Bab 8

1188 Kata
Tidak biasanya Andrian pulang kantor di jam-jam seperti ini, tapi dia ingin segera membereskan masalahnya dengan Aline. Iya dia sudah memutuskan untuk melepaskan Aline. Dia sebenarnya tidak ingin melepaskan Aline, namun dia juga tidak mau menahan Aline terlalu lama di sini. Wanita itu tidak mencintainya, tidak menginginkan kehadirannya. Jadi untuk apa dia menahannya lagi, lagi pula ada baiknya juga Aline segera pergi dari sini. Agar dia bisa menata hatinya, karena jika dia terus menahan Aline di sini. Dia takut dia tidak bisa mengontrol, dan malah melukai Aline dengan menahannya di sini dengan segala cara. Dan menjadikannya lelaki b******k, tidak dia tidak mau seperti itu. Cukuplah waktu kebersamaan dirinya selama tiga bulan ini dengan Aline, menjadikan dirinya suami yang bahagia. Dia tidak mau kemaruk, yang membuat dirinya akan menyesal. Andrian berjalan menuju kamarnya, dia segera bersih-bersih karena tak ingin membuat Aline menunggu terlalu lama. Tak berapa lama kemudian, dia keluar kamar dengan tubuh yang segar dan sudah berpakaian rapi. Andrian kemudian turun ke bawah, karena ia yakin jika Aline sudah menunggunya di sana. Begitu dirinya turun, dia tidak melihat Aline di ruang keluarga atau pun ruang tamu. Ia berjalan menuju dapur, dan di sana baru lah dia melihat Aline. Alis nya terangkat ke atas melihat Aline yang masih memakaih dress rumahan. Dilihatnya wanita itu juga tengah menata makanan di atas meja, membuat dirinya heran. "Kau sudah selesai bersih-bersih?" Tanya Aline ramah sambil menunjukkan senyum tipisnya yang membuat Andrian kembali heran. Andrian tidak menjawab, dia hanya menganggukan kepalanya. "Tunggu sebentar, setelah ini kau bisa makan." Ujar Aline sambil menaruh sup ke atas meja. "Kenapa kau memasak?" Andrian masih berdiri di belakang kursi memandang Aline yang masih sibuk. "Duduk lah," Perintah Aline yang masih tidak digubris Andrian. "Kau tidak perlu melakukan ini, aku bisa makan di luar. Ayo ganti pakaianmu kita pergi ke rumah orangtuamu." Andrian berujar kemudian membalikan badannya, namun ketika dirinya akan berjalan meninggalkan dapur. Aline berseru, membuat Andrian tidak jadi melangkah. "Aku minta maaf, tidak seharusnya aku menumpahkan amarahku kepadamu kemarin. Aku hanya, entah lah aku juga tidak tahu apa yang terjadi pada diriku kemarin." "Aku kemarin melihat mantan kekasihku, sudah lama aku tidak bertemu dengan dia semenjak aku memutuskan untuk menyetujui pernikahan denganmu. Jadi, kemarin aku lost control dan marah kepadamu. Aku benar-benar minta maaf, tidak seharusnya aku berkata seperti itu. Maafkan aku, aku benar-benar menyesal." Setelah Aline mengelurkan kata-kata itu, hatinya terasa ringan. Karena seharian ini dia telah memendam rasa bersalahnya pada Andrian. Ia baru menyadari jika dirinya salah setelah dia menangis, dia baru bisa berpikir dengan jernih setelah tangisnya reda. Dia benar-benar merasa t***l dan memalukan, tidak seharusnya dia berkata-kata seprti itu kepada Andrian. Maka dari itu lah dia menyiapkan ini, dia sengaja memasak untuk makan malam mereka. Berharap Andrian mau memaafkannya, karena dia tidak tahu dengan cara apa dirinya meminta maaf. Sedangkan Andrian sendiri yang mendengar permintaan maaf dari Aline hanya bisa terdiam. Dia menimbang-nimbang, apakah dia akan memaafkan Aline atau mendiamkan wanita itu. Jujur saja saat kemarin, ketika Aline mengularkan perkataannya. Perasan dirinya tercubit, tidak tahu mengapa jika mencintai seorang wanita harus sesakit ini. Tapi dia sadar, cinta butuh pengorbanan dan dia mencoba untuk mengorbankan perasaannya. "Tidak apa, aku sudah memaafkan mu." Aline tersenyum senang, mendengar jawaban Andrian. "Tapi kau benar, maka dari itu. Ayo kita ke rumah orangtuamu," Wajah Aline berubah ketika mendengar nama kedua orangtuanya. "Tidak, bukankah kau sudah memaafkanku?" Kini Andrian berbalik memandang Aline. "Iya," "Lalu untuk apa kita ke rumah orangtua ku?" "Bukankah kemarin aku sudah bilang? Aku akan mengembalikan kamu ke rumah orangtuamu?" Aline menggeleng. "Maafkan aku, Andrian. Kita tidak perlu ke rumah orangtuaku, kita bisa melanjutkan pernikahan ini sampai bulan kedelapan sesuai kesepakatan kita." Andrian memandang Aline dengan raut wajah yang tidak tergambarkan. "Kenapa?" "Apa?" Aline malah balik bertanya bingung. Andrian menghela napasnya. "Aline, apa bedanya dengan sekarang atau nanti? Kita akan tetap berpisah, bukankah jika sekarang itu lebih bagus? Kau akan secepatnya kembali dengan kekasihmu." Aline diam, perkataan Andrian memang benar. Hanya saja dia sudah memikirkannya dengan matang, dia berjanji kejadian kemarin tidak akan terjadi lagi. Dan tidak akan menyalahkan Andrian, tapi mendengar perkataan Andrian yang begitu membuat dirinya dilema. "Kau tidak perlu khawatir, aku berjanji tidak akan melibatkanmu dalam alasan perpisahan kita. Jika itu yang membuatmu dilema." Aline semakin merasa bersalah mendengar perkataan Andrian yang seperti itu. "Tidak, aku benar-benar minta maaf Andrian. Maaf jika kemarin malam perkataanku membuatmu bingung atau membuatmu terluka. Aku berjanji tidak akan berkata seperti itu lagi," Andrian diam memandang Aline yang jujur saja memang, membuat dirinya bingung. "Sebaiknya kau pikirkan lagi, jangan membuatmu menyesal, Line." Setelah mengatakan itu Andrian berbalik, kemudian pergi, berjalan kembali ke kamarnya meninggalkan Aline yang wajahnya kini berubah. Dia memandang semua masakannya di atas meja, dia mengela napasnya dengan rasa sesak. Ternyata seperti ini rasanya tidak di acuhkan, kerja kerasnya dengan memasak semua makanan untuk Andrian tidak dipedulikan pria itu. Andrian sepertinya benar-benar marah kepadanya, sampai dia tidak mau memakan masakannya. Padahal dia seharian ini belajar memasak untuk pria itu, ini semua untuk menebus kesalahannya kemarin. Yang dia berpikir jika Andrian akan memaafkannya jika dirinya memasak makanan malam untuknya. Tapi dugaannya salah, dan itu membuat dirinya sedih sekaligus terluka. Aline memandang kedua tangannya yang memerah, dan terdapat beberapa luka yang hampir mengering. Ini bukti jika dirinya seharian ini belajar memasak, tangannya beberapa kali terkena pisau. Bahkan ketika dia membersihkan udang, tangannya ikut terluka. Rasanya ia ingin menangis saja, usahanya tidak mendapat apresiasi apa-apa. Andrian kembali ke dapur setelah dia berganti pakaian degan pakaian santai. Ditangannya dia membawa antiseptik dan juga hansaplast. Kedatangan Andrian yang kembali ke dapur rupanya tidak dirasakan oleh Aline. Karena wanita itu masih saja sibuk dengan pikirannya, membuat Andrian yang melihatnya bingung. Tanpa kata Andrian mengambil tangan Aline lalu mulai mengobati kedua tangan Aline yang terluka. Saat itu lah Aline tersadar jika Andrian kembali ke dapur. Mata Aline tiba-tiba saja berkaca-kaca, dia kembali menuduh Andrian tadi. Karena dia pikir Andrian tidak peduli setelah apa yang dia lakukan seharian ini. "Kau tidak usah memasak lagi," ujar Andrian setelah selesai mengobati luka tangan Aline. Aline seketika menarik tangannya yang masih di genggam oleh Andrian. Wanita itu kemudian duduk di kursi makan membiarkan Andrian yang masih berdiri di sampingnya. "Jika kau tidak mau memakan masakanku tidak apa, aku bisa membuangnya." Rupanya Aline salah paham dengan perkataan Andrian. Pria itu berjalan menuju kursi yang berada di seberang Aline kemudian duduk di sana, memandang Aline yang ternyata wanita itu memalingkan wajahnya. "Tidak Aline, maaf jika membuatmu salah paham. Aku hanya tidak ingin membuatmu repot dan membuat kedua tanganmu terluka. Aku tidak apa jika setiap hari harus membeli makan, sungguh." "Kau melukai perasaanku," "Maaf aku tidak bermaksud, baiklah aku tidak akan memaksamu. Lakukan apapun yang ingin kau lakukan," "Tidak, kau benar. Aku tidak akan melakukan hal bodoh seprti ini lagi, karena percuma. Tidak ada yang akan memakannya." Balas Aline yang kini beranjak dari duduknya, kemudian pergi meninggalkan Andrian. Sebelum Aline benar-benar pergi, wanita itu kembali berujar. "Jangan memakannya, aku takut kau akan sakit perut jika kau memakannya. Aku akan membuang makanan itu, kau tunggu saja di sini aku akan memesankan makanan untukmu." Setelah berkata seperti itu, Aline benar-benar pergi meninggalkan Andrian. Yang kini gantian membuat dirinya merasa bersalah. TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN