Bab 6

2469 Kata
Aku baru saja keluar dari kamar mandi setelah membersihkan tubuh dan mengguyur kepalaku dengan air dingin. Entah sejak kapan itu telah menjadi kebiasaanku ketika aku sudah merasa lelah lahir batin dalam menghadapi semua. Aku akan menghabiskan hampir satu jam lebih di dalam kamar mandi untuk menenangkan pikiran. Merawat diriku dengan barang-barang mahal yang telah kubeli dari uang bulanan yang kudapat sejak aku menjadi istri Gio. Aku akan dengan senang hati menghabiskan waktu dengan semua barang itu dan membuat tubuhku merasa nyaman dengan aroma-aroma yang segar dan membuatku tenang. Yah anggap saja uang bulanan itu merupakan gajiku selama bertugas menjaga Gio. Seiring aku membuka pintu kamar mandi, bau harum yang semerbak langsung keluar dari tempat itu memenuhi kamar. Aku dengan santai melangkah sekitar ruang dan berdiri di depan cermin panjang dengan bathrobe putih panjang setengah paha yang tengah kukenakan. Kedua tanganku sibuk mengeringkan rambut panjang hitamku yang basah dengan lembut. Aku merasa segar setelah menghabiskan waktu lama dalam kamar mandi. Harum sampoo dan sabun masih tercium semerbak dari kepala serta tubuhku dan itu membuatku nyaman. Pilihan yang tepat ketika aku mencoba wangi yang baru. Wangi ini lebih membuatku tenang. Mataku mengarah pada cermin di depanku, menampilkan sosok diriku yang tanpa riasan sama sekali. Terlihat begitu polos dan segar. Dengan kecantikan ini, aku yakin aku bisa mencari pria lain di luar sana, andai aku belum menikah dengan Gio. “Haa.. hentikan pikiran ini. Itu hanya akan membuatku merasa kembali lelah,” gumamku sembari menghela napas lelah. Benar. Tidak ada yang bisa kulakukan walau aku telah memikirkan hal itu sepanjang hari. Kenyataan tidak akan bisa berubah, dan aku juga tidak bisa merubahnya. Karena pada dasarnya aku juga telah dimanja dengan kemewahan yang telah kuterima dalam rumah ini. Sejak aku menjadi istri Gio, aku memiliki uang banyak, aku bisa membeli apa pun yang kusuka, aku bisa membayar semua hutang dan memberikan uang bulanan untuk Bapak dan Ibuku di rumah. Namaku menjadi terhormat di tempatku tinggal dan tetanggaku juga melihat keluarga kami dengan lebih baik. Intinya semua berjalan dengan lebih baik. Yang perlu kulakukan hanya tetap bersabar di sisi Gio dan menjadi istri serta babunya dengan baik di depan kedua mertuaku. Haha, miris sekali bukan? Tenggelam dalam lamunanku untuk beberapa saat hingga tiba-tiba pintu kamar terbuka lebar. Aku langsung menoleh ke arah siapa yang datang. Pandangan mataku langsung tertuju pada sosok Gio yang kini berdiri di depan pintu. Pandangan mata Gio nampak tertuju padaku. Lagi, aku bisa melihat pandangan mata pria itu yang seolah tidak terganggu sedikit pun akan bagaimana penampilanku. Melihat raut wajah datar itu sering kali membuatku bertanya-tanya, apa yang sebenarnya ada dalam pikiran Gio tiap kali dia melihatku. Walau aku hanya memakai lingerie tipis yang bisa menampilkan hampir seluruh tubuhku pun rasanya tetap tidak akan bisa membuat Gio tertarik padaku. Karena itu, aku sudah terbiasa dengan berpakaian terbuka di depan Gio. Hanya dengan memakai bathrobe seperti ini saja tidak akan menunjukkan perbedaan untuk pria itu. Bisa dibilang, aku sudah tidak merasa malu lagi jika harus berkeliaran di sekitar Gio dengan pakaian terbuka jika kami hanya berdua dalam kamar ini. Aku masih melihat Gio yang baru saja memasuki kamar kami dan menutup pintunya dalam diam. Jika hari biasanya, aku akan langsung melempar senyum pada pria itu dan menunjukkan perhatian berlebih padanya sebagai seorang istri yang penuh perhatian. Tidak perduli Gio akan menyambut perhatianku dengan raut wajah dingin mendekati raut wajah yang menunjukkan bahwa dia sangat terganggu dengan kehadiranku di sisinya. Tapi hari ini, aku merasa lelah untuk berpura-pura. Aku merasa sangat berat untuk sekedar menarik sudut bibirku dan tersenyum di depan Gio. Tentu saja perasaanku masih menyimpan kekesalan penuh terhadap kejadian hari ini. Karena itu, aku hanya ingin sesekali bersikap seperti diriku sendiri dan menunjukkan pada dunia, setidaknya menunjukkan pada Gio bahwa hatiku tengah merasa buruk saat ini. Lagi pula Gio tidak akan perduli dengan perasaanku bukan? Pria itu hanyalah seorang pria dengan keterbatasan mental, yang jelas tidak akan perduli dengan apa yang kurasa. Tidak akan menjadi buruk jika sesekali aku akan menunjukkan perasaanku yang sebenarnya di depan Gio. Karena itu, aku lalu memalingkan wajah darinya seolah aku tidak perduli dengan kehadirannya. Seperti yang aku duga, Gio juga seolah tidak perduli dengan sikap dinginku. Pria itu melangkah dengan santai menuju kamar mandi yang baru saja kupakai dan menutup pintunya dengan rapat. Entah apa yang akan dia lakukan di dalam sana, aku tidak perduli. Aku masih sibuk mengeringkan rambut panjangku yang kini kulakukan dengan bantuan hair dryer. Tidak perlu sampai begitu kering, tapi juga tidak begitu basah untuk mengeringkan rambutku. Aku masih bisa merasakan dinginnya kepalaku karena kondisi rambutku itu. Dengan begitu aku bisa lebih mudah tidur dengan nyenyak. Aku beralih melangkah menuju closet dan mencari baju untuk kugunakan tidur malam ini. Setelan piyama biru dengan corak gambar panda yang lucu menjadi pilihanku. Aku mulai melepas bathrobe dan memakai piyama tersebut. Setelah itu aku beralih ke meja rias dan mulai mengoleskan krim malamku, melakukan skincare rutinitas di malam hari yang bisa membuat wajahku terasa lebih segar. Sepanjang aku melakukan rutinitas malam itu, aku baru menyadari bahwa aku tidak mendengar suara apa pun dari dalam kamar mandi sejak Gio memasuki tempat itu. Mau tidak mau aku bertanya-tanya dalam hati. Apa yang tengah pria itu lakukan di dalam sana? “Dia tidak tertidur di sana kan?” gumamku pada diri sendiri sembari menatap pintu kamar mandi. Aku menjadi curiga sendiri. Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku untuk memeriksanya? Tapi untuk sisa hari ini aku tidak ingin melakukan apa pun yang berhubungan dengan Gio lagi. Aku ingin mengabaikan pria itu saja, tapi di sisi lain jika terjadi sesuatu dengan Gio, Mama Ratna bisa memarahiku habis-habisan nanti. “Ha... di saat seperti ini pun dia tetap saja membuatku kesal dan tidak tenang!” gerutuku sembari menghela napas panjang. Namun sepertinya semua kekawatiranku itu tidak menjadi beralasan ketika detik kemudian aku mendengar suara shower dari dalam sana. Aku yang hendak bangkit berdiri untuk memeriksa Gio, menjadi terhenti di tempat dan memasang telinga lebih tajam untuk mendengar suara dari dalam. “Ahh... dia tengah mandi sekarang,” gumamku sekali lagi. Menyadari hal itu, aku mulai melanjutkan kegiatan rutinku yang sempat terhenti. Beberapa waktu kemudian aku siap untuk membaringkan diri di atas ranjang. Aku menyamankan diri di sana, menghadap ke arah samping dan mengatur posisi rambutku sedemikian rupa agar tidak mengganggu tidurku nanti. Harum wangi yang segar dan lembut dari aroma rambut dan tubuhku masih menguar dan membuatku merasa nyaman sekaligus puas. Aku telah memutuskan untuk memakai aroma yang kugunakan ini sampai nanti. Aku mulai memejamkan kedua mataku yang sudah terasa berat. Lalu samar-samar aku bisa mendengar suara pintu kamar mandi yang dibuka. Ahh... Gio sudah menyelesaikan acara mandinya, batinku dalam hati. Aku tidak berniat untuk bergerak seinci pun dari posisi nyamanku saat ini dan hanya membiarkan telingaku mendengarkan tiap suara yang Gio keluarkan dalam tiap pergerakannya. Aku bisa mendengar suara dari Gio membuka kloset pakaian, memakai bajunya, dan melangkah mendekat, lalu membaringkan diri di atas ranjang kami berdua. Benar, beruntung pria itu masih mau tidur seranjang denganku walau di awal dia menunjukkan tanda ketidak sukaannya. Bertahun-tahun bersama dengan Gio aku akhirnya mengerti bahwa Gio tidak suka sentuhan berlebihan. Dia selalu mendorongku menjauh dari sisinya ketika dia merasa aku merebahkan diri terlalu dekat dengannya. Karena itu, sebisa mungkin aku akan menjaga jarak dari Gio ketika berada di atas ranjang. Aku tidak ingin Gio mendorongku jatuh ketika aku berada dalam tidur lelap di malam hari. Itu akan sangat menyakitkan. Lampu malam dimatikan menyisakan lampu tidur dalam kamar kami, menunjukkan bahwa pria itu berniat untuk tidur. Aku merasa lega karena telah melewati hari ini dengan penuh kerja keras, serta dalam hati aku berharap esok hari akan aku akan diberikan kesabaran lebih tinggi dalam menghadapi Gio serta semua orang lagi. Untuk beberapa saat tidak ada suara apa pun dalam kamar remang-remang ini. Aku masih menutup kedua mataku yang terasa berat, tapi pikiranku tetap tidak bisa mengistirahatkan diri. Aku tidak kunjung bisa tertidur dan itu mulai membuatku kesal. Aku yakin Gio sudah jatuh dalam alam mimpinya. Mungkinkah aroma baru yang kupakai ini justru membuatku sulit menuju alam mimpi? Padahal wanginya terasa sangat nyaman untukku. Aku mencoba menenangkan pikiranku kembali dengan menghitung angka satu sampai sepuluh dengan tempo pelan, sepelan mungkin. Hingga aku merasa aku akan bisa menuju alam mimpi pada hitungan ke delapan, andai aku tidak merasakan pergerakan kecil di belakangku. Pergerakan Gio tersebut berhasil membuyarkan konsentrasiku dan membuatku aku mengetapkan bibir dengan gemas. Aku harus menghitung dari awal lagi, batinku. Namun langkah kemudian berhasil membuatku terkejut ketika tiba-tiba aku mulai merasa hembusan napas yang mendekat pada tengkuk leherku. Diringi dengan suhu tubuh panas Gio yang mulai mendekatiku. Berlanjut dengan satu tangan Gio yang tidak pernah kusangka akan melingkar dengan nyaman memeluk perutku. Seketika jantungku berdebar begitu kencang hingga tanpa sadar aku membuka kedua mata dengan lebar. Apa ini?! Apa ini, apa ini, apa ini?! Apa yang tengah Gio lakukan ini? Bukan aku, tapi Gio sendiri yang bergerak mendekati diriku lebih dulu! Jantungku semakin berdebar dengan begitu kencang. Aku tidak percaya. Saking tidak percayanya sampai aku ingin membalikkan diri dan melihat dengan kedua mataku sendiri bahwa Gio memang benar melakukan pergerakan terlebih dulu padaku. Namun aku terlalu pengecut untuk melakukan hal itu. Aku takut jika aku melakukan hal itu, Gio akan beralih seperti dirinya yang biasanya, berpaling dariku dan menjauh. Aku tidak ingin itu terjadi. Aku ingin Gio menjadi lebih dekat denganku. Perasaan ini seperti kau mencoba untuk mendekati seekor kucing dan berusaha menarik perhatiannya agar kucing itu mau mendekati dirimu. Aku harus bersabar untuk kucing itu mau mendekatiku walau dalam hati aku setengah mati ingin memaksakan diri memeluk kucing tersebut. Aku harus berhati-hati dan tetap bersabar menunggu kucing itu mendekatiku, karena jika aku melakukan pergerakan yang salah, maka kucing itu akan lari dari jangkauanku. Tidak jauh berbeda dengan posisiku saat ini. Aku berusaha tetap diam menanti pergerakan Gio yang selanjutnya hingga rasanya tubuhku menjadi tegang. Aku berharap Gio tidak menyadari keteganganku ini dan berakhir membuat pria itu kembali menjauh dariku. Aku bisa mati frustasi jika hal itu terjadi karena aku sangat menanti kejadian luar biasa ini. Selama tiga tahun! Bayangkan selama tiga tahun aku telah menunggu Gio bisa mendekatiku lebih dulu, atau hanya sekedar berbicara terlebih dulu padaku. Itu bukan hal yang mudah. Aku bahkan tanpa sadar telah menahan napas karena pelukan dari tangan Gio pada bagian perutku. Dalam keheningan di antara kami aku bisa merasakan wajah Gio semakin mendekati area tengkukku yang membuatku merasa geli. Hembusan napasnya di sana mau tidak mau membuatku merinding. Ini adalah kali pertama kami dalam posisi yang begitu intim sebagai pasangan suami dan istri. Mau tidak mau aku mengharapkan hal yang lebih dari pergerakan Gio saat ini. Wajahku terasa memanas. Akankah kami akan melakukan hal itu malam ini? Maksudku hubungan suami istri. Pada kenyataannya aku telah menanti malam pertama kami sejak lama. Aku ingin merasakah hubungan pernikahan yang sesungguhnya. Hubungan panas yang biasa banyak dari pengantin baru rasakan. Namun aku harus mengubur keinginan itu karena kondisi mental Gio yang di luar batas normal. Aku bahkan pernah berpikir bahwa aku mungkin akan menjadi perawan tua, dan itu sangat menakutkan untukku jika harus memikirkan hal itu. Bukankah malam ini adalah sebuah keajaiban? Mungkin ini adalah tanda awal pada kelanjutan hubungan kami sebagai pasangan suami istri yang sesungguhnya. Aku hampir memekik tertahan ketika aku merasakan Gio tiba-tiba bergerak memelukku dengan erat. Kini aku seolah bisa merasakan bibir dan hidung Gio sesekali menyentuh tengkukku dengan halus. Rongga dadaku terasa sesak karena pergerakan kecil itu. Gio tiba-tiba menggesekkan wajahnya pada tengkuk leherku, dan mendekatkan diri padaku. Aku, aku bisa merasakan tubuh hangat Gio yang menempel pada punggungku. Jangan lupakan sesuatu yang mengganjal pada area bawah sana. Begitu dekatnya tubuh kami hingga aku bisa merasakan tonjolan di bawah sana yang menempel dan sesekali menggesek area pantatku. Aku menyadari walau kondisi mental Gio tidak senormal pria lainnya, tetap saja Gio adalah pria dewasa dengan tubuh yang juga dewasa. Aku bisa merasakan tonjolan di bawah sana terasa keras dan besar hingga membuatku menelan air ludah dengan susah payah. Aku juga tidak jarang memerhatikan tonjolan besar itu pada tiap kali kesempatan yang ada di hari-hari biasa kami. Tentu saja aku memerhatikan tanpa sepengetahuan Gio, dan tidak perlu melihat secara langsung untuk membuktikan bahwa hal itu berukuran besar. Ini benar-benar membuatku gila. Aku menggigit bibir bawahku dengan kuat karena rasa gugup sekaligus antusias akan pergerakan Gio tersebut. Gio, Gio, Gio, dalam pikiranku saat ini telah dipenuhi nama Gio, suamiku, dan menanti dengan tidak sabar pergerakan apa yang akan pria itu lakukan padaku setelah ini. Lalu untuk beberapa saat ke depan aku tidak merasakan pergerakan lagi. Hal lanjutan yang telah kunanti-nanti tidak kunjung kurasakan hingga membuatku tertegun di tempat. Kenapa Gio hanya diam? Kenapa Gio tidak melanjutkan pergerakannya? Pria ini masih memelukku dengan erat, akan tetapi aku tidak merasakan apa pun lagi dari pergerakannya selain hembusan napasnya yang keluar secara teratur menerpa tengkuk leherku. Perasaanku mulai tidak enak. Aku secara perlahan mulai memalingkan wajah untuk melihat ke arah Gio. Dia menutup mata dengan rapat tepat di depan mataku. Akhirnya aku menyadari bahwa Gio telah jatuh tertidur dengan lelap. Bayangan akan malam panas kami saat ini, seketika buyar dalam pikiranku. Aku menghela napas panjang dan pelan. Merasa tidak tahu harus bagaimana lagi dalam menghadapi Gio. Rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya di wajah pria ini dan menunjukkan betapa kecewanya aku. Kenapa kau melakukan hal ini padaku?! Kenapa kau meninggikan harapanku jika akhirnya kau hanya berakhir jatuh tertidur seperti ini?! Aku merasa gila. Aku menjadi panas sendirian terbakar gairah hanya karena pergerakan kecil dari pria ini. Namun dia hanya mengakhiri hal dengan jatuh tertidur begitu saja. Apa aku hanya sebuah candaan untukmu?! Semua itu adalah apa yang ingin aku teriakkan di depan Gio. Namun tentu saja aku berakhir menelan semua kalimat itu dalam kerongkongan dan meninggikan kesabaran dalam hati. Dengan lemas aku memerhatikan wajah tidur Gio yang terlihat pulas. Sekali lagi untuk beberapa saat aku hanya diam melakukan hal itu. Tenggelam dalam pesona wajah tampan milik Gio yang ada di hadapanku saat ini. Gio terlihat seperti malaikat ketika tidur dan itu membuat hatiku merasa sakit sekaligus hangat di waktu bersamaan. Bagaimana pun kesalnya aku pada posisiku saat ini, aku tetap merasa tidak bisa menghiraukan Gio dan berpaling darinya. Hati nuraniku seolah menyuruhku untuk tetap bersama dengan Gio. Mungkin karena aku memiliki rasa simpati pada kondisi mental Gio ini, dan itu yang membuatku bertahan untuk tetap berada di sisinya. Aku tidak pernah menyangka bahwa aku ternyata memiliki hati yang seluas samudera untuk tetap bertahan bersama Gio hingga sejauh ini. Apa boleh buat? Malam ini mungkin hanya sampai di sini. Bagaimana pun juga ini adalah kali pertama Gio mendekati diriku terlebih dulu, dan tidur sembari memeluk tubuhku. Aku akan menikmati sisa malam ini dalam pelukan tangan Gio dan memandang wajah tidur Gio dari jarak dekat seperti ini hingga aku tenggelam dalam tidur nanti. Bukankah itu tidak buruk? Pada akhirnya aku bergerak menarik sudut bibir dan tersenyum lembut mengagumi wajah tampan Gio malam ini.

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN