BAB 1: Pertemuan Itu

1110 Kata
BAGIAN I : Sebuah Kisah Kecil BAB 1: Pertemuan Itu  “Apa liat-liat” sikap yang begitu sembrono—mencari masalah tanpa melihat keadaan yang tengah dihadapinya. Pria berpakaian formal, dengan mobil mewah di sampingnya itu menatap remeh segerombolan pria yang ikut menatapnya kesal. “Woy bocah sadar diri, bentar lagi dibuat mampus lo sama om-om ini” Meludah sembarangan—mengenai sepatu orang yang terlihat seperti pemimpin gerombolan itu. Si anak lelaki ternyata cukup tinggi nyali. Berang, emosi yang semula masih bisa dibendung kini sudah mencapai batas kesabaran. “Bunuh ajah, trus telanjangin, abis itu buang ke kobakan comberan” yang mendapat tatapan membunuh meraih dasinya—melepas dasi itu lalu seolah memasang pose akan berkelahi. Meski degup jantungnya terpacu—nafasnya memburu—bulir pilu bercucur linu. Nyali baja nyatanya tak searah dengan raga sang penantang maut. Seharusnya dalam keadaan seperti ini tubuhnya tidak boleh terlihat gemetar sedikit pun bukan?. Pria berpakaian formal itu maju mulai melawan beberapa preman yang memegang senjata tajam, melawan hanya dengan bermodalkan dasi di tangan. Beberapa kali ia terkena pukulan, bahkan para preman sudah menyimpan senjata tajamnya—tampak ingin menyakiti bocah tengik di hadapan mereka lebih dulu, sebelum benar-benar serius melawan. Dilihat dari manapun bocah itu hanya mempelajari dasar untuk menjaga diri. Tidak akan sulit menumbangkanya, sama sekali tidak. Memar di wajah putih korban pengeroyokan itu sudah mulai semakin menjadi. Dia sudah benar-benar kalah dan mendapatkan pukulan di setiap sisi tubuhnya. “Wah-wah, bukanya sedikit keterlaluan kalo misalkan tiga belas lawan satu?” kegiatan mereka terhenti. Menatap gadis kecil yang tersenyum sambil melambaikan tangan kepada pemimpin preman itu. “Oy om lo dapet mangsa bagus hem? Tapi gimana yah gue tadi denger lo bilang mau bunuh. Kalo dibunuh jadi banyak polisi yang bakal datang di daerah ini loh”. Gadis yang semula duduk di atas tembok jalan itu menjatuhkan dirinya dan menatap keadaan korban yang sudah cukup babak belur. “Ga usah ikut campur lo, pergi sana. Jangan pikir karena bapak lo itu gue jadi ga berani nyakitin lo. Mau gue bunuh juga? Atau mau diperkosa dulu sebelum dibunuh?”. Gadis yang tampaknya memiliki tinggi hanya sekitar 148 cm itu memiringkan kepalanya memasang wajah takut. Tawa terdengar, salah seorang preman mendatangi si gadis dan menyentuh pundaknya, bermain-main dengan gadis kecil yang tampak masuk kandang singa itu secara sukarela. Brukk Tiba-tiba saja si gadis meraih tangan di pundaknya dan memutar tubuhnya—meloncat menendang kepala preman itu hingga langsung tidak sadarkan diri. “Enak ajah main pegang-pegang” memancing amarah. Beberapa preman maju dan menyerang gadis kecil itu tanpa ampun namun berhasil dilumpuhkan dengan begitu mudahnya. “Jangan serius-serius dong gimanapun gue lebih kecil dari kalian loh. Masa sekasar gini ngelawan anak kecil?” semakin dibuat marah. Enam orang yang tersisa menyerang gadis itu dan membuat senyuman di wajahnya mengembang sempurna. Ia maju lebih dulu menarik rambut panjang salah seorang preman—membuat preman itu berjongkok. Gadis itu langsung menaiki tubuh preman itu dan melompat, mendarat di pundak salah seorang preman lainya dan langsung memutar kepala preman itu sampai jatuh pingsan. Gadis itu berhasil menghabisi sisanya—dengan mudah—tanpa kesulitan. Pemimpin preman dan salah satu anak buahnya yang bertubuh besar itu hanya memperhatikan. Memberi isyarat pada bawahan yang masih sadar untuk mundur dan membawa rekan mereka yang sudah dibuat tidak berdaya. Pemimpin itu menyadari satu hal. Gaya bertarungnya amat persis dengan sang ayah, gadis itu jelas meniru gaya bertarung ayahnya sendiri. Gaya petarung pembunuh. “Lo b**o? Kalo ada situasi kayak gitu harusnya tetap di dalam mobil terus tinggal lo gas ajah apa susahnya sih?” pria itu menatap gadis yang sudah jongkok di depannya. Meraih lengan yang sudah tidak bertenaga miliknya dan membantu ia masuk kembali ke dalam mobil. “Woy cebol, mana bisa gue nyetir pas keadaan gue kayak gini” gadis itu tersenyum kecut. Pantas saja jika preman tadi hendak membunuh orang ini, melihat seperti apa sikap yang ditunjukkan saat ini. “Ok. Tapi gue udah cukup berhati mulia dengan tolongin lo dan gue ga ada niat nganter lo, jadi bye” gadis itu hendak menutup pintu mobil sebelum sebuah suara tawaran menggiurkan terdengar. “10 juta, gue kasih lo sepuluh juta asal lo nganter gue” gadis itu menatap tidak percaya. “Gue bayar langsung ditempat” gadis itu tersenyum dan mengangguk. Mudah sekali—tawaran yang diberikan tidak mendapatkan penolakan sama sekali. Si gadis segera memindahkan korban yang mendadak menjadi penumpangnya ke kursi penumpang. Setelahnya ia tampak langsung duduk di kursi stir. Gadis itu melirik ekspresi kesakitan penumpangnya sambil berdecak mengejek. Membuat yang merasa di ejek menatapnya merendahkan. “Baiklah tuan. Lo punya asuransi mobil kan?” dengan ekspresi bingung—pemilik mobil mewah itu menjerit kala mobil mulai melaju kencang. Parkir tepat di depan sebuah mall besar. Gadis kecil itu keluar dari mobil dan memperhatikan setiap inci mobil—mendesah lega. “Wah, betapa hebatnya gue bisa sampai tempat tujuan kayak gini” pemilik mobil itu keluar, kesal sampai membanting pintu dengan keras. “Gila lo yah? Mau bunuh gue?” tidak dihiraukan, yang dibentak malah melihat sekeliling. Merasa aneh karena mall besar itu tampak sepi. Suara jeritan terdengar cukup melengking. “Nesty, Nesty sayang” pemilik mobil itu menyentuh lembut setiap lecet dan bopeng pada body mobilnya. “Ga usah nangis, bisa pake asuransi kan?”. Sungguh membuat kesal. “Kapan gue pernah bilang gue punya asuransi? Kapan?”. Bentak si lelaki dengan suara sedikit melengking. Gadis itu menoleh terkejut. “Lo ga bilang ga punya asuransi” Matanya mulai meringis memperhatikan setiap kerusakan yang diperbuatnya. “Pasti bakal ngabisin seratus juta kalo kaya gini” beo si gadis. Si empunya mobil menoleh kesal. “Kalo kaya gini bisa habis lebih 10 M b**o” gadis berpakaian amat feminim itu tersedak. ‘Semahal itukah?’. Menatap pemilik mobil yang menatap mobilnya meringis. Hanya satu hal yang terlintas dalam benaknya. ‘Kalau begini, bisa-bisa dia minta ganti rugi’. Mana punya dirinya uang sebanyak itu, dia tidak terlalu mengerti dengan jenis mobil namun mobil yang tadi hampir dihancurkanya memang jenis mobil yang belum pernah dilihatnya dan itu terlihat mahal. Tapi siapa kira harganya sampai semahal itu, lagipula orang kaya bodoh macam apa yang menghabiskan gunung uang hanya untuk sebuah kuda besi?. Yah pria disampingnya tampaknya memang jenis manusia tanpa otak semacam itu. “Woy, hutang 10 juta lo bisa dibayar kapan-kapan ajah deh gak apa-apa” gadis itu langsung berlari kencang keluar parkiran. “Woy trus 10 M gue gimana b**o”. Gadis itu berbalik dan tersenyum, melambaikan tangannya lalu memberi isyarat membunuh. “gue ga punya utang sama lo tuh”. “Cewek sialan, ketemu gue bunuh lo”.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN