Kebingungan Damar

1081 Kata
"Nih uang Kamu yang pegang, jangan lupa untuk membayar cicilannya setiap bulan!"kata Pratiwi kepada Damar. "Kenapa jadi Damar yang harus membayar? uang ini bahkan hanya setengahnya saja dari yang Ibu sebutkan tadi?"kata Damar protes dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. "Mau bagaimana lagi? takkan ibu yang membayar semuanya? Ibu bahkan hanya mendapat uang darimu saja!"kata Bu Pratiwi. "Bu aku ini terancam akan dipecat dari pekerjaanku kalau aku tidak bisa mengembalikan uang jatah dari perusahaan untuk Nadine! tidak main-main lho Bu jumlahnya 3 juta dikali 3 tahun!"Damar mencoba menjelaskan yang menjadi kegundahannya. Bu Pratiwi tak mau tahu dengan apa yang menjadi kesusahan anaknya tersebut, dia tetap pada pendiriannya yang mengatakan bahwa Damar harus membayar semua uang pinjaman yang ada. "Jangan begini dong mbak, tolong kasihani aku sedikit saja! selama ini kan aku selalu membantu mbak sarah dan juga Ibu, tak kan kali ini kalian tidak bisa membantuku?"banyak Damar semakin gusar. Damar teringat dengan rumah yang ditempati oleh kakaknya, rumah tersebut adalah rumah bersertifikat yang tentunya bila digadaikan ke bank akan bisa mendapatkan uang untuk dia mengganti ke perusahaan. "Mbak aku mau pinjam sertifikat tanahmu dulu, nanti jika urusan kantorku sudah selesai, aku pasti akan mengembalikannya!"kata Damar mencoba meminjam sertifikat tanah yang dimiliki oleh sang kakak. "Apa yang mau aku pinjamin ke kamu? sertifikat tanah ini bukanlah punyaku melainkan punya orang tua dari suamiku! tentu tentu sertifikatnya mereka yang simpan!"jawab Sarah yang seketika membuat harapan Damar terkubur begitu saja. "Aku harus bagaimana mbak? aku harus meminta tolong kepada siapa lagi?"tanya Damar frustasi. "Kamu itu lho Damar, punya otak mbok ya di pakai buat berpikir, punya masalah begitu saja, kok bingungnya sampai segitunya? lemaaahhhh!!!!"cibir sang kakak. Merasa tak mendapatkan solusi dari masalah yang dihadapinya, Damar lebih memilih untuk meninggalkan rumah sang kakak membawa uang sisa yang ada. "Semoga saja Bu bos mau memaklumi kondisiku!"batin Damar penuh harap. Sementara Damar bingung dengan keadaannya beda dengan Nadine yang sudah mulai menata hidupnya. Nadin mulai memasarkan hasil karyanya dengan cara PO dan delivery. dibantu oleh Sari dan juga Ine yang memasarkan dagangan Nadine lewat sosmed dan juga offline membuat Nadine tak kepayahan dalam mencari pelanggan. Untuk masa promosinya dia menerapkan diskon 30% untuk pemesanan setiap makanan yang dibuat oleh Nadine, masa promosi itu diberlakukannya selama satu minggu. Sambutan dari para pelanggan cukup antusias, di mana dalam satu minggu itu ada pesanan lebih dari 20 macam kue kering dan juga kue basah, dan semua pelanggan itu didapatkan dari Sari dan juga Ine. diskon 30% lah yang menjadi daya tarik dagangan yang dipromosikan oleh mereka. "Alhamdulillah ternyata tak sulit untukku mencari nafkah untuk anakku, semoga menjadi jalan rezeki yang baik untuk kita ya nak?"gumam Nadine. Gibran tak pernah rewel seolah dia mengetahui kesibukan dan kondisi dari mamanya tersebut, Gibran selalu bermain sendiri tentu saja dengan pengawasan Nadine di sela-sela dia membuat kue. sedangkan kegiatannya membuat cerita online akan dia lakukan di malam hari di saat dia akan mengistirahatkan badannya, minimal 2 sampai 3 bab dia akan membuatnya di malam hari dan akan mempublikasikannya di siang hari, begitulah caranya membagi waktu supaya tidak keteteran. Nadine belum memikirkan tentang hubungannya dengan Damar, dia memutuskan akan mengesahkan perceraiannya dengan Damar saat nanti uangnya sudah terkumpul kembali. Bukan menyepelekan tentang status, melainkan dia ingin menenangkan pikirannya dulu, bohong jika dia mengatakan bahwa dirinya tak terguncang dengan perpisahan yang dialaminya bersama Damar. Tapi dia mencoba untuk berdamai dengan keadaan agar dirinya tak ikut terguncang karena ada seorang anak yang menjadi tanggungannya kini, dan itulah yang menjadi prioritasnya sekarang. **** Oleh karena beban dari kantor yang mengharuskannya membayar uang tunjangan yang ditujukan untuk istrinya, gini Damar merasa pusing dan tak bisa konsentrasi dalam bekerja. Uang 25 juta yang diserahkan kepada perusahaan tak mampu meringankan masalahnya yang harus mengembalikan uang dalam waktu 2 minggu, karena dua hari lagi masa tenggang itu sudah selesai. "Maaf pak, pak Damar diminta untuk ke ruangan bos sekarang!"kata seorang office boy yang mendatangi Damar dan menyampaikan pesan tersebut. Dengan langkah lunglai Damar pun berjalan menuju ke ruangan yang dimaksud, Damar sudah bisa memprediksi apa yang akan dibicarakan oleh bosnya tersebut. Fikirannya semakin palu karena dia tak menemukan solusi dari uang yang harus dikembalikan, bahkan saat dia menghubungi Nadine pun Nadine enggan untuk menjawabnya, lebih parahnya lagi Damar tak mengetahui di mana Nadine kini tinggal. Padahal Raden tinggal tak jauh dari tempat kontrakannya yang lama. entah mengapa Damar tidak bisa mencium keberadaan istrinya tersebut. Sesampai di ruangan milik sang bos, Damar langsung mengetuk pintu dan izin untuk masuk. "Silakan duduk pak Damar!"kata bisnya yang bernama Indrawati itu. "Tentu anda sudah tahu kenapa Anda saya panggil ke sini?"tanya Bu Indra kemudian dan dibalas dengan angkutan oleh Damar. "Bagaimana? apakah uangnya sudah ada?"tanya Bu Indra. "Maaf Bu,,!"hanya kata itu yang terucap dari bibirnya di kamar. "Saya tidak ingin mendengar kata maaf, karena di sini yang kamu dzolimi bukanlah saya meskipun iya perusahaan saya yang kamu coreng namanya!"jelas Bu Indra. "Kamu tahu perusahaan ini bukan perusahaan company, perusahaan ini saya rintis dari nol sehingga sebesar sekarang, jatuh bangunnya hanya saya sendiri yang tahu bagaimana rasanya, dengan seenak udel saja anda mencoreng nama perusahaan saya jangan kelakuan Anda yang sangat tak pantas itu!"mendengar perkataan dari Bu Indra membuat Damar semakin menundukkan kepalanya. "Sesuai kesepakatan yang ada, jika dalam 2 hari kedepan kamu tidak bisa mengembalikan uang yang saya minta, maka bersiaplah kamu untuk berpindah profesi menjadi OB!"keputusan dari bosnya tersebut berhasil membuat Damar tersentak kaget. Damar sama sekali tidak menduga jika penurunan jabatannya itu langsung ke posisi bawah yaitu sebagai OB. "Tapi Bu,, kenapa penurunan jabatan langsung ke OB?"tanya Damar memberanikan diri meskipun sangat takut-takut. "Pilihan ada di tangan anda pak, Anda bisa mengundurkan diri jika tidak terima dengan posisi tersebut!"kata Bu Indra tegas. "Apakah kinerja saya selama ini di perusahaan tidak bisa menjadi pertimbangan untuk keputusan ibu? saya sudah cukup lama loh bu bekerja di sini, bahkan sebelum saya menikah!"kata Damar mencoba mendebat. "Kalau anda sudah sekian lama bekerja di sini, tentunya anda pun sudah tahu tentang sebab musabab juga peraturan kantor yang harus anda patuhi? dan pun jika Anda melanggar tentunya anda lebih tahu seperti apa konsekuensinya!"kata Bu Indra. "Saya sangat malu memiliki pekerja seperti anda! Anda menzalimi seorang istri yang bahkan rela mendampingi Anda melayani anda di sumur kasur dan dapur! bahkan uang yang anda katakan nafkah itu tak layak Anda berikan kepadanya!"kata Bu Indra penuh emosi. "600.000? tak ada 10% dari uang yang Anda hasilkan setiap bulannya! sepertinya anda itu perlu memeriksakan diri ke psikiater, adakah otak anda yang geser di sana? saya kok merasa curiga tentang hal itu!" kata Bu Indra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN