BAB 5 : Petemuan Yang Tidak Diinginkan
“Apa-apaan ini? Di hari wisuda?” Candy berlari. Masih memakai baju wisuda lengkap dengan toga dengan wajah yang sudah dirias. Terlihat begitu mempesona tapi juga aneh, berlarian di jalan sambil mengumpat cukup keras membuat beberapa orang yang melihatnya menatap risau.
Bahkan beberapa dari mereka menertawakan gadis itu. Candy tidak peduli, dia menatap gedung Nars Group yang besar menjulang dengan sedikit kesal. Dari kejauhan ia memperhatikan ayahnya yang baru saja turun dari sebuah mobil dan langsung mengawal seorang pria tua.
“Ayah” panggilan itu membuat semua yang mendengarnya menoleh ke arah Candy yang mulai berjalan perlahan menghampiri sang ayah. Pria yang tampaknya pemilik Nars group itu menoleh pada Samuel—ayah Candy.
“Ini hari wisuda putrimu?” Samuel mengangguk dan langsung meminta maaf. “Harusnya kau mengatakannya, aku jadi terlihat jahat membuat ayah dan kakak gadis itu tidak menghadiri wisudanya” Pria bernama Barham Nars itu berjalan memasuki gedung.
Rapat penting yang dihadiri para petinggi perusahaan hari ini memang menyibukan setiap orang yang tergabung dalam Nars Group.
“Benar-benar” Candy melempar topi wisudanya pada sang ayah yang berjalan mendekat. “Ayah tau aku sangat kesal saat ini?” wajah Candy memerah padam. “Ayah tidak pernah bisa mengambil rapotku sejak SD, SMP, SMA. Aku tidak pernah protes” Candy menyentuh jubah, lalu membuang Map Wisudanya.
“Tapi tidak ada yang datang saat Wisudaku itu sangat keterlaluan, aku-a, aku- benar-benar merasa sangat kesal” Samuel sadar akan kesalahanya. Tapi pertemuan perusahaan hari ini tidak bisa ditinggal olehnya. “Ayah malah memberi harapan. Mengatakan bahwa akan membelikanku buket bunga dan membawa banyak coklat saat hari wisudaku. Jika tidak mau datang jangan berjanji macam itu. Ayah hanya membuatku sesak saja” Candy semakin terlihat kesal, Samuel tau bicara pada putrinya saat ini hanya akan memperkeruh keadaan.
“Padahal… padahal akhirnya aku pikir aku bisa merasakan menjadi seorang siswi seperti yang lainya. Aku kesal sampai ingin membantingmu” Samuel tersenyum, masih berusaha mendekat meski Candy mulai mundur menjauh.
Di Kejauhan Ryan memperhatikan. Tersenyum kecil melihat Candy yang tengah berteriak pada ayahnya. “Cek-cek-cek hidupnya cukup sulit juga” Gumam pria itu yang setelahnya ikut memasuki gedung.
Candy berbalik. Pergi menjauh merasa sedikit lega setelah menumpahkan kekesalannya. Gadis itu sebenarnya tidak tahu akan kemana. Dia hanya ingin melepas sesak dalam hatinya.
Candy melihat pantulan dirinya sendiri dari kaca salah satu toko dan mendesah pelan. Dia merasa benar-benar berantakan saat ini. Karenanya ia masuk ke toko itu dan mengganti pakaiannya.
Mencari kesibukan yang mampu membuatnya lupa sesaat akan sesak pada hatinya.
Sebuah momen, Candy hanya menginginkan sebuah momen yang mungkin bisa mencegahnya.
Atau, mungkin menjadi momen terakhirnya.
* * *
Mobil yang Ryan tumpangi melaju cukup cepat. Namun saat melewati salah satu halte pemberhentian Bus ia membuat Bodyguardnya memundurkan mobilnya dan memperhatikan gadis yang duduk sendirian di tengah malam itu.
Entah apa yang gadis itu lakukan, entah apa yang terjadi, sampai ia berakhir dalam keadaan seperti ini di tengah malam. Mungkin ia baru saja kembali dari sebuah club malam atau semacamnya. Bau alkohol yang menyengat menjadi penanda.
“Cewek itu? b**o atau apa? Dia bisa aja diapa-apain mabok dijalan begitu” Ryan turun dari mobilnya, memperhatikan wajah dan pipi Candy yang sudah memerah sempurna. Menyentuh lengan Candy dan menariknya, namun dengan cepat Candy memutar lengan Ryan, mengangkat kakinya hendak mematahkan lengan itu.
Bruk
Bodyguard Ryan memukul bagian belakang kepala Candy sampai terjatuh—pingsan tepat dalam pelukan Ryan.
“Sorry, he almost broke your arm” Ryan masih tercengang. “Benar-benar gadis yang berbahaya” gumam pria itu—mendorong Candy—membiarkannya jatuh ketanah.
“Take him” Bodyguard Ryan langsung mengangguk dan memanggul Candy, memasukkan tubuh kecil itu kedalam mobil. Ryan yang juga sudah memasuki mobil menatap Candy sambil berpikir. “Enaknya dikerjain kaya gimana yah?”.
Seringai lebar terukir pada wajah Ryan.
* * *
Pagi yang cerah akhirnya tiba, menggeser si kelam malam—mengusir hawa dingin dengan kehangatan mentari.
Candy menggeliat di atas tempat tidur—mendesah pelan saat merasakan pening dikepalanya. Gadis itu membuka mata—terkejut akan suasana ruangan yang terasa asing baginya. Candy langsung melihat kebalik selimut dan menjerit saat menyadari sesuatu.
Pakaiannya sudah berganti, bodoh memang. Seharusnya dia tidak mabuk berlebihan, jangan-jangan ada yang sudah macam-macam pada tubuhnya. Candy bersumpah akan mematahkan setiap inci tulang orang itu jika pikiran jelek dalam otaknya benar-benar terjadi.
“Udah bangun? Mau sarapan dulu atau mandi dulu” suara berat itu membuat Candy menoleh. Terkejut saat melihat pria yang tampaknya tidak asing baginya. Gadis itu langsung bangkit dan hendak menghentam wajah pria itu sebelum yang hendak dihentam malah mengalihkan pandangannya malu-malu.
Candy menatap kakinya. Dia hanya memakai kemeja kebesaran yang menutup sampai hampir mencapai lututnya. Namun tampaknya dia merasa tidak memakai celana selain celana dalamnya. Candy berteriak histeris, langsung kembali ke tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut.
“Ngapain aja lo hentai?” Ryan ingin tertawa mendengarnya. “Menurut lo?” Candy mencapai batasnya, dia benar-benar ingin mematahkan setiap inci tulang pria yang duduk di kursi dekat jendela sambil meminum kopinya dengan santai.
“Lo ga itu kan?” Tanya Candy dengan suara pelan. Ryan memasang wajah polos. “Apa?” Bertingkah seolah tidak mengerti maksud dari Candy. Candy merasa malu sendiri jika mengatakan nya. Gila saja jika dia bertanya apa mereka tidur bersama atau tidak.
Malu-malu Candy mulai kembali bertanya. “Itu, sesuatu yang biasanya dilakuin sama kaum cowok b***t, muka bokep otak hentai yang ga punya moral dan norma” Ryan mengangguk tanpa memberi jawaban jelas.
“Ga kan?” tanya Candy memastikan. Namun Ryan masih sibuk dengan kopinya. “Lo pasti minta pembantu lo buat gantiin baju gue kan?” Candy masih harap-harap cemas. “gue ga suka kalo ada pembantu di sini jadi mereka cuma dateng tiap hari selasa sama jumat buat bersihin rumah. Oh ini hari kamis jadi jelas mereka ga dateng” mulut Candy tanpa sadar terbuka.
Bertanya-tanya maksud yang dikatakan pria di hadapannya itu sebenarnya. “Jadi?” Ryan tersenyum ramah. “gue yang gantiin baju lo” Candy masih terdiam, menyerap setiap kalimat yang terlontar dari pria sialan yang ada di hadapannya itu.
“Lo” desis Candy dingin. Ryan merasakan hawa bahaya saat ini. Sepertinya sudah cukup mempermainkan gadis berbahaya itu.
“Lo muntah banyak sampe baju mahal gue ikut kena, gue buang baju seharga 80 juta karena muntah lo yang menjijikan itu. Lagian lo ngapain mabuk dan keluyuran di jalanan, sama ajah minta di jahatin itu mah namanya” Candy masih menatap Ryan tajam.
Ryan sampai berdehem pelan dan melihat ke lain arah. “gue emang ganti baju lo, karena emang ga ada cewek disini. Lagian kalo bukan gue yang ganti paling Bodyguard gue atau supir gue. Gue ga bisa mastiin mereka ga macem-macem sama lo kalo gue biarin kan” Candy semakin menatap Ryan ganas.
“Gue ga buka celana dalem lo sama bra lo ko. Gue ganti baju lo sambil matiin lampu” Candy berdecak kesal sambil menendang selimut.
“Kalo kaya gini gue bisa-bisa ga ada yang nikahin”. Teriak gadis itu seolah serius dengan perkataannya.
Ryan memiringkan kepalanya tidak mengerti “Kenapa gitu” tanpa sadar mulutnya bertanya.
“Karena katanya cowok itu sukanya sama yang masih Pure, masa lo ga tau sih? Lo begonya kelihatan banget” Ryan tidak mengerti. Jangan-jangan gadis di hadapannya ini berpikir bahwa dia sudah tidak suci hanya karena hal ini.
“Umur lo berapa?” Ryan bertanya dan Candy hanya menjawab lemas. “20 tahun, gue masuk sekolah lebih awal jadi lulus juga lebih awal” Ryan mengangguk-angguk paham.
“Di umur 20 tahun gue prihatin sama lo, karena lo masih b**o kaya bocah”. Candy seketika menatap Ryan dengan beringas.