Aline begitu merindukan Romi, tapi dia tidak bisa untuk menemui pria itu. Dia takut Romi nekat, karena dia tahu Romi pria seperti apa. Andai saja, dia memiliki keberanian untuk kawin lari mungkin dia akan bahagia menikah dengan cinta. Tidak seperti ini, pernikahannya membosankan karena dia sendiri tidak pernah menganggap pernikahan ini nyata. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak mau di anggap durhaka oleh kedua orangtuanya. Selama ini kedua orangtuanya selalu menuruti keinginannya, selalu memenuhi tanggung jawabnya. Dan dia tidak bisa membalas itu semua, maka dari itu lah dia menerima pernikahan ini.
Aline yang sedang menonton tv berdecak mendengar ketukan pintu kamarnya.
"Aline, boleh saya masuk?"
"Mau ngapain?" Balasanya ketus.
"Ini saya mau kasih dimsum, tadi saya habis meeting di tempat ini. Saya tahu kamu suka makan ini, jadi saya belikan untuk kamu."
Aline diam sebentar, masih tidak membukakan pintu untuk Andrian. Sebenarnya Andrian sering membelikannya camilan seperti ini, entah pria itu memang tahu atau mencari tahu mengenai makanan kesukaannya. Tapi jangan harap jika Aline akan luluh, hatinya tetap untuk Romi. Dan Andrian hanya pria yang menghalangi kebahagiannya dengan Romi.
"Yaudah saya simpan di atas meja ya, cepat di makan dimsumnya. Kalau dingin nanti nggak enak," ucap Andrian lagi yang menaruh sebungkus dimsum di atas meja dekat dengan pintu kamar Aline.
Aline mendengarkan dengan seksama langkah kaki Andrian yang menjauhi pintu kamarnya. Ketika dirasa Andrian sudah pergi, barulah dia beranjak dari ranjang dan membuka pintu kuncinya. Matanya melirik ke samping kanan, tempat meja kecil yang berada di sana. Aline tersenyum melihat bungkusan dimsum dengan merk yang dirinya tahu. Dia segera mengambilnya, lalu kembali masuk ke dalam kamar. Tanpa Aline tahu, jika Andrian tengah mengawasinya dibalik pintu kamarnya. Pria tampan itu tersemyum tipis melihat senyum Aline. Dia berharap jika suatu saat nanti, Aline akan luluh dan mencintainya.
Aline memakan dimsum dengan lahap, rasanya sudah lama sekali dirinya tidak memakan camilan kesukaannya. Pernikahannya dengan Andrian lah yang membuatnya seperti ini, dia terlalu banyak berpikir sehingga dia melupakan apa yang dia sukai.
_
_
_
_
_
Aline sebenarnya ingin menolak ajakan Andrian untuk menemui mertuanya itu, namun dia juga tidak ingin dianggap menantu kurang ajar. Dia ingin keluarga Andrian menyukainya, meskipun pernikahan mereka tidak normal.
"Hanya satu hari kan?" Tanya Aline begitu mereka turun dari mobil Andrian.
"Iya, hanya satu hari."
Aline kemudian menggandeng lengan Andrian dengan mesra, tak lupa wajahnya menampilkan senyum bahagia. Andrian yang berdiri di samping Aline hanya bisa tersenyum miris, wanita yang menggandeng lengannya itu adalah seorang aktris. Dan dia jelas seorang aktor, karena dia pun berlaku sama. Berpura-pura di hadapan keluarga dan orang lain jika mereka adalah sepasang suami istri yang harmoni, dan saling mencintai. Tapi kenyatannya tidak seperti itu, kenyataannya adalah kebalikannya.
Aline dan Andrian di sambut hangat oleh ibu Andrian, wanita paruh baya itu tersenyum senang melihat anak dan menantunya yang telah datang. Mereka bertiga berjalan langsung ke ruang makan, yang sudah ada anggota keluarga yang lain. Aline bertemu pandang dengan adik iparnya, wanita itu memandang Aline remeh. Bahkan kini mereka duduk berhadapan, yang sebenarnya dia malas sekali.
Wanita penjilat itu mulai melancarkan aksinya dengan bertanya pada Andrian tentang apa makanan yang dia inginkan. Yang tentunya Aline segera mengambil alih tugas wanita ular itu.
"Biar aku saja, Tik. Suamiku tidak akan suka jika orang lain yang mengambilkannya." Balas Aline dengan senyum penuh kepalsuan.
Tika seolah di ingatkan jika dirinya tidak memiliki hak untuk berlaku seperti itu pada Andrian. Wanita itu kembali duduk dengan senyum dipaksakan dan memulai memakan makananya.
"Kapan kalian bulan madu? Mama ingin cepat-cepat mendapatkan cucu dari kalian." Seru mama mertua Aline.
Wajah Aline berubah kecut, namun dia kembali memasang senyum.
"Aline ikut Andrian saja, Ma. Mungkin kalau pekerjaan Andrian sudah longgar."
"Kalau begitu Papa akan menukar pekerjaanmu dengan Arian,"
"Tidak, tidak Pa. Aline tidak mau menyusahkan Arian hanya karena kita akan berlibur." Tolak Aline.
Tika yang mendengarnya mendecih sinis, jelas sekali dia tidak menyukainya.
"Tidak apa Kakak ipar, tidak usah khawatir. Itung-itung aku belajar menjadi big boss," gurau Arian dengan senyum menenangkan.
Jika seperti ini Aline hanya bisa pasrah, ucapannya tadi seperti buah simalakama. Seharusnya dia tidak banyak omong, dia pikir ucapannya tadi akan membuat dirinya tidak jadi untuk berbulan madu, tapi malah sebaliknya. Dan Aline jelas menyesali keputusannya.
Setelah makan malam itu usai, mereka berpindah menuju ruang santai. Mama mertua Aline menanyai tentang kesibukan Aline selama di rumah, Aline menceritakan yang sejujurnya dan itu membuat mama mertuanya itu tersenyum berbinar. Karena Andrian benar-benar memperlakukan Aline sebagai ratu. Mereka kemudian kembali berbincang banyak hal, sampai membuat Aline mengantuk. Aline kembali ke kamarnya begitu mama Andrian menyuruhnya untuk beristirahat.
Aline berpikir jika Andrian sudah berada di kamarnya, karena sejak dirinya berbincang dengan ibu mertuanya. Aline tidak melihat Andrian, dan berpikir jika pria itu telah tidur duluan namun rupanya salah. Aline tidak melihat Andrian di kamarnya, dia merasa itu tidak penting dan membuat Aline memilih untuk tidur.
Aline bergerak gelisah, matanya masih terbuka kantuknya menghilang ketika dirinya merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia melihat jam dinding yang menunjukan pukul 1 dini hari, dan sampai saat ini Andrian belum juga masuk ke dalam kamar.
Aline melihat gelas di atas nakas yang tidak berisi air, wanita itu mendengus. Pantas saja dia tidak bisa tidur, dia belum meminum air putih ketika akan tidur. Mungkin ini lah alasannya dia masih terjaga hingga sekarang. Dengan malas dia beranjak dari ranjangnya, mengambil gelas kosong untuk di isi air.
Aline berjalan dengan pelan menuruni tangga menuju dapur, dia bukan penakut. Dia sering berkeliaran di rumahnya saat tengah malam dan lampu gelap. Namun dia merasa berbeda, karena dia berada di rumah Andrian bukan rumahnya.
Sesampainya di dapur dia segera mengisi gelasnya dengan air lalu meminumnya. Dia juga membawa air di dalam botol untuk berjaga-jaga jika dirinya haus. Aline berjalan, kembali melangkah menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Ketika dirinya akan menaiki anak tangga, dia melihat Andrian keluar dari ruang gym dengan wajah letih dan terlihat berkeringat. Tempat gym itu di dekat halaman belakang rumah, yang jaraknya beredekatan dengan dapur. Ingat, Aline memiliki mata yang tajam, matanya juga masih sangat sehat. Jadi jelas saja dia bisa melihat Andrian dengan wajah seperti itu, dia bertanya-tanya apa yang dilakukan suaminya itu di tempat gym jam segini? Sampai kemudian dia melihat Tika yang keluar dari tempat gym juga dengan wajah merah dan pakaian yang acak-acakan.
Sebenarnya Aline tidak ingin ambil pusing tentang kelakuan Andrian dan juga Tika. Namun akan merepotkan dirinya jika kedua orangtuanya tahu tentang kelakuan gila suaminya itu. Tak ingin dirinya di anggap sebagai tukang intip, Aline segera menaiki anak tangga dengan cepat. Dan dia berpura-pura tidur agar tidak membuat Andrian curiga.
Tak berapa lama pintu kamar yang ditempatinya itu terbuka, Andrian melirik Aline yang tidur membelakanginya. Pria itu melangkah menuju kamar mandi guna membersihkan dirinya yang berkeringat.
Aline yang masih terjaga diam-diam mendengus sinis, tidak menyangka jika suaminya itu bermain gila dengan adik iparnya sendiri. Dia bersyukur karena sampai sekarang, dia tidak termakan oleh perhatian Andrian.
Tbc