuat cowok dengan eye smile itu menoleh kebelakang, lantas menggeleng-geleng kepala. “Kok firasat gue nggak enak gini ya” celetuk River.
“Kenapa? lo takut Om-om tadi ngejar kita?” tanya Regan yang sudah kehilangan rasa kantuknya. River menggeleng-geleng, entah ada apa dengan hatinya yang mendadak resah seperti ini. “Udahlah, dia nggak bakal ngelakuin itu.” lanjut Regan ringan.
“Bukan, jantung gue deg-degan dari tadi”
“Yang nabrak orang kan gue kenapa yang deg-degan elo?”
“Ah, taulah!”
Sementara masih di dalam bandara, pria yang ditabrak oleh Regan dan River masih belum bergerak sama sekali. Lutut nya gemetar, dadanya sesak dengan nafas yang memburu. Pria itu lantas melepaskan topi yang sedari ia kenakan, selanjutnya dia melepaskan masker yang menutupi wajah tampan berjambang tipis itu. Kini, terpampang jelas wajah seorang yang dikira dunia sudah meninggal, wajah yang begitu banyak menyakiti orang lain di masa lampau. Wajah itu adalah wajah Kendric Abraham, setelah 17 tahun lamanya dia akhirnya kembali menginjakan kaki di Indonesia lagi. "River.." gumam Ken, pelupuknya basah. Sebelum pria itu benar-benar menangis, dia memakai masker dan topinya kembali lantas berjalan keluar bandara lantaran sahabat nya sudah menunggu, siapa lagi kalau bukan Rido Mahesa Gunawan.
Langkah Ken semakin cepat menuju mobil hitam yang terparkir di depan bandara, mobil HRV yang sejak dulu belum diganti oleh Rido terlihat masih mulus dan Ken tidak akan salah mengenali. Sahabatnya itu terlalu menyayangi mobil pertama nya hingga dia rela mengeluarkan uang ratusan juta hanya untuk merawat mobil kesayangan nya sampai saat ini. Tapi langkah kaki Ken harus terhenti saat netranya menangkap sosok lain yang tengah bersama dengan Rido. Dia River, dan Ken menduga kalau yang ada di sampingnya itu adalah anak dari sahabatnya. Itu artinya, cowok yang menabrak dia tadi adalah Regan, kenapa Ken tidak bisa mengenali? Ah, mungkin pikiran pria itu tersita oleh keberadaan River.
“Cih, kenapa harus sekarang sih?”
(^_^)(^_^)
Tok.tok.
Papa Rido menurunkan kaca mobilnya, pria itu mendongak seraya melepaskan kaca mata hitamnya. Menatap remaja tampan yang tengah berdiri di depan dia "Regan? Kamu ngapain disini?" tanya Papa Rido bingung, dia tidak tau kalau Regan akan pulang hari ini juga. Dia fikir Regan masih betah tinggal di London bersama Radista.
“Seharusnya Regan yang tanya ke Papa, kenapa Papa ada disini? Nggak mungkin kan Papa mau jemput Regan?" diberondong pertanyaan seperti itu membuat Papa Rido jadi gelagapan sendiri. Regan benar-benar mewarisi kebiasaan Papa Rido yang kritis. Pria itu tersenyum singkat, dia tidak mungkin memberitahu Regan kalau dia disini sebenarnya untuk menjemput Ken, apalagi disitu ada River.
"Papa lagi nunggu partner bisnis" Papa Rido membuka pintu mobil, lantas dia keluar. Kini Dad and Son itu saling berhadapan, dan tanpa aba-aba Papa Rido langsung menjewer telinga Regan membuat sang empu sontak berteriak kesakitan. “Aw! Pa, sakit, aw! ampun, iya, lepasin dulu, Pa!” Cowok itu menggeliat kesakitan, River yang berdiri di samping hanya bisa menatap tanpa membantu Regan.
“Masih berani bicara sesantai itu sama Papa setelah kamu kabur dari rumah, hah?!”
Papa Rido melepaskan jewerannya pada telinga Regan, sang empu langsung mengusap salah satu indera terpenting nya itu dengan sebal. Bagaimana mungkin Papa nya tega melakukan hal se memalukan itu di depan teman anaknya? Kan bisa nanti di rumah, Cowok itu menatap sang Papa dengan kesal “Dahlah, Regan mau pulang”
“Heh?! kenapa pertanyaan Papa nggak di jawab?”
“Ntaran dirumah, lagian Regan capek. Papa nggak bisa ngertiin anak sedikit apa ya?" Regan dan River berjalan menuju taxi yang sudah lumutan menunggu penumpangnya sedari tadi. Papa Rido tak ingin mencegah dan membiarkan kedua remaja itu pergi. Taxi yang di tumpangi oleh anak nya kini sudah melenggang ke jalanan. Papa Rido kembali masuk ke dalam mobil, lantas mendial nomor ponsel milik sahabatnya yang tak kunjung datang. "Lo dimana? Gue udah di depan"
“Bentar, gue jalan kesitu”
Tak lama Ken datang dan langsung masuk ke dalam mobil, Papa Rido tanpa membuang waktu lebih banyak lagi langsung menancap gas hingga mobil kesayangan nya meluncur mulus ke jalanan. Keduanya terdiam beberapa saat, Papa Rido menoleh sekilas kearah sahabat yang sudah bertahun-tahun tak pernah ia temui lantaran memang itulah keinginan Ken. Dia tidak ingin ditemui oleh siapapun. "Gimana kabar lo?" Papa Rido mendesah kecewa "Klise banget ya, sejak kapan kita jadi se canggung ini?" lanjut pria itu sembari terkekeh.
"Always fine" jawab Ken, atau mulai dari sekarang sebut saja Daddy Ken dengan santai. Pria itu tak nampak canggung sama sekali, dia enjoy. "Lo sendiri gimana? Safa?" yap, biar bagaimanapun Daddy Ken tetap menganggap Rido dan Safa adalah sahabatnya. Meski dia sangat membenci keluarga Bagaswara yang sudah menghancurkan kehidupan pernikahan dia dengan Radista. Ah sudahlah, tak perlu membahas keluarga itu lagi karena hanya akan membuka luka lama kembali.
“Gue baik, begitupun Safa. Meski kadang emosinya sering naik, gue dan Regan yang selalu jadi sasaran. Anak itu nggak tau gimana masa lalu Mama nya, dan nggak heran kalau kadang Regan punya pikiran bahwa Mama nya itu aneh"
"Ngomong-ngomong soal anak lo, tadi gue sempat ketemu." ucap Daddy Ken memberitahu "Tadi dia nggak sengaja nabrak gue di bandara. Dan lo tau apa artinya itu?"
"Lo juga ketemu sama River??"
Ken mengangguk.
"Hal yang bikin gue seneng sekaligus sakit, dimana kita bertemu tapi dia bahkan nggak ngenalin gue sebagai Daddy nya" gumam Daddy Ken, pria itu tersenyum miris meratapi nasib. Tapi tak lama Daddy Ken menarik dan menghembuskan nafas, "Tapi sekarang tekad gue udah bulat, gue kesini untuk menemui River dan mengaku di hadapannya secara langsung"
Papa Rido tak tau harus menjawab seperti apa, lampu menyala merah, Papa Rido menghentikan mobilnya. Pria itu menoleh ke arah Daddy Ken "Lo bener-bener sudah siap, Ken? Maksud gue, kalo lo ketemu sama River cepat atau lambat lo juga bakal ketemu sama Radista. Dan status lo di mata dunia itu sudah meninggal, lo tau apa reaksi yang akan di berikan sama Ra nantinya?"
“Gue belum mikirin gimana soal Radista, yang ada di pikiran gue saat ini cuma River. Gue pengen dia tau kalau Daddy nya masih hidup. Dan tentang bagaimana reaksi Radista nanti, gue bakal tanggung semua resikonya"
“Jadi Ken, gue mau tau satu hal" Papa Rido kembali menjalankan mobilnya "Status lo sama Ra itu masih suami istri nggak sih? Bukankah surat yang lo sodorin belasan tahun yang lalu itu adalah surat palsu? Dalam artian nama kalian nggak terdaftar cerai. Tapi di samping itu, lo udah ngelepas tanggung jawab selama ini sebagai seorang suami dan ayah"
Daddy Ken terekeh. Dia juga tidak tau bagaimana nasib hubungan pernikahan yang dia jalani belasan tahun yang lalu. Apakah sudah terhitung cerai atau belum? Kalau ada yang tau tolong beritahu Daddy Ken agar pria itu bisa mengambil langkah selanjutnya. Karena tak tau jawaban nya, Daddy Ken tak menjawab pertanyaan Papa Rido. "Oh iya, Do. Menurut lo gimana reaksi River pas nanti tau gue masih hidup?"
"Kaget lah pastinya, pake tanya lagi"
"Yaudah selow dong, lo nggak ketemu gue bertahun-tahun aja masih suka nge-gasin gini ya." Daddy Ken menoleh kearah sahabat nya yang tengah menyetir mobil "Btw, thanks lo mau bekerja sama dengan perusahaan gue."
Papa Rido mengangguk singkat, dia tau kalau sahabat nya itu sangat berharap bisa bertemu dengan River. Sebagai seorang ayah, Papa Rido juga tau apa yang tengah dirasakan oleh Daddy Ken. Maka dari itu, dia ingin membantu sebisanya, tapi kalau masalah ini merembet dan semakin panjang plus rumit, Papa Rido angkat tangan. Dia sudah punya keluarga sendiri yang harus di urus, tidak melulu mencampuri urusan keluarga orang lain.
“Hm, you're welcome" tak lama Papa Rido kembali berceletuk “Denger-denger keponakan lo juga tinggal di Jakarta ya?” tanya pria itu lagi. Ken menoleh, dia mendengus lantas mengangguk. “Hm, kalo gue bisa males banget ngakuin dia sebagai ponakan. Lo bayangin aja, baru umur 17 tahun aja udah minta Audi A5”
Mereka berdua sama-sama memecahkan tawa, Papa Rido melihat betapa betenya wajah Daddy Ken saat membahas soal keponakan nya yang tak lain dan tak bukan adalah Tissa. Cewek berpipi cubby yang punya sifat menyebalkan. Entah bagaimana kabar cewek itu hari ini, apa dia sudah bertemu dengan River atau belum, tidak ada yang tau. "Jadi, lo mau langsung ke Apart?"
“Nggak, gue mampir ke rumah Hen dulu"
"Ngomong-ngomong soal Hen, kemarin gue ketemu sama dia di restoran. Dan lo tau betapa kagetnya gue ternyata Regan juga kenal sama anaknya Hen, Tissa ya namanya? Yah, akhirnya kita makan bareng. Dan semua terjadi begitu saja, sekarang mereka berdua udah tau kalau ternyata mereka itu masih kerabat jauh lantaran Rain-Safa sepupuan"
Daddy Ken menoleh "Apa Regan juga tau kalau gue masih hidup?"
Papa Rido menggeleng "Kemarin dia nanyain soal masa lalu keluarga River, gue sama Safa nggak mau cerita apapun ke dia karena itu bukan jangkauan yang harus Regan ketahui. Tapi dia malah marah dan kabur ke London"
"Untunglah, soalnya kalau dia tau gue masih hidup bukan nggak mungkin kalau Regan bakal bilang ke River"
"Tenang aja, anak gue nggak ember kok"
Pada akhirnya Daddy Ken tidak jadi pulang ke rumah Hen, lantaran rumah Hen tepat berada di samping rumah River. Dia masih belum siap kalau harus bertemu hari ini juga, jadi Daddy Ken memutuskan untuk pulang ke Apart saja. Nanti kalau ada apa-apa biar adiknya atau Tissa yang mendatangi dia. Oh iya, Hen masih ada di Indonesia, belum tau kapan akan kembali ke Aussie.
(^_^)(^_^)
London, kemarin.
“Who are you?!”
“Please forgive me I only run errands”
Mommy Ra terpengkur di tempat duduknya, tadi setelah pulang dari Bandara Zee memutuskan untuk mengantarkan wanita itu hingga sampai di rumah dengan selamat. Meski beda mobil, tak masalah. Tapi saat mobil mereka sampai, netra pria itu menangkap sosok pria dengan gerak gerik yang mencurigakan, tanpa basa basi lagi Zee segera memburu sosok itu hingga tertangkap. Kini mereka bertiga ada di dalam rumah Mommy Ra. Kalian tau sosok itu siapa? Yaps, Spy yang dikirim oleh Daddy Ken untuk memata-matai kegiatan Mommy Ra. Tapi wanita itu masih belum tau kalau ternyata Ken lah yang mengirim. Dia masih syok dengan kejadian di bandara tadi, dimana dia melihat sosok pria yang postur tubuhnya mirip sekali dengan Ken.
“It’s okay, I will take him to the police” ucap Zee lagi, dia tidak tega melihat wajah kosong Mommy Ra.
“Do not! please don’t”
Radista menatap pria yang mengenakan pakaian serba hitam itu. Tatapan nya berubah tajam mengintimidasi “Who told you to spy on me?!” tanya wanita itu dengan suara mendesis namun nadanya sangat tajam.
“Someone”
Zee menarik hidung penguntit itu hingga sang empu ngap-ngapan “Who?! or I’ll take you to the police station”
“Mr. Kendirc Abraham”
Mommy Ra seperti di sengat aliran listrik ribuan volt saat mendengar nama itu kembali disebut, nama yang sudah belasan tahun tak pernah dia dengar lagi. tubuh Mommy Ra bergetar hebat, wanita itu menelan ludah susah payah. Air mata tiba-tiba menggenang di pelupuk membuat Zee buru-buru mendekat kearah wanitanya. Pria itu mencengkram bahu Mommy Ra “Are you okay?” tanya Zee khawatir.
“He is lying!”
“No! I’m not lying!”
Duda berwajah tampan itu menatap kedua orang yang tengah bersamanya, entah ucapan siapa yang harus dipercayai sekarang. Di satu sisi, Zee tidak mengenal siapa Kendric Abraham, tapi di sisi lain melihat keterkejutan Mommy Ra membuat Zee sadar kalau seseorang yang barusan di sebut adalah seseorang yang begitu dekat dengan Mommy Ra, pertanyaan nya, siapa?? Tak mau salah paham, Zee menoleh ke arah Mommy Ra yang diam bagaikan patung “Who is Kendric Abraham?” tanya Zee pelan, dia tak bisa memaksa di saat kondisi wanita nya terguncang seperti ini.
Entah apa yang ada di pikiran Mommy Ra saat ini, wanita itu masih diam meski mendengar Zee bertanya kepada dia. Mulutnya susah sekali untuk terbuka dan menjawab pertanyaan yang barusan di lontarkan oleh laki-laki yang selama ini ada disampingnya dan membantu dia. Dengan sedikit memaksa Mommy Ra menoleh, kini tatapan wanita itu bertemu dengan tatapan mata Zee “He is my ex-husband who died” gumam Ra menjawab pertanyaan Zee.
Pria itu mengusap wajahnya kasar, pantas saja Mommy Ra begitu terguncang. Siapa yang tidak syok saat mendengar suami yang dia kira sudah meninggal kini kembali hidup dan namanya di sebut? “You just rest, let me investigate everything” kata Zee, dia mengelus pundak Mommy Ra dengan sayang, dia tidak ingin hal buruk terjadi pada wanitanya.
“Let’s go to the police station, dude!” ucap Zee sembari menarik tubuh penguntit yang hanya bisa pasrah “Please don’t jail me” kata si penguntit yang tidak di hiraukan oleh Zee.
Di sofa, Radista masih diam. Dia memikirkan apa yang terjadi saat ini, tidak mungkin kalau mantan suaminya hidup lagi. Jadi, yang tadi dia lihat di bandara.. benar-benar Ken? Dan,.. apakah pria itu benar-benar masih hidup?
“Kenapa takdir selalu mengajakku bercanda?”